Sungguh sangat menarik pertanyaan ataupun pernyataan dari seorang sejawat dr. Restuti Saragih, Sp.PD, FINASIM ini. Dalam pertanyaan ini (walaupun menurut saya ini sebenarnya adalah suatu ungkapan keluh kesah, red.) terdapat dua hal pokok, yaitu yang pertama adalah dokter sebagai suatu profesi, yang kedua adalah kekompakan sebagai suatu interaksi sosial.
Sebagai suatu profesi, dokter telah diikat oleh suatu sumpah yang legendaris, yang disebut Sumpah Dokter, yang berakar dari Sumpah Hippokrates, Bapak Kedokteran Dunia. Salah satu inti dan isi dari sumpah ini adalah tentang kesejawatan berlandaskan persaudaraan. Dengan demikian siapapun dokter yang telah mengucapkan sumpah ini, dengan sendirinya telah terikat dengan janji suci tentang suatu ikatan persaudaraan. Jika demikian, mengapa masih dikatakan tidak kompak?
Menjawab hal di atas sangatlah kompleks, karena hal ini sangatlah berkaitan dengan dokter yang juga sebagai seorang manusia yang memiliki berbagai sifat dan karakter termasuk berbagai keinginan dan kebutuhan pribadi. Dengan demikian akan terjadi interaksi antara aspek psikologi, ekonomi, sosial dan tentunya aspek medis itu sendiri.
Pekerjaan seorang dokter sangatlah rumit dan berisiko tinggi. Kompetensi medis seorang dokter dituntut untuk tidak sekalipun melakukan kesalahan, jika itu terjadi maka ancaman dan tuntutan akan kelalaian dan malpraktek akan terjadi. Hal ini akan menciptakan suatu status psikologi yang unik, karena di satu sisi akan menyebabkan seorang dokter akan sangat terfokus pada tugas dan pekerjaannya sedangkan di sisi yang lain dia akan terus dihantui oleh ancaman hukuman jika melakukan kesalahan, walaupun itu hanyalah suatu kesalahan yang kecil. Keadaan ini akan menyebabkan munculnya tindakan protektif dan defensif. Sehingga pada akhirnya akan menyebabkan sangat banyak dokter yang bersifat introvert dan cenderung tenggelam dalam pekerjaannya, bahkan untuk satu kompetensi atau keahlian tertentu akan sangat protektif terhadap kelompoknya dan akan menjadi sangat sensitif atau bahkan agresif jika ada kelompok dengan kompetensi lain yang memberikan pendapat atau komentar, sehingga hal ini sering dipandang bahkan oleh sesama dokter sebagai suatu perilaku yang eksklusif. Bagaimana lagi pandangan orang awam, pasti akan lebih parah.
Selanjutnya kita melihat dari sudut kompak atau kekompakan. Banyak definisi dan pendapat tentang apa itu kompak. Tetapi secara umum kekompakan berarti secara bersama-sama, bersatu-padu melakukan suatu hal atau kegiatan untuk tujuan bersama. Dari pengertian umum tersebut, akan menjadi suatu masalah, jika suatu kelompok atau komunitas akan melakukan kegiatan tertentu, namun ada anggota yang tidak ikut melakukan kegiatan tersebut. Oleh yang melakukan kegiatan akan mengatakan dan menuduh yang tidak ikut adalah tidak kompak. Hal ini jika tidak segera dilakukan konsolidasi, maka sudah tentu akan menyebabkan perpecahan.
Jika kita masuk dalam pemahaman yang lebih dalam, maka kita akan menemukan bahwa dalam suatu kelompok atau komunitas, pasti para anggotanya akan memiliki banyak pemahaman yang berbeda dalam hal melakukan suatu hal atau kegiatan secara bersama-sama. Ada tindakan yang menurut anggota yang lain caranya sudah benar, akan tetapi bagi yang lain cara tersebut belumlah tepat. Nah, untuk menyatukan pemahaman yang berbeda ini, tak ada cara lain selain kita mendiskusikan secara bersama-sama ataupun kita melakukan musyawarah untuk mufakat tentang visi dan misi kita. Cara inilah yang terbaik, meskipun kelemahannya adalah kadang memerlukan waktu yang lama, sehingga bisa kehilangan momentum. Kalaupun waktunya sudah mendesak, biarkanlah jika masih ada yang belum setuju, dalam alam demokrasi hal ini adalah hal yang biasa dan sering terjadi. Bagi yang akan terus melakukan kegiatan, silahkan terus melakukannya. Yakinlah, jika ternyata usaha kita berbuah hasil yang baik, niscaya nanti anggota yang tadinya belum sepakat akhirnya akan bergabung dengan kita.
Dari sedikit pemahaman dasar tentang dokter dan kekompakan di atas tadi. Kiranya kita harus terus berbenah dan makin hari harus makin memperbaiki diri. Untuk itu bagi para dokter dalam melakukan suatu hal atau kegiatan, hendaklah melakukannya dengan semangat egaliter dan humanis yang tentunya juga tidak melupakan aspek perjuangannya. Dalam hal memperjuangkan hak kita sebagai dokter, tentunya kita tidak boleh melupakan implikasinya terhadap masyarakat banyak. Sehingga apapun yang akan kita lakukan dan perjuangkan adalah selain demi untuk menegakkan kepentingan kita, namun juga di atas daripada itu adalah untuk mendahulukan hak dan kepentingan masyarakat serta kemanusiaan, sebagai suatu tujuan yang lebih tinggi dan mulia.
Saya yakin, meskipun tidak seratus persen semuanya akan ikut melakukannya. Namun, pada suatu saatnya nanti sebagian besar para dokter akan bersatu-padu, berbaris bersama untuk melakukan hal yang baik ataupun melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, dalam hal hak dan kewajibannya sebagai dokter sekaligus sebagai rakyat Indonesia. Tentunya tujuan utamanya adalah demi semata-mata untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia serta demi kemanusiaan. Semoga hal ini akan segera terjadi tidak lama lagi. Salam kesejawatan.
Â
James Allan Rarung
Dokter Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H