[caption id="attachment_392443" align="aligncenter" width="494" caption="Dok Pribadi"][/caption]
Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, khususnya Yogyakarta, ada prosesi Seserahan. Prosesi ini dilakukan sebelum acara Midodareni (sebelum nikah). Seserahan merupakan simbol bahwa calon mempelai lelaki sanggup dan mampu menafkahi dan bertanggung jawab secara materi terhadap calon mempelai perempuan. Seserahan ini akan diberikan oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita dan keluarganya. Bentuk seserahan ini (atau disebut hantaran) berisi macam-macam kebutuhan pokok. Diantaranya adalah :Â Â Â 1. Seperangkat pakaian (baju pengantin, kain, sendal, sepatu, dll)
2. Berbagai alat pemercantik wanita (makeup, asesoris, tas, dll)
3. Perhiasan dan uang (sesuai kemampuan pihak laki-laki, biasanya nilai uang disebut dalam lembar, misalnya 10 lembar, 20 lembar, dst)
4. Kebutuhan pokok (beras, gula, teh, dsb)
5. Oleh-oleh (jajan pasar, kue, buah2an, dsb)
6. Bombongan (ayam jantan pilihan, yang sehat kuat dan kokoh)
7. Pesing (kain jarik, biasanya dipersembahkan khusus untuk nenek si calon pengantin wanita)
Prosesi ini diberikan oleh pengantin pria dan disampaikan melalui perwakilan, biasanya tokoh masyarakat di tempat tinggalnya, yang intinya meminta ijin meminang calon pengantin wanita dan menyerahkan si calon pengantin pria untuk dinikahkan oleh pihak keluarga calon pengantin wanita. Lalu disambut oleh perwakilan calon pengantin wanita. Acara ini disebut Srah Panampi. Atau serah terima dalam bahasa Indonesia.
Lalu prosesi berikutnya adalah penyerahan simbolik dari keluarga pengantin laki-laki kepada keluarga calon pengantin wanita. Dan dilanjutkan dengan memanggil calon pengantin wanita untuk diperkenalkan kepada sanak keluarga calon pengantin lelaki dan para tamu yang diajak serta. Dalam acara ini dibarengi dengan makan makanan ringan dengan saling mengobrol perkenalan diri diselingi sendau gurau yang memecahkan suasana menjadi akrab.
Setelah semua selesai biasanya para pengantar keluarga memohon ijin pulang dan disertai candaan dengan meninggalkan calon pengantin laki-laki sendirian di keluarga calon pengantin wanita. "Loh, sampeyan rasah melu bali, wong wes dipasrahke mrene kok malah arep melu mulih meneh" - (Lah, kamu jangan ikut pulang, kan kamu sudah diserahkan menjadi keluarga disini, kok malah mau pulang lagi).