Difabel dan Disabilitas dalam Bahasa Indonesia.
Sebelum penulis menjelaskan dasar dasar hukumnya , mari simak dahulu  perbedaan ArtiPengertian difabel lebih merujuk pada gambaran keterbatasan penyandang cacat, sedangkan disabilitas merupakan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas tertentu.
Difabel dan disabilitas sudah termasuk kata baku dalam bahasa Indonesia. Salah satu buktinya adalah kedua kata tersebut telah tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Berdasarkan kondisi itu, dapat dipahami bahwa cara untuk mengetahui arti difabel dan disabilitas adalah melihat maknanya dalam kamus bahasa Indonesia. Dikutip dari laman KBBI Daring, kbbi.kemdikbud.go.id, berikut adalah arti kedua kata tersebut.
Difabel adalah penyandang cacat.
Disabilitas adalah keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang. Selain itu, disabilitas juga memiliki arti sebagai keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama sehingga mengalami hambatan dan kesulitan dalam interaksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disabilitas memiliki 2 arti:
Disabilitas memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga disabilitas dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
Adjektiva (kata sifat)
Ketidakmampuan atau adanya kekurangan (fisik atau mental) sehingga ada keterbatasan untuk melakukan sesuatu
Disabilitas keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa
Dasar hukumnya
Pada prinsipnya setiap orang dimata hukum sama seperti Asas Equality Before The Law, Â apabila dikaitkan dengan Konstitusi Undang Undang Dasar 1945 ( UUD 1945 ) pasal 27 Ayat ( 1 ) " Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya" . Selanjutnya pasal 28 ayat (1) UUD 1945 " Â Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" Â
Intinya setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tanpa membedakan Suku, Agama, Ras , Gender atau tanpa diskriminasi  tetap akan dikenakan Sanksi Hukum sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.
Selain dicantumkan dalam UUD 1945, asas equality before the law juga dapat diatur dalam peraturan perundang-undangan berikut ini:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIAÂ
pasal 3 ayat ( 2 ) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum
Pasal 5 ayat ( 1 ) Â Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum Â
UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 2 Ayat (1 ) Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 4 ayat (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948
Pasal 7 Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini
Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ("UU Disabilitas"),
Pasal 1 : Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Pasal 9 Â Hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas meliputi hakÂ
Huruf a  : atas perlakuan yang sama di hadapan hukum
Dalam bagian Kedua KEADILAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Pasal 28 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin dan melindungi hak penyandang disabilitas sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum yang sama dengan lainnya
Pasal 29 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan bantuan hukum kepada penyandang disabilitas dalam setiap pemeriksaan pada setiap lembaga penegakan hukum dalam hal keperdataan dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 30 ayat 1 : Penegak hukum sebelum memeriksa penyandang disabilitas wajib meminta pertimbangan atau saran dari :
Dokter atau tenaga Kesehatan lainnya mengenai kondisi Kesehatan
Psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan, dan atau
Pekerja sosial mengenai kondisi psikososial.
Pasal 35 : Proses peradilan pidana bagi penyandang disabilitas  dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Pasal 37 ayat 1 : Tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan wajib menyediakan unit layanan disabilitas
Pasal 37 ayat 2 : Unit layanan disabilitas  yang  sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1 ) berfungsi
Menyediakan pelayanan masa adaptasi bagi tahanan Penyandang disabilitas selama 6 (enam) bulan
Menyediakan kebutuhan khusus, termasuk obat-obatan yang melekat pada penyandang disabilitas dalam masa tahanan dan pembinaan,dan
Menyediakan layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental.
Jadi kesimpulan menurut penulis, semua orang sama di mata Hukum, hanya penerapan hukum dan pelayanan serta fasilitas terkait kasus disabilitas yang melakukan perbuatan melawan hukum yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!