Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dinamika Kurikulum: Ujian bagi Ketangguhan Guru

23 Januari 2025   13:04 Diperbarui: 23 Januari 2025   13:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perubahan kurikulum selalu menjadi isu hangat di dunia pendidikan. Sebagian guru merasa gelisah ketika mendengar kabar bahwa ada kebijakan baru yang mengharuskan penyesuaian metode pembelajaran, materi ajar, dan target kompetensi. Rasa takut akan ketidaksiapan dan kekhawatiran menghadapi perubahan sering kali menimbulkan penolakan terselubung. Situasi semacam ini dapat berdampak pada kualitas proses belajar-mengajar di kelas dan menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana guru mampu beradaptasi dengan perubahan kurikulum yang silih berganti?

Kajian terbaru dari lembaga pendidikan nasional menunjukkan bahwa rentang penyesuaian kurikulum di Indonesia cenderung lebih cepat dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat bahwa setidaknya telah terjadi lima kali perubahan kurikulum signifikan sejak era 1980-an hingga saat ini. Waktu transisi yang singkat tak jarang meninggalkan kebingungan di kalangan guru, karena mereka dituntut untuk segera memahami modul baru tanpa pelatihan yang memadai. Dampaknya, kualitas pembelajaran kerap inkonsisten, terutama di daerah yang minim akses informasi.

Penelitian lapangan di beberapa sekolah juga menemukan adanya keluhan tentang beban administratif yang meningkat ketika kurikulum berganti. Guru terbebani dengan revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyusunan perangkat asesmen, serta penyesuaian indikator kompetensi yang kerap berubah. Keluhan ini cukup logis, mengingat penyesuaian tidak hanya berdampak pada perencanaan kelas, tetapi juga pada proses evaluasi yang dilakukan. Bila perubahan kurikulum tidak dibarengi dukungan teknis dan pendampingan, guru akan merasa terombang-ambing, sehingga motivasi mengajar menurun.

Konsep perubahan kurikulum sebenarnya dilandasi niat baik untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan zaman. Dinamika ekonomi, perkembangan teknologi, serta tantangan globalisasi mendorong pemutakhiran materi ajar. Pemerintah berargumen bahwa kurikulum baru dirancang agar siswa memiliki keterampilan abad ke-21, termasuk berpikir kritis, kolaborasi, dan literasi digital. Argumen ini diperkuat oleh tren internasional yang menunjukkan perlunya pendidikan adaptif, agar generasi muda mampu bersaing di kancah global. Guru diharapkan menjadi agen utama yang menerjemahkan konsep tersebut ke dalam praktik pembelajaran.

Banyak pihak yang mendukung perubahan kurikulum menekankan pentingnya inovasi di kelas. Alasan mereka, pembelajaran konvensional yang cenderung satu arah tidak lagi efektif untuk memicu partisipasi aktif siswa. Penggantian kurikulum dianggap sebagai momentum untuk mendorong guru agar lebih kreatif. Model pembelajaran berbasis proyek, pemanfaatan teknologi pendidikan, serta pendekatan kolaboratif sering digadang-gadang sebagai kunci menciptakan suasana belajar yang menantang. Upaya ini tidak akan terwujud jika guru enggan atau belum siap mengubah kebiasaan mengajar mereka.

Sebagian kalangan mengkritik gelombang perubahan kurikulum yang dirasa terlalu sering. Alasan mereka, kebijakan yang terus berganti justru menciptakan kebingungan di lapangan. Guru tidak sempat memperdalam kurikulum lama, tetapi sudah dihadapkan pada sistem baru. Perbedaan kondisi sekolah di wilayah perkotaan dan daerah terpencil menambah kompleksitas penerapan kebijakan ini. Sekolah dengan keterbatasan infrastruktur akan kesulitan menerapkan metode pembelajaran baru yang menuntut teknologi canggih atau sumber belajar digital. Pada akhirnya, kesenjangan kualitas pendidikan menjadi lebih kentara, sementara tujuan pemerataan sulit tercapai.

Solusi jangka panjang untuk menghadapi perubahan kurikulum mestinya berfokus pada peningkatan kapasitas guru secara berkelanjutan. Pelatihan dan pendampingan intensif perlu dijalankan sebelum, saat, dan setelah implementasi kurikulum baru. Workshop atau kursus daring yang dirancang untuk menyesuaikan materi dengan kondisi sekolah masing-masing akan membantu guru memahami inti perubahan. Penggunaan modul dan panduan yang jelas, dilengkapi dengan contoh implementasi, akan memudahkan guru dalam menyiapkan perangkat ajar. Pendekatan ini dapat dilakukan secara bertahap agar guru tidak merasa kewalahan.

Rekomendasi lain adalah penekanan pada proses asesmen formatif, bukan sekadar evaluasi akhir semata. Ketika kurikulum berubah, guru dapat memanfaatkan asesmen berkelanjutan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi baru. Guru yang memperoleh umpan balik dari hasil asesmen formatif akan lebih mudah menyesuaikan metode pembelajaran. Dengan demikian, perubahan kurikulum tidak semata-mata bersandar pada dokumen resmi, tetapi juga tercermin dalam praktik di kelas. Pemerintah dan pemangku kepentingan dapat memanfaatkan data ini untuk memperbaiki mutu pelatihan dan kebijakan selanjutnya.

Peran guru sebagai ujung tombak pendidikan menjadikan mereka tidak bisa bersikap pasif terhadap setiap perubahan. Adaptasi, kreativitas, dan semangat belajar menjadi kunci. Menghadapi kurikulum baru bukan berarti meniadakan sepenuhnya hal-hal baik dari kurikulum lama. Guru dapat melakukan amalgamasi atau penggabungan elemen positif terdahulu dengan tuntutan reformasi. Pembelajaran yang efektif bukanlah soal siapa yang paling cepat mengikuti tren, melainkan tentang siapa yang paling tepat menyesuaikan pendekatan dengan kondisi siswa di lapangan.

Keinginan untuk berubah menjadi lebih baik harus berakar dari dalam diri guru, bukan semata karena perintah kebijakan. Perubahan kurikulum tidak akan menjamin hasil yang lebih baik tanpa komitmen pendidik untuk mengembangkan diri. Mengasah keterampilan, belajar teknologi baru, dan menjaga semangat inovatif adalah langkah-langkah yang memberi dampak nyata. Guru yang sungguh-sungguh ingin meningkatkan kompetensi personal biasanya mampu memanfaatkan momentum perubahan kurikulum sebagai sarana untuk terus maju.

Kesimpulannya, perubahan kurikulum akan terus terjadi selama dunia terus berkembang. Guru yang tangguh perlu mengubah paradigma bahwa kurikulum hanya sebatas dokumen pemerintah. Kurikulum adalah alat pandu dinamis yang semestinya dibaca secara kritis, diadaptasi sesuai konteks, dan diterapkan dengan bijaksana. Tanggung jawab ini memang tidak ringan, tetapi sejalan dengan profesi guru yang merupakan panggilan untuk mencerdaskan generasi bangsa. Selama guru tetap berpikiran terbuka, mengasah kompetensi, dan memiliki hasrat kuat untuk terus memperbaiki diri, perubahan kurikulum akan bertransformasi menjadi peluang pembelajaran yang menyegarkan, bukan lagi ancaman yang menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun