Suatu malam di taman sebuah kota. Dua insan berbincang dibawah temaram lampu mercury.
Sang pria memulai pembicaraan.
+[sambil memandang lekat sang perempuan] “maaf, ku ajak engkau kesini, tapi lumayan jauh kan dari rumah?Sebentar saja tak apa kan? Aku kangen...”
- [tengok kanan, kiri dan belakang lantas senyum kecut pandang si pria] “gila, ini masih dekat tempat tinggalku, bagaimana kalau ada orang yang mengenaliku? Kalau saja tak ku buka e-mail aku tak bakalan menemuimu..”
- [memandang lekat si pria dengan mata berkaca hampir berair lantas peluk pria] “kau semakin kurus saja demon, sudah kau baca e-mailku? Ku harap kau lupakan aku demon, sebisa mungkin, karena aku disini mati-matian melupakanmu..” [ lantas pecahlah tangisnya.]
+ [peluk perempuan dan berkata terbata-bata] “bagaimana bisa aku lupakan kamu.. nyai, kau bunuh saja aku sekalian, karena kehilanganmu saja sudah hampir membunuhku.. kau pun jadi kurus begini nyai.. bahagiakah kau dengan suamimu..?”
+ [pelukan tambah erat sesekali cium kepalanya] “aku tak sanggup lama dan jauh darimu nyai.. kalau kau mau kita kabur saja.. sejauhnya, bawa anak kecilmu, bukankah kau bilang ia anak kita nyi? Itu pun kalau kau mau, aku tak akan memaksa, tetapi aku siap jika kau ingin pergi sejauh mungkin. “..tinggalkan kemunafikan dan biarlah kita menjadi bodoh saja nyi.. dari pada kita tersiksa karena berjauhan, karena statusmu pula sebagai istri orang. O.. nyai ku.. rasanya aku tak sanggup lagi.. melarung hidup tanpamu.”
-[melepas pelukan lalu menyandarkan kepala ke bahu sang pria dan menerawang] “aku harus berpikir banyak jika mau begitu.. demon, karena banyak yang harus aku korbankan,banyak orang akan bingung, banyak orang akan menilai. Dan juga bagaimana dengan nasib kedua orang tua ku yang telah renta, yang menggantungkan nasib nya padaku dan suamiku? Ini salahku sendiri..demon. seharusnya aku tak punya pikiran semacam itu jika harus mencinta, tapi kenyataan berkata lain..demon, dan kusadari itu setelah terpisah darimu, maafkan lah.”
+ [membelai-belai rambut perempuan] “aku pun harus bisa menyadari, seperti dirimu nyai.. bahwasannya cinta tak selalu berjodoh, bahwa jodoh tak selalu berawal dari cinta. Dan aku pun kan berusaha melupakanmu nyai, sekalipun itu tak akan mungkin.”
+ [beranjak dari tempat duduk dan menerawang] “baiklah, sekarang aku akan pulang..nyai, mengarungi lautan lagi, mendaki beberapa bukit, dan takan kunjumpai lagi dirimu .”
Lantas mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kalinya dan berpisah di persimpangan jalan. Gerimis turun, langit pun berkerejap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H