Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangis di Balik Lintasan

27 November 2024   07:23 Diperbarui: 27 November 2024   07:32 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ia melintasi garis itu, stadion pecah oleh sorak-sorai. Aku melihat papan skor: Haikal menang. Juara pertama.

Aku terpaku. Baru kali ini, setelah bertahun-tahun mendampingi siswa di berbagai kompetisi, aku merasakan gelombang emosi yang begitu kuat. Air mata mengalir tanpa bisa kutahan. Di sebelahku, Yupi menepuk bahuku, matanya pun basah.

"Abdi, perjuangan kita nggak sia-sia," katanya lirih.

Aku mengangguk, tak mampu berkata-kata. Di lintasan, Haikal berlutut, tangannya mengepal ke udara. Aku tahu, itu adalah tangisan kemenangan, tangisan seorang anak yang telah melampaui batas dirinya.

Setelah penyerahan medali, Haikal berjalan tertatih ke arah kami. Aku menyambutnya dengan pelukan erat.

"Pak, saya berhasil," katanya dengan suara bergetar. "Terima kasih sudah percaya sama saya."

"Haikal, ini bukan cuma soal kepercayaan kami," balasku. "Ini tentang kamu yang percaya pada dirimu sendiri. Kamu yang luar biasa."

Di belakangku, Yupi tersenyum lebar. "Kamu buktikan pada dunia, Haikal. Cedera nggak bisa menghalangi tekad yang kuat."

Malam itu, kami duduk di kamar hotel, menatap medali emas yang kini tergantung di leher Haikal. Ada keheningan di antara kami, tapi keheningan yang penuh makna. Aku merasa, perjuangan kami semua---dari cedera, rasa cemas, hingga detik-detik menegangkan di lintasan---telah terbayar dengan pelajaran hidup yang begitu berharga.

Dalam hati, aku merenung. Hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi rintangan, bukan menghindarinya. Dari Haikal, aku belajar bahwa keberanian tidak berarti tanpa rasa takut, melainkan tentang melangkah meski ada rasa takut itu.

Aku memandang Haikal yang kini tertidur kelelahan, medali emasnya masih menggantung di leher.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun