Mohon tunggu...
James Aditya
James Aditya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar yang belajar untuk menulis

Seorang mahasiswa yang berusaha melihat dunia dari berbagai sisi dan menyampaikan opininya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Teknologi sebagai Senjata untuk Pilpres 2019

1 Desember 2018   11:54 Diperbarui: 1 Desember 2018   12:00 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bicara mengenai teknologi merupakan hal yang sangat menyenangkan. Sejak awal munculnya teknologi, sudah ada sangat banyak perdebatan antara baik dan buruknya teknologi. Sebelum kita melangkah lebih jauh dalam hal ini, ada baiknya kita mengetahui pengertian dari teknologi itu sendiri.

Secara mudah teknologi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang (seharusnya) membantu manusia. Dengan pengertian ini kita dapat memhami bahwa teknologi beserta perkembangannya adalah hal yang sangatlah penting.

Teknologi adalah senjata. Esensi senjata adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan diri, namun apa yang terjadi? senjata justru menjadi alat yang dipakai untuk membunuh. Sama halnya dalam teknologi, semakin maju akan menjadi senjata yang semakin kuat dan ampuh untuk membunuh. Tahun-tahun ini adalah tahun politik bagi Indonesia kita tercinta.

Tahun 2019 akan terjadi pesta demokrasi kembali di Indonesia. Berbagai macam strategi dan cara sudah mulai dilancarkan oleh kedua belah pihak yang bersaing pada pemilu presiden 2019 nanti.

Perkembangan teknologi menjadi sesuatu yang penting dalam perebutan kursi presiden ini. Kampanye melalui media sosial, televisi, dan berbagai macam media sudah mulai dilakukan. Disinilah dimulai perdebatan kembali antara apakah teknologi menjadi hal yang baik atau buruk dalam perpolitikan di Indonesia.

Dengan adanya perkembangan teknologi, kedua calon dapat menyampaikan gagasan-gagasan mereka kepada lebih banyak lapisan masyarakat. Kita melihat sendiri bahwa banyak sekali pihak-pihak yang berkampanye dalam berbagai media sosial seperti Instagram, Line, Whatsapp, dan lain-lain. Baik dari kedua calon terus menyampaikan gagasan, kelebihan masing-masing, dan visi-misi. Juga sering kita lihat "kelakuan" dari kedua calon presiden, ada yang blusukan ke pasar, melontarkan serangan sana-sini.

Di televisipun juga kita lihat sering ada debat antar kedua calon lewat juru bicara masing-masing. Hal ini tentu saja menjadi dampak yang baik bagi perpolitikan di Indonesia dimana baik kelebihan atau kekurangan kedua calon jadi lebih terlihat sehingga pemilih dapat lebih matang dalam menentukan pilihan mereka.

Bicara mengenai teknologi tentunya tak terlepas dari burukya juga. Dalam hal perebutan kekuasaan pada 2019, teknologi menjadi alat yang ampuh bagi kedua pihak untuk saling serang. Pada tahun politik ini banyak sekali isu dan berita bohong yang disampaikan untuk "membunuh" lawan politiknya. Apabila masyarakat tidak bisa menyaring dengan seksama antara berita yang baik dan bohong, masyarakat akan terpancing emosinya.

Ditambah lagi kondisi Indonesia yang miskin literasi menyebabkan mudahnya berita bohong dipercaya dan disebarkan kembali. Kondisi ini akan membuat semakin banyaknya gesekan dalam lapisan masyarakat. Kita melihat dengan jelas fakta dimana akhir- akhir ini dimana banyak sekali isu bohong yang kerap menimbulkan pertengkaran, sampai sampai yang tertuduh harus mengklarifikasi sendiri kabar tersebut.

Dampak dari hal ini adalah meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah, konflik horizontal antar masyarakat, dan adanya potensi disintegrasi bangsa. Ditambah lagi jika yang diangkat adalah isu SARA, mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang dikenal dengan keberagamannya, tentunya akan menimbulkan fanatisme ras, etnis, agama dalam kehidupan bernegara. Anda tidak percaya? Buktikan sendiri, lihat pada sesi komentar postingan-postingan berbau agama, politik, atau pemerintah, ada orang yang memegang teguh kepercayaanya pada kabar bohong yang beredar menandakan bahwa Indonesia miskin literasi.

Akhir kata saya ingin menyampaikan bahwa teknologi adalah hal yang baik namun dalam perpolitikan di Indonesia kerap dipakai untuk hal buruk. Apakah saya bisa menggeneralisir hal ini? Tentu tidak. Sedikit cerita, saya pernah untuk iseng-iseng membalas berbagai komentar dimana orang "menyuarakan pendapatnya" dengan bahasa yang kurang baik dan memaksa, mengolok-olok dengan kasar lawan politik capres pilihannyanya di Instagram melalui DM (direct message).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun