Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Diari Mengunjungi Raja...

19 Agustus 2014   17:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:09 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tuhan terlalu cepat semua

Kau panggil satu satunya yang tersisa
Proklamator tercinta

Jujur lugu dan bijaksana
Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
Rakyat Indonesia....

Bait awal lagu "Hatta' dari Iwan Fals yang dinyanyikan dua orang pengamen di dalam bis Ramayana di terminal Jombor, Jogya pagi itu membangunkanku dari lamunan. Saya baru ingat, hari Minggu ini adalah 17 Agustus, peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Tidak ada hiruk pikuk agustusan di terminal antar kota yang menghubungkan kota-kota di Jawa ke Jogyakarta pagi itu. Saya beruntung, inilah kali pertama bisa merasakan nuansa hari kemerdekaan di tanah Jawa.

Hari ini pagi-pagi pukul enam saya sudah diantar mas Aris, staf CU Cinderalaras Tumangkar, ke terminal Jombor.  Setelah selesai berbagi ilmu dan keterampilan menulis untuk 30 orang staf dari 11 credit union di bawah kordinasi Puskopdit BKCU kalimantan selama tiga hari (14-16/8) di Wisma Pojok, saya sengaja mengambil waktu sehari untuk mengunjungi Raja, anak kami yang baru sebulan sekolah di SMA Sedes Sapientiae, di Bedono, Jawa Tengah. Pelatihan menulis ini merupakan satu diantara 15 materi dalam Diklat "Pengembangan Sumber Daya Manusia"(PSDM) selama 40 hari bertempat di Wisma Pojok, Jalan Kubus, Condong Catur, Sleman, Jogya. Wisma Pojok Indah ini agak sulit dicari karena lokasinya di perkampungan. Dulunya wisma ini biara suter KFS, Sambas. Namun sejak 5 tahun lalu dijual ke seorang awam Katolik di sana seharga Rp.6,5 miliar.

Tepat pukul 06.25 bis Patas "Ramayana" berangkat menuju Semarang. Hanya setengah saja penumpangnya karena (mungkin hari libur). Karena saya belum sempat sarapan, agar maag ku tidak kambuh, saya minum air putih dan teh botol. Minuman inilah yang membawa petaka: hampri dua jam saya menahan hasrat buanga air kecil. Tidak bisa buang hajat di perjalanan karena bisa patas tidak berhenti lama di terminal bis yang dilewatinya. Ini bedanya dengan bis non-AC yang berhenti antara 10-15 menit (ngetem istilahnya) di setiap terminal bis yang dilewatinya.

Saya memilih kursi persis di belakang supir. Karena alasan keamanan dan kenyaman, pilihan kursi itu agar saya tidak kelewatan dari SMA Sedes di Bedono. Jarak Jogya-Bedono  sekitar 55 kilometer. Bedono cukup dingin karena berada di ketinggian 711 m di ataspermukaan laut; lokasi tertinggi yang dilewati oleh jalur utama yang menghubungkan Jogya- Semarang. Jalur Jogya-Bedono melewati Kabupaten Magelang. Kota kecamatan yang ramai yang dilewati antara lain  Muntilan, Secang, Tidar.

[caption id="attachment_353959" align="alignleft" width="300" caption="Jalanan di Magelang terlihat lengang (foto by edi v.petebang)"][/caption]

Di sepanjang jalan yang saya lalui suasana perayaan kemerdekaan tidak terasa. Orang-orang beraktivitas seperti biasa, seperti yang naik turun bis ini. Hanya Terlihat beberapa pentas kecil di pinggir jalan yang aka nada hiburan malamnya. Di semua kantor pemerintah dan sekolah dilaksanakan upacara bendera. Jalur yang dalam hari normal terkenal padat ini, hari itu lengang.

Tepat pukul 08.15 saya turun di dekat SMA Sedes. Karena di sekolah sedang ramai siswanya, saya turun di ujungnya, di rumah Bu Tatik. Rumah ini tempat saya menginap ketika mengantar Raja sebulan lalu. Dengan menahan malu, setelah basa-basi sedikit, saya langsung ke kamar kecil. Saya terheran karena masih tersedia aneka kue dalam stoples di rumah Bu Tatik. "Ini kelebihan lebaran lalu. Ada 20 toples kue saya yang habis,"jelas penganut Katolik ini seraya meyodorkan teh hangat dan kue-kue. Beda dengan di Pontianak, ternyata di sini, dan di Jawa umumnya, lebaran bukan hanya dirayakan kaum Muslim, tapi juga yang bukan. Lebaran menjadi momen silaturahmi warga. Warga yang bukan Muslim pun didatangi warga Muslim dan sebaliknya.

Karena perut mulai keroncongan, saya makan di rumah makan Rahayu, sekitar 150 meter dari SMA Sedes. Setelah kenyang, barulah menui Raja di sekolahnya. Ternyata Raja belum datang karena ia dan kawan-kawannya ikut upacara 17 Agustus di Kantor Desa Bedono. Setelah menunggu sekitar 20 menit, Raja pun datang. Itulah pertama kali saya lihat dia berseragam SMA. Saya lihat pinggangnya agak kebesaran.

[caption id="attachment_353960" align="alignleft" width="300" caption="Raja, setelah sebulan di asrama Sedes (foto: edi v.petebang)"]

14084380591782168278
14084380591782168278
[/caption]

Selesai Raja ganti pakaian, kami mencari warung/rumah makan setelah sebelumnya belanja kebutuhan pribadi Raja di sebuah minimarket. Saya senang melihat Raja dan temannya lahap menyantap hidangan ayam goreng. Beda dengan asrama kami dulu yang bernasikan bulgur, "enak pa makan di asrama,"kisah Raja tentang menu makan mereka di Asrama Sedes.

Saya senang karena Raja merasa betah di asrama. Apalagi ia dipilih kawan-kawan asramanya sebagai ketua angkatan 2014. "Dik Raja aktif di kegiatan sekolah, Pak,"jelas Pak Ario, pembina asramanya.  Hari sebelumnya, 16 Agustus, SMA Sedes merayakan 25 tahun berkarya. Raja salah seorang pengisi acaranya. Ia memainkan gitar sape' mengiring nyayian lagu daerah. Agustusan ini ia juga menjadi anggota paduan suara sekolanya.

Setelah bersama sekitar dua jam, karena Raja akan latihan paduan suara dan saya pun harus pulang ke Jogya, kami pun berpisah. Semoga ciuman hangat saya di keningnya memberi semangatnya untuk belajar banyak hal dan mengembangkan dirinya di rantau..

Celana melorot sampai pengamen minta susu...

Setelah menunggu sekitar setengah jam, saya naik bis pulang ke Jogya. Kali ini dapat bis non ac; sesuai saran penjual di warung agar naik bis apa saja yang paling cepat dapat. Bis disesaki penumpang dengan aneka bau badan dan macam-macam bawaan; bahkan ada yang membawa ayam jago.

[caption id="attachment_353962" align="alignleft" width="300" caption="Persawahan di tepi jalan Jogya-Bedono"]

1408438175407521990
1408438175407521990
[/caption]

Meski menyesakkan, naik bis ini membawa banyak kisah: ada suka dan keprihatinan. Setelah berdiri sekitar setengah jam, saya mendapat tempat duduk dekat jendela. Sepanjang jalan berjejer rumah penduduk dengan latar belakang hutan buatan. Yakni pohon sengon, jati, bambu. Beda sekali dengan pohon di Kalimantan.  Di beberapa tempat terlihat sawah terasering.

Naik bis non ac ini menjadi lebih lama dibanding bis patas ac karena sering berhenti. Bahkan di setiap terminal berhenti (ngetem) mencari penumpang antara 10-15 menit. Di terminal Tidar, ada pemandangan lucu. Karena bis ngetem, seorang ibu yang turun bis untuk membeli es, melorot celana panjangnya sampai ke tanah. Rupanya ia lupa memasang kancing celananya ketika turun. Kejadian ini sedikit menghilangkan pusingnya kepala.

Ketika bis mulai berjalan, dari kursi belakang saya dengar ada suara mirip Atiek CB. Ternyata ada pengamen wanita yang berdandan dan bernyanyi meniru suara Atiek CB diiringi gitar dari seorang pria temannya.

[caption id="attachment_353964" align="alignleft" width="300" caption="Pengemis tuna rungu di term.Magelang (foto: edi v.petebang)"]

14084385021385756765
14084385021385756765
[/caption]

Di terminal Magelang, karena ngetemnya cukup lama, ada banyak jenis pedagang asongan, pengamen dan pengemis yang masuk bis. Yang menarik perhatian saya adalah lelaki pengemis buta yang diiringi perempuan (mungkin isterinya).

Di Muntilan, bis melalui pasar rakyat yang menjual aneka macam produk di pinggir jalan. Di tepi jalan raya Muntilan kita bisa saksikan banyak beragam jenis, bentuk dan ukuran patung dari batu yang dijual.

Di ujung Magelang ketika bis berhenti, masuk dua orang pengemis perempuan setengah baya. Mereka membagikan amplop kecil bertuliskan "mohon bantu untuk membeli susu anak kami". Selesai menyanyi, amplop-amplop tersebut dikumpulkan kembali. Ini model ngamen yang baru pertama kali saya temui. Saya sempatkan memfoto tulisannya dengan hp. Ada-ada saja cara orang mencari uang...

[caption id="attachment_353965" align="alignleft" width="300" caption="Cara kreatif pengamen..(foto:edi v.petebang)"]

14084387531050152065
14084387531050152065
[/caption]

Sesampai di tengah kota Magelang, bis ngetem di dekat carefour. Di tiang listrik di pinggir jalan saya lihat tiga orang pengamen berbagi saling menghisap setengah batang rokok setelah turun dari ngamen di bis.

Sekitar pukul tiga sore, sekita 2,5 jam perjalanan, bisa sampai di dekat terminal Jombor. Sebagian besar penumpang turun dan sebagian lagi melanjutkan perjalanan entah kemana. Karena tidak terburu-buru, saya menikmati bakso di warung terminal Jombor ini. Dari terminal Jombor, naik Trans Jogya ke shutle di terminal Condong Catur.

Di terminal Condong Catur pukul empat sore mulai sepi. Kalau malam di sekitar terminal ini banyak digelar warung lesehan. Saya sempatkan keliling-keliling sekitar terminal sekalian menunggu jemputan Mas Aris dari Wisma Pojok.

Dari Condong Catur, saya dibawa Mas Aris ke kantor (mereka menamakannya padepokan) CU Cindelaras Tumangkar. Kantornya asri, tidak terkesan kantor formal. Di kantor dua lantai ini manajer dan staf dalam satu ruangan yang sama.

Perjalanan hari ini diakhiri dengan menyantap hidangan ikan patin dimasak dalam bambu di salah satu restoran di jalan Kaliurang. Meski agak pedas, hidangan di depi kolam ikan ini menutup hari perayaan kemerdekaan saya.

Dirgahayu kemerdekaan Indonesia..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun