Oleh : Jamastuti CGP Angkatan 9 Tahun 2023 Guru PAI BP SDN 2 Tanjung Heran Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus
Ki Hadjar Dewantara dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia karena pemikiran dan jasanya di bidang pendidikan. Perguruan Taman Siswa merupakan sekolah yang didirikannya pada tanggal 3 Juli 1922, dan bertahan hingga saat ini dengan lebih dari 100 cabang di kota-kota di Indonesia.
Sebelum mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak saya hanya mengenal tiga pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang sangat populer yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Namun, setelah kini nyaris satu bulan mengikuti program pelatihan, saya mulai mengerti tentang berbagai pemikiran-pemikiran beliau yang mengandung banyak makna filosofis yang dalam. Ki Hadjar Dewantara berhasil mengejawantahkan nilai-nilai filosofis pendidikan dalam istilah -istilah sederhana yang mudah dipahami.
Sebelum mengulik lebih dalam, mungkin sebaiknya kita merenungkan kembali tentang makna tiga semboyan yang paling terkenal yang saya sebut tadi yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Sebagai guru kita musti siap menjadi sosok pemimpin di depan yang menjadi role model, menjadi teladan bagi murid-murid kita. Kita menjadi garda terdepan sebagai pendobrak sekaligus pemeran utama kebaikan yang bisa dicontoh langsung oleh murid-murid adalah filosofi Ing Ngarsa Sung Tulada.
Namun, perlu diingat ada saatnya guru juga harus memberikan ruang pada murid untuk "menemukan dirnya sendiri", memberi ruang pada murid untuk berekspresi dengan tetap mengarahkan, membimbing, membersamai mereka menemukan ide dan gagasan yang tepat. Menyumbangkan saran dan selalu mendampingi, selalu ada di tengah-tengah mereka. Menjadi orang yang siap membantu proses belajar murid. Bagi saya itulah Ing Madya Mangun Karsa.
Selanjutnya Tut Wuri Handayani yang artinya murid harus tampil menjadi sosok yang ada di depan. Mempresentasikan, menampilkan eksistensi dirinya dan karyanya di kancah dunia yang digelutinya, kita sebagai guru harus selalu menjadi sosok yang mendukung mereka dari belakang. Menjadi tempat mereka berkeluh kesah dan mengais nasihat dari lelahnya pertempuran dunia yang harus mereka perjuangkan.
Tiga semboyan itu mengingatkan saya untuk terus belajar memahami murid-murid. Di era global saat ini, kita sebagai guru harus memberikan ruang eksplorasi yang seluas-luasnya terhadap murid agar murid mampu menemukan dirinya dan mengembangkan potensinya. Sehingga menjadi pribadi yang mumpuni.
Selanjutnya saya makin terpesona kala menyelam lebih dalam lagi tentang pemikiran beliau. Manakala membaca lagi artikel yang ditulisnya puluhan tahun silam, saya merasa dejavu dan teringat pada guru-guru saya dulu semasa sekolah dan selagi masih di pesantren yang ikhlas dan tawadluk. Ki Hadjar Dewantara membahasakan pola pendidikannya dengan istilah memihak dan menuntun murid. Fokusnya adalah murid, murid, dan murid. Ini sejalan dengan apa yang saya pelajari dalam Kitab Adabul 'Alim Wal Muta'allim  bahwasanya seorang guru harus memiliki sifat ikhlas dan sabar yang tiada batas untuk murid-muridnya.  Guru tidak lelah berusaha mencari cara agar murid-murid mampu memahami pelajaran yang disampaikan dengan bahasa dan metode yang menarik dan mudah dimengerti.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mendeskripsikan bahwa anak lahir dengan dua kodrat yang menyertainya yakni kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam ialah di mana sang anak tumbuh sesuai dengan tradisi dan budaya yang ada. Anak yang tumbuh di daerah pesisir pantai tentu memiliki perbedaan kebiasaan dan budaya dengan anak yang tubuh di daerah pegunungan. Ki Hadjar juga menekankan anak-anak harus dididik dengan cara-cara yang sesuai dengan zaman ia tumbuh.
Disinilah peran sang penuntun (guru) sangat diperlukan. Anak yang terlahir dan tumbuh dengan kodrat perlu dituntun agar tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Guru yang bertindak sebagai penuntun membersamai anak tumbuh dalam versi terbaik dirinya, agar potensinya dapat berkembang. Guru membantu murid untuk menebalkan potensi yang ia miliki agar semakin jelas dan terang, sebab anak-anak bukanlah kertas kosong yang bisa kita gambar semaunya sesuai kemauan guru.