Perjalanan kami kali ini terbilang unik dari perjalanan-perjalanan sebelumnya, susur gua. Seram? Ngeri? Takut? Tidak dong, karena kami mengemasnya dalam #FunCaving, caving yang ringan, caving yang santai, caving untuk senang-senang, begitulah gambarannya. Sabtu 20 Oktober 2012, setelah seminggu sebelumnya berkoordinasi dengan teman-teman yang akan ikut dalam trip ini via twitter, akhirnya kami berkumpul di tepi danau UNHAS yang kami sepakati sebagai meeting point. Pukul 16.45 kami awali perjalanan dengan briefing kecil-kecilan yang di pimpin oleh @rerealfareezy yang selanjutnya menitipkan tanggung jawab perjalanan ini kepada Trip Manger @ucokgibran, dialah yang nantinya akan menyusun itinerary dan segala kebutuhan tim selam perjalanan. Setelah briefing, tepat pukul 17.00 perjalanan kami mulai, 25 orang peserta yang mengendarai 18 buah kendaraan roda dua saling beriringan membelah jalan Perintis Kemerdekaan menuju ke arah timur kota. Sementara itu, sejak pukul 14.00 rombongan pertama sudah jalan lebih dulu yang terdiri dari tiga orang peserta yang bersepeda, mereka adalah @vbyutami @iQko_ dan @lelakibugis teman-teman dari komunitas blogger Anging Mammiri Makassar. Di perjalanan menuju kota Maros, sekali-sekali kami memperhatikan tepi jalan, berharap akan bertemu dengan rombongan sepeda yang sedang beristirahat, tapi sampai di kota Maros, bahkan sampai di tempat kami shalat maghrib di Pakalli belum juga menjumpai mereka. Akhirnya sekitar 500 meter sebelum tiba di meeting point di Taddeang kami sudah melihat mereka di tepi jalan, dengan wajah yang sangat semangat, menyembunyikan lelah yang pasti sangat terasa.
Ritual Wajib (foto: @rerealfareezy)
Sekitar satu jam kami habiskan waktu di salah satu warung makan yang jadi meeting point, ada yang makan malam dengan mie instant siram, ada yang minum kopi, ada yang sekedar ngobrol dengan teman-teman yang lain dan sebagian ada yang mempersiapkan barang bawaan, senter dan headlamp. Setelah semua beres, kami berkumpul lagi untuk sama-sama menuju ke camp area, total saat itu ada 30 orang yang sudah bergabung, dan dari 30 itu hanya 2 diantaranya yang berjenis kelamin perempuan. Dengan beberapa pertimbangan #TM @ucokgibran memilih camping di mulut gua Saripa, salah satunya mengantisipasi hujan malam ini, maklum tenda yang kami bawa tidak sebanding dengan jumlah peserta. Satu persatu kami mulai beranjak menyusuri jalan-jalan kecil diantara rumah penduduk. Sekitar 30 meter perjalanan dari jalan raya, kondisi jalan mulai menanjak dengan kemiringan hampir 50 derajat. Meski hanya beberapa meter, tapi trekking dengan kemiringan 50 derajat cukup membuat nafas kami tidak karuan, sampai-sampai beberapa diantara peserta (saya salah satunya) harus singgah sejenak sekedar untuk mengatur nafas. Sampai di mulut gua, kami langsung mencari posisi yang nyaman, karena tidak semua lantai mulut gua ini rata, sebagian besar diantaranya miring dan berbatu. Mulut gua Saripa berbentuk sebuah aula besar dengan dinding batu yang kokoh mengelilingi hampir 90%, hanya pintu di sisi selatan dan sebuah “ventilasi” di sisi barat daya yang terbuka, selebihnya tertutup oleh dinding batu, sangat pas buat camp. Area mulut gua Saripa membentuk sebuah lingkaran dengan diameter sekitar 25 meter, kemiringan dan tingkat ketinggiannya bervariasi. Hanya ada 4 buah tenda yang bisa berdiri di aerea ini, itupun dengan kondisi yang agak sedikit miring, yang lain hanya menggelar matras atau menggantung hammock.
Aktifitas Malam Teman-teman di Mulut Gua Saripa (foto: @rerealfareezy)
Setelah masing-masing menemukan posisi yang nyaman, kami berkumpul di salah satu sudut gua, tepatnya di dasar lantai gua yang terbentuk dari aliran air saat musim hujan. Disini kami mulai berkreasi dengan ransum masing-masing, ada yang sekedar merebus air panas untuk membuat kopi, ada yang membuat pisang goreng, pisang nugget, pisang goreng caramel dan sebagainya. Nah, ada juga yang bakar jagung, kawasan Taddeang dan Samangki memang terkenal dengan jagungnya. Malam yang dingin nan indah, kami seolah tak ingin melewatkan sedetik pun moment malam di mulut gua Saripa, rasa pegal seakan tidak terasa lagi. Batang demi batang, cangkir demi cangkir kopi sudah bergiliran menemani canda tawa teman-teman. Sungguh suasana yang unik, apalagi saat melihat teman-teman buka baju sambil mengelilingi api unggun untuk bakar jagung, benar-benar “manusia gua” :) Malam kami sedikit terusik dengan suara-suara berisik adik-adik dari PMR SMU Cokroaminoto yang sedang melaksanakan pengkaderan anggota baru, tengah malam mereka masuk ke dalam gua Saripa yang otomatis melewati camp kami. Tidak tanggung-tanggung, lebih 2 jam mereka beraktifitas disekitar kami, yaa sebagai kakak yang lebih tua rupanya teman-teman sadar bahwa harus bersabar dan mengalah buat yang lebih muda :) Menjelang pagi di gua Saripa, kami disambut dengan remang-remang cahaya matahari yang nampaknya masih malu-malu untuk masuk menyapa kami di dalam mulut gua Saripa. Beberapa teman-teman mulai “move on” dari pembaringan, menuruni jalan terjal menuju sungai kecil dengan air yang jernih. Setelah mengambil air wudhu, saya dan beberapa teman melaksanakan shalat shubuh pertama di gua Saripa, tenang dan dalam.. MasyaAllah.. Pukul 09.00 kami mulai persiapan untuk masuk gua, segala sesuatu kami persiapkan semaksimal mungkin, susur gua adalah trip yang penuh resiko, beda dengan trip-trip lain. Perlengkapan standar untuk masing-masing peserta adalah alat penerangan, senter dan headlamp, semua peserta sudah menyiapkannya. Karena jumlah kami yang cukup banyak, maka rombongan kami bagi dua, sebagian teman-teman menunggu di camp. Sekitar 15 orang peserta gelombang pertama mulai menyusuri celah-celah batu gua Saripa, sekitar 20 meter dari mulut gua ternyata ada aula besar dengan panjang sekitar 20 meter dan lebar antara 3 sampai 6 meter. Beberapa menit kemudian perjalanan mulai ekstrim, menuruni tebing batu, lompat di ketinggian 2 meter, lantai gua yang berlumpur, tapi stalaktit yang menggantung di atas langit-langit gua membuat mulut kami enggan mengeluh, sangat indah!!
Suasana Malam di Mulut Gua Saripa (foto: @rerealfareezy)
Di salah satu jalur, kami harus menuruni tangga bambu sedalam kurang lebih 7 meter, menuruni bamboo ini harus ekstra hati-hati, hampir semua permukaan tangga dipenuhi oleh lumpur yang pastinya sangat licin. Setelah menuruni tangga, selanjutnya kami melewati kolam air kecil sepanjang sekitar 10 meter, nah di ujung kolam kecil inilah medan yang paling ekstrim. Kami harus berenang menyusuri kolam air yang menyerupai sebuah sungai, webbing sangat berperan disini sebagai alat bantu dan penuntun. Kolam ini agak dalam, iseng saya menginjakkan kaki di dasar kolam, dalamnya sekitar 2 meter lebih dengan suhu air yang sangat dingin. Perjalanan selanjutnya, merayap diantar celah batuan yang sempit menuju sebuah aula kecil, dari tempat ini kami harus trekking dengan medan berlumpur licin setinggi kurang lebih 15 meter. Masih dengan bantuan webbing, satu persatu teman-teman mulai beranjak naik ke atas. Lumayan berat, harus menopang berat badan dengan kondisi jalan yang miring dan sangat licin. Setelah semua tib di atas, kami melanjutkan perjalanan dengan menyusuri tumpukan batu, lompat dari batu satu ke batu lainnya, sampai kami menemukan jalan yang posisinya berada dibawah kami, untuk sampai di jalur tersebut tentunya kami harus melompat, dan ternyata ini adalah jalur yang kami lewati saat masuk tadi, ujung dari aula dekat pintu masuk, artinya perjalanan sebentar lagi akan berakhir.
Susur Gua Saripa (foto: @ucokgibran)
Menyusuri aula gua, di ujung lorong kecil teman-teman rombongan kedua sudah menunggu dan siap-siap untuk penyusuran selanjutnya. Setelah istirahat sejenak di camp, saya dan beberapa teman kembali menuruni jalur curam di mulut gua menuju sungai kecil untuk bersih-bersih, puas dengan susur gua kali ini, sama sekali tidak ada kalimat mengeluh dari teman-teman, sungguh perjalanan yang beda dari perjalanan-perjalanan sebelumnya. Pukul 15.00 kami bersiap meninggalkan camp, kembali ke Makassar. Tapi bayangan kami masih dipenuhi dengan gua Saripa, ornament-ornamennya yang indah, stalaktit dan stalakmitnya, kolamnya, lumpurnya, dinginnya dan semua yang ada di di dalamnya, kami akan kembali.. Info tambahan: Gua Saripa, adalah satu dari sekian banyak gua yang ada di kawasan taman nasional Bantimurung-Bulusaraung, berada di koordinat 5° 02'27.60" S / 119° 42'09.72" E, di ketinggian 130 mdpl. 37 KM dari titik start kami di danau UH / 45,5 KM dari pusat kota Makassar (lapangan Karebosi) Bisa ditempuh dengan naik angkot dari lapangan Karebosi naik pete-pete Daya (kode D) Rp. 2,500 - Rp. 3,000 / Tiba di Daya sambung pete-pete ke pasar sentral Maros dengan biaya Rp. 5,000 – Rp.7,000 / Dari pasar sentral Maros naik angkot ke Taddeang dengan tarisf sekitar Rp. 10,000 By: @rerealfareezy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H