Mohon tunggu...
Moh JalilIhsan
Moh JalilIhsan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernah Nakal vs Baru Nakal

30 Mei 2017   22:18 Diperbarui: 30 Mei 2017   22:31 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada era kontemporer ini, sepertinya penyimpangan-penyimpangan sosial bukan lagi suatu kesenjangan di benak para pemuda. Penyimpangan sudah menjadi hal yang biasa bahkan seolah-olah menjadi hiasan dalam dunia mereka. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah mereka melakukannya di tengah-tengah keramaian publik. Terlalu sering kita dengar di berbagai media sosial tentang perbuatan-perbuatan tidak etis para remaja. Hal itu yang terkadang membuat masyarakat luas hilang harapan, bahkan dihantui dengan kekecewaan. Melihat anak bangsa yang tidak lagi peduli dengan negeri ini, tidak lagi peduli dengan potensi dirinya dalam mengisi kemerdekaan ini.

Pada saat saya masih kecil, saya melihat para remaja masih sembunyi-sembunyi dalam melakukan perbuatan menyimpang, seperti pacaran, miras, dll, itu semua dilakukan di tempat yang sangat tersembunyi dan oleh sekelompok kecil saja, kasarannya mereka masih mempunyai rasa malu. Namun yang terjadi saat ini sungguh berbeda jauh, mereka melakukannya secara terang-terangan dan dilakuakannya secara berkelompok dengan kuantitas yang lumayan besar, hal ini yang saya sebut dengan istilah “penyimpangan berjamaah”.

Dalam perjalanan hidup, saya mempunyai banyak teman yang mempunyai kepribadian yang sangat beragam, sesuai dengan luasnya dimensi kehidupan. Mereka mempunyai kisah hidup yang berbeda satu sama lain. Di antara mereka ada yang hidupnya lurus-lurus saja dalam artian tidak pernah nakal, ada juga yang sudah pernah nakal dan sekarang jadi baik, namun ada juga yang masih otwnakal (masih/baru nakal maksudnya).

            Suatu ketika saya pernah berbincang-bincang dengan orang yang umurnya sudah di atas saya. Dia banyak bercerita tentang perjalanan hidupnya mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dan sampai saat ini. Betapa banyak kenakalan-kenakalan yang pernah dia lakukan di masa lampau. Hingga dia bisa berubah menjadi baik seperti kondisi saat ini. Saya sangat suka mendengar cerita itu, cerita seseorang yang pernah nakal bukan orang yang baru nakal. Hal yang menarik bagi saya adalah bukan kenakalannya, tapi bagaimana dia bisa merubah dirinya ke yang lebih baik.

            Jika ada seseorang yang menyadari bahwa nakal itu hanyalah sifat sementara yang harus kita rubah, lalu mengapa masih ada di antara kita yang dengan bangga hati memproklamasikan kenakalan dengan bentuk-bentuk penyimpangan di hadapan publik, seperti balapan liar, tawuran, pesta miras, seks, dan sebagainya.

            Kenakalan di masa kecil kadang membuat orang-orang tertawa (terhibur) karena memaklumi. Namun, nakal di masa dewasa bukanlah suatu hal yang menarik lagi di khalayak umum.

            Wahai teman-teman yang masih baru berlagak nakal, sadarlah bahwa kenakalan kalian tidak lagi lucu sebagaimana masa kecil kalian, kenakalan kalian adalah suatu kehinaan dan suatu kebodohan yang secara sadar telah kalian publikasikan.

            Wahai para pemuda-pemudi bangsa, kalian adalah pondasi negeri ini, kalian yang akan mengisi kemerdekaan ini. Sadarlah..., bahwa di tangan kalianlah nasib negeri tercinta ini. Bangkitlah dan bergeraklah..., karya kalian kami tunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun