Mohon tunggu...
Jamesallan Rarung
Jamesallan Rarung Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengambilan Keputusan; Manajemen Organisasi, Perilaku Pemimpin, dan Komunikasi Massa

30 September 2014   15:30 Diperbarui: 9 Agustus 2015   04:01 4446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam organisasi pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat strategis, bahkan dapat menentukan kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Tentunya sebelum pengambilan keputusan itu diambil, terlebih dahulu harus ada masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah.

Pemimpin puncak organisasi, tentunya mempunyai legitimasi tertinggi dalam penentuan pengambilan keputusan. Pemimpin puncak dapat terdiri dari satu orang ataupun beberapa orang. Tentunya akan lebih mudah jika pemimpin puncak tersebut terdiri dari satu orang saja, namun akibatnya adalah jika salah mengambil keputusan, maka rebound effect tentunya yang paling besar terkena adalah pada orang tersebut. Ini berbeda jika pemimpin puncak tersebut terdiri dari beberapa orang, maka keputusan akhir dapat dicapai melalui mekanisme konsensus ataupun voting jumlah suara yang terbanyak (oleh karena itu jumlah pemimpin di sini biasanya ganjil).

Pengambilan keputusan dalam organisasi merupakan proses pemilihan antara berbagai alternatif (Shull, Delbecq, & Cummings, 1970). Ada juga yang berpendapat bahwa, pengambilan keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, dan harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan (Ralp C. Davis, Mary Follet, dan James A.F. Stoner). Dari pendapat ini, maka tentunya pengambilan keputusan haruslah melalui proses yang terkoordinasi dan matang serta mempunyai jalinan komunikasi yang baik antar yang dipimpin dan pemimpinnya. Jika komunikasi tidak berjalan dengan baik bahkan tidak memiliki nilai informatif, maka hal ini malah akan menyebabkan masalah baru dan bukanlah pemecahan masalah seperti yang diharapkan.

Pada umumnya suatu organisasi memiliki hierarki manajemen. Secara klasik hierarki ini terdapat tiga tingkatan, yaitu :

  1. Manajemen puncak yang berkaitan dengan masalah perencanaan yang bersifat strategis (strategic planning). Pada manajemen puncak keputusan yang diambil adalah keputusan strategis.

  2. Manajemen menengah, yaitu menangani permasalahan kontrol/ pengawasan yang sifat pekerjaannya lebih banyak pada masalah administrasi. Pada manajemen menengah ini keputusan yang diambil adalah keputusan administrasi/ taktis. Keputusan ini adalah keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya.

  3. Manajemen operasional, yaitu berkaitan dengan kegiatan operasional (kegiatan operasi harian). Keputusan yang diambil pada manajemen operasional disebut keputusan operasional.

Dari tingkatan pengambil keputusan di atas, maka kita dapat melihat pada tingkatan mana keputusan yang diambil dan siapa pengambil keputusan tersebut. Adapun jika situasi pengambilan keputusan tidak mendesak dan tidak terjadi konflik kepentingan, maka biasanya meskipun keliru setelah keputusan tersebut diambil maka efeknya tidak terlalu parah dan masih dapat diambil keputusan baru setelah dievaluasi dan diperbaiki keputusan yang sebelumnya tersebut.

Adapun pada pengambilan keputusan dalam kondisi konflik internal, pilihan yang diambil adalah apabila ada kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan, bisa dalam situasi persaingan dan atau pengambil keputusan saling bersaing, maka pilihan yang diambil adalah keputusan yang paling rasional, tanggap dan bertujuan untuk memecahkan masalah dan bukan semata-mata hanya ingin memenangkan konflik tersebut.

Nah, sampai di sini ternyata perilaku si pengambil keputusan terbukti sangat berperan penting dalam isi keputusan itu sendiri. Ahli teori perilaku pengambilan keputusan sependapat bahwa individu juga mempunyai keterbatasan kognitif, sehingga tidaklah mungkin dapat mengambil keputusan yang sempurna, namun tentunya dia bisa mengambil keputusan yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Kompleksitas organisasi dan dunia secara umum, dapat menyebabkan individu bertindak dalam situasi ketidakpastian dengan informasi yang bersifat ambigu dan tidak lengkap. Kadang-kadang risiko dan ketidakpastian ini menyebabkan pembuat keputusan organisasi mempunyai keputusan yang diragukan, atau tidak etis. Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas tersebut, seringkali keputusan malah semakin memperparah dan bukan menjadi jalan keluar pemecahan masalah. Oleh karena itu, faktor koherensi dan rasionalitas serta objektivitas harus tetap dikedepankan dan harus selalu dicerminkan dalam setiap pengambilan keputusan. Ini adalah upaya untuk meminimalkan konflik dan perseteruan, serta juga dapat menghindari protes yang besar setelah keputusan tersebut diambil.

Titik selanjutnya yang juga sangat penting, setelah keputusan tersebut diambil adalah komunikasi dan informasi kepada siapapun yang berkepentingan atau yang terkait dengan keputusan yang diambil. Meskipun keputusan yang diambil sudah bagus, namun cara penyampaiannya keliru atau salah dalam penerapannya maka dapat menyebabkan terjadinya ekses bahkan penolakan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengabaikan atau tidak menjalankan keputusan yang diambil. Ini sangat berbahaya, jika tidak cepat diberikan informasi yang tepat ataupun dievaluasi dan diikuti dengan langkah penanganannya, maka dapat menimbulkan "kerusakan baik ke dalam maupun ke luar organisasi".

Dalam hal keputusan itu mempunyai dampak yang luas dan berpengaruh pada banyak orang (misalnya terhadap suatu wilayah atau suatu negara bahkan secara internasional), maka diperlukan komunikasi massa yang terencana dan detail. Ini berhubungan dengan gejolak yang sangat besar yang bisa terjadi jika terjadinya penolakan atau protes yang besar. Dengan kita memberikan informasi yang berimbang, memiliki dasar dan alasan-alasan yang kuat serta dilengkapi dengan data-data dan fakta yang terjadi, maka bila tetap terjadi penolakan, hal itu bisa diminimalisir. Sungguh suatu hal yang tidak mungkin, kita menyenangkan dan memuaskan semua pihak, namun jika kita dapat mengakomodasi hampir seluruh kepentingan orang banyak, maka keputusan yang diambil akan sangat kuat dan nantinya akan dibela dan dijalankan oleh pihak-pihak yang mendukung keputusan kita tersebut.

Yang terakhir, marilah kita sebelum mengambil keputusan memberikan waktu untuk memikirkan dan memperhitungkan dampak yang bisa terjadi setelah keputusan kita ambil. Walaupun keputusan tersebut waktu pengambilannya sangat sempit dan terjadi konflik, tetapi disinilah akan diuji dan dibuktikan kemampuan pemimpin yang sesungguhnya. Seorang pemimpin yang benar adalah seorang pemimpin yang mendengarkan, baik pihak yang menentang maupun yang menerima. Sedangkan pemimpin yang baik adalah yang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan orang banyak dan berdasarkan hati nurani, walaupun keputusan yang akan diambilnya tersebut tidak menguntungkan dirinya pribadi maupun kelompoknya. Karena pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mewariskan karya besar yang akan dikenang sepanjang masa dan tentu saja karyanya tersebut bermanfaat bagi umat manusia.

 

 

 

James Allan Rarung

Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun