Mohon tunggu...
Jamesallan Rarung
Jamesallan Rarung Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perilaku Politik yang Menyimpang

29 Juni 2016   08:53 Diperbarui: 29 Juni 2016   09:05 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perilaku politik adalah bagian dan menjadi satu kesatuan dari perilaku sosial. Adapun perilaku sosial terwujud karena adanya interaksi dengan orang lain atau suatu kumpulan orang/ manusia. Dilihat dari hal ini, maka perilaku sosial sangat tergantung dari perilaku orang/ manusia/ individu itu sendiri. Perwujudan perilaku politik dalam arti sempit adalah dalam hal pengaturan tata sosial kemasyarakatan atau tata pemerintahan dalam suatu wilayah dan arti luasnya mencakup kehidupan berbangsa atau antar bangsa. 

Perilaku individu dan sosial yang menyimpang otomatis akan menyebabkan terbentuknya perilaku politik yang menyimpang juga. Ini terlihat jelas dalam kehidupan perpolitikan bangsa Indonesia kita. Banyak kasus penyimpangan terjadi bukan karena pemahaman dan konsep politik yang salah, namun oleh karena pelaksanaan dan penjabaran tujuan serta arah politik yang dirusak oleh pribadi-pribadi, oknum pejabat dan penyelenggara negara itu sendiri.

Korupsi, kolusi dan nepotisme sampai saat ini menjadi jargon utama yang menjadi kewajiban dari lembaga pemberantasan korupsi, pengawas pemerintahan dan penegak hukum untuk dicegah dan diberantas. Namun sayangnya "panggangan masih kurang dekat dengan perapian". Itulah kenyataan di bumi Nusantara ini. 

Kepribadian individu yang menyimpang tentunya tidak serta merta terjadi dan terbentuk. Manusia sebagai "insan politik" (zoon politicon), mengalami pembentukan karakter politiknya yang dimulai sejak lahir, dalam kehidupan keluarga, institusi pendidikan, sosial dan kemasyarakatan sampai kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku-perilaku kebersamaan, saling menghormati dan menghargai serta saling membutuhkan yang merupakan dasar utama dalam kehidupan sosial tentunya mulai kehilangan bentuknya dan menuju pada kehidupan individualistik, inilah ciri awal penyimpangan perilaku politik ke depan.

Zimmerman dan Pollner (1970) merumuskan bahwa: Perilaku politik adalah sama dengan fungsi Sistem Sosial. Namun, para ahli psikologi yang berorientasi individualisme beranggapan bahwa karena unsur individu dan keunikannya lebih kuat pengaruhnya terhadap perilaku individu dibanding pengaruh unsur sosialnya;  maka perilaku politik seseorang lebih ditentukan oleh perilaku individu atau kepribadian dari individu itu sendiri.

Menurut saya yang paling bertanggungjawab dalam penyimpangan perilaku politik seseorang adalah kehidupan di dalam keluarganya sebagai fondasi pendidikan informal dan institusi pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Sayangnya banyak orang tua saat ini yang lupa atau kesulitan dalam menjalankan kewajiban pembentukan karakter dan mental anaknya sendiri. Banyak yang lebih menyerahkan tanggungjawab ini kepada sekolah-sekolah yang dianggap telah cukup untuk memenuhi tugas tersebut. Sayang seribu kali sayang, institusi sekolah tidak siap dan mampu untuk melakukan hal ini. 

Contoh yang paling parah yang bertanggungjawab dalam penyimpangan perilaku politik ini adalah terjadi di dalam kampus-kampus perguruan tinggi. Mulai dari para dosen yang melakukan politik kampus yang makin kasar dan tidak terhormat, sampai pada mahasiswanya sendiri yang kadang meresponnya dengan lebih kasar atau bahkan lebih parah lagi. Tentunya, hal ini tidak menafikan akan masih adanya dosen dan mahasiswa yang baik, tetapi jumlahnya makin sedikit. Melihat hal ini, apakah kita masih bangga menyebutkan bahwa perguruan tinggi adalah pusat ilmu pengetahuan, penelitian dan pengabdian dan pusat independensi ilmu? Sungguh membuat hati kita sedih.

Coba kita lihat dalam berbagai media massa saat ini. Bukankah dibalik "pertikaian" ide, pendapat dan konsep dalam memilih pemimpin negara kita ke depan banyak sekali "berseliweran" para intelektual kampus maupun jebolan kampus yang masing-masing "saling menghancurkan" dan jauh dari objektivitas intelektual yang berilmu dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa? Banyak sekali tokoh dan tokoh dadakan yang menonjolkan ego-ego primitif dan menjadi "homo homini lupus" dengan menganggap dirinya adalah yang paling pintar, paling mengetahui dan menguasai "otak dan jiwa" manusia dan yang lebih parah lagi menganggap dirinya yang paling beragama dan beribadah sehingga mempunyai kewenangan untuk menghakimi sesamanya yang berbeda pendapat dan pilihan. Sungguh makin menyakitkan hati.

Ternyata perilaku politik yang menyimpang itu, penyebabnya adalah tidak jauh dari hati, pikiran dan tindakan kita sebagai pribadi. Marilah kita mulai melakukan perubahan mulai dari diri kita dengan melakukan refleksi diri dengan penuh kesantunan dan kerendahan hati. Sehingga kita menjauhkan diri dari pemahaman yang menyimpang dengan merasa diri paling pintar dan paling benar dan mereka yang mempunyai pemikiran, pendapat serta pilihan yang berbeda dari diri kita wajib kita hancurkan dan binasakan. Jauhkanlah hal tersebut, ajaklah diri sendiri, keluarga, teman dan orang di sekitar kita untuk bersama-sama saling menghormati dan menghargai. Jika kita anggota masyarakat dan warga negara telah rukun dan damai, maka siapapun pemimpin kita yang terpilih nanti takkan menjadi soal, oleh karena di dalam masyarakat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik pula, siapapun dia.

James Allan Rarung

Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun