Mohon tunggu...
Rijal  Ashari
Rijal Ashari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Budaya Kekinian vs Budaya Leluhur

7 Oktober 2016   17:32 Diperbarui: 11 Oktober 2016   19:32 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Era global saat sekarang nampaknya tak hanya di gebu-gebukan oleh perkembangan Sains dan Teknologi. Namun, hampir seluruh aspek kehidupan lainnya turut ambil bagian berlomba-lomba menuju barisan depan, terlebih sejak era pasar bebas kian diterapkan berbagai belahan dunia. 

Salah satunya Tren Fashion. Fashion saat sekarang telah menjadi budaya massal di zaman serba modern ini. Bukan lagi hal yang tabu, apalagi menjadi rahasia umum. Tren Fashion menjadi milik semua orang, semua orang bebas mengekspresikan diri dan jiwanya lewat Tren Fashion tanpa perlu takut terjerat pasal.

Di awal abad 21 sekarang, Berbagai istilah pun bermunculan untuk mendukung laju perkembangan bebas tersebut. Di Indonesia sendiri munculah kata-kata “Kekinian”. Kata-kata demikian kian populer saat sejumlah kaum muda menggunakannya untuk mewakili keadaan yang baru dialami atau digunakan. Jika menengok ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kekinian berasal dari induk kata ´kini´ yang berarti pada waktu ini, kemudian mendapat imbuhan (ke-) dan (-an) menjadi kekinian, yang berarti keadaan kini atau sekarang. Olehnya jika di hubungkan dengan perilaku manusia berarti tren kekinian adalah keadaan yang mengikuti perubahan jaman, baik dari segi fashion, teknologi maupun kebiasaan sehari-hari.

Menurut data yang dihimpun oleh Unicef dengan Kementrian Komunikasi dan Informasi, memperlihatkan bahwa dari 75 juta pengguna internet di Indonesia tak kurang dari 30 Juta diantaranya adalah pengguna remaja, itu berarti hampir setengahnya komsumsi internet di kuasai golongan tersebut. Ini memberi sedikit paradoks bahwa salah satu pemicu utama berkembanganya tren kekinian adalah dengan adanya akses internet.

Bebasnya akses untuk melihat dunia luar, tentu bukan lagi hal yang jamak jika akan ada dampak negatif yang ditimbulkan. Rupanya budaya ini sejalan dengan perkembangan informasi yang sangat cepat. Olehnya tak bisa dipungkiri, budaya barat atau asing sangat cepat merambah di kalangan pengguna internet di Indonesia, sebagai negara dengan penganut muslim terbesar di dunia, tentunya budaya barat ini tak sejalan dengan harapan segenap bangsa. Namun apa daya kecanggihan internet nampaknya membunuh harapan itu. bahkan di Indonesia ini telah banyak ketakutan terhadap budaya Westernisasi, atau bentuk pemujaan terhadap budaya barat yang berlebihan.

Seperti yang saya kutip dari salah satu ceramah seorang Ustad mengatakan, “Pakaian generasi mudah sekarang ini semakin memprihatinkan, kain baju yang menutupi bagian tubuh atas semakin turun, sedangkan yang menutupi bagian tubuh paling bawah semakin di naikkan”. Memang tidak salah tetapi mungkin itu hanya berlaku bagi kaum perempuan. Untuk laki-laki sendiri tak banyak mengalami perubahan dalam penampilannya. Masi dengan gaya rambut yang rapi, apalagi semenjak mewabahnya tren Barber Shop, yang semakin memanjakan penampilan rambut para kaum lelaki menjadi tampak rapi  dan Elegant.

Anehnya, di beberapa golongan masyarakat, justru jika tidak mengikuti tren fashion yang kebanyakan berkiblat ke barat, malah di sebut ketinggalan jaman dan tidak mengikuti berkembangan zaman. Nah inilah merupakan asumsi yang menurut saya salah, “jika harus berkembang masa kita harus mengikuti gaya barat, sementara perkembangan dunia dan teknologi tidak hanya berkembang di barat, di Indonesia pun juga turut berkembang. Jadi so….? What is your choice.”

Setiap promosi iklan pariwisata, selalu digebu-gebukan istilah “Indonesia Kaya Akan Budayanya”. Iya memang benar adanya

Setidaknya lebih dari 20 puluh suku di Indonesia serta lebih dari 100 kebudayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tetapi yang menjadi permasalahan dan sangat disayangkan, seiring dengan perkembangan zaman, banyak budaya mulai dilupakan. Banyak dari warga Indonesia yang menurut dirinya hidup di zaman modern tak lagi mengenal budayanya. Sehingga tak di pungkiri jika banyak budaya kita di curi oleh negara lain, utamanya negara-negara tetangga.

Sementara di lain sisi, kasus yang kontroversial pun terjadi ketika salah satu rombongan Jamaah Haji dari salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan, Sidenreng Rappang, merayakan kepulangannya dari Baitullah dengan mengenakan pakaian yang menurut sebagian orang adalah sesuatu yang lucu dan bahkan menjadi bahan cemohan dan tawaan bagi para netizen. Hal ini kemudian sangat menjadi Viral ketika banyak media memberitakan hal tersebut. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pakaian tersebut jika di hubungkan dengan tuntutan berpakaian yang islami, pakaiannya tertutup dan juga telah menjadi budaya leluhur atau ciri khas daerah tersebut. Ini adalah persoalan budaya dan tradisi, "Bukanka dengan menghargai budaya bangsa itu akan semakin maju"?

Pakaian tersebut memang telah disiapkan sebelum pemberangkatan ke tanah suci, namun baru akan dikenakan setelah tiba kembali di tanah air. Pakaian yang mereka kenakan merupakan salah satu ciri pakaian adat Bugis yang biasa di sebut Talulung dan Sarampa.

Tamu-tamu mulia Allah ini saya rasa tak punya niat lain kecuali hanya untuk meluapkan kegembiraan mereka selepas berhaji dan kembali selamat ke tanah air. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, di saat mereka menyambut kegembiraan itu, justru kekejaman social media yang membebaskan untuk berkomentar apapun, justru menghakimi mereka dengan cemoohan. 

“Terlalu berlebihan, Ledasyeng…elo maneng yaseng.. pake maneng ulawemmu..norak…” komentar salah satu netizen yang mengomentari dalam bahasa Bugis yang menurutnya hanya ingin pamer dan norak. Komentar lain juga mengatakan itu hanya seperti orang gila, “gilani koyok opo aenotak bgt kayak wong edan ayarang bukane cantik mlh kyk orang gila,” kata Netizen lain. Namuntaka sedikit yang membelah seperti komentar ini, “Tdk baik menghina seperti itu. mereka2 hanya ikut tradisi aja turun temurun. Tugas andalah yang mengerti dan menjelaskan tuntunan sebenarnya.”  Jika nilai budaya saja telah di celah maka kemana lagi bangsa ini mencari kekayaan kedepannya, jika budaya sudah ditinggalkan maka siapa lagi yang akan membuktikan jika negara ini adalah kaya dengan budayanya. Pantaslah budaya kita seringkali di klaim negara lain karena pengahargaan di negara sendiri sudah berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun