Mohon tunggu...
Yusuf Tantowi
Yusuf Tantowi Mohon Tunggu... -

Menulis untuk Berkarya. Berpikir untuk Bertindak. Berbagi untuk Sesama. \r\n\r\nBuka http://yusuftantowi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjual (Promosi) Lombok Melalui Buku

30 Mei 2012   10:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:36 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13383728101136421442

Dua minggu yang lalu saya kembali datang ke Bandara Internasional Lombok (BIL) Tanak Awu. Saya dan dua orang teman akan menuju Bandung untuk menghadiri sebuah acara. Sebelum masuk keruang tunggu, saya mampir dulu ketoko buku berbahasa Inggris, Periplus.

Saya berpikir, lebih baik lama-lama ditoko buku ketimbang momot meco (diam) diruang tunggu. Dengan masuk ditoko buku, minimal saya tahu trend buku yang sudah terbit. Saya ingin masuk keruang tunggu kalau ada pengumuman keberangkatan pesawat dari petugas.

Satu-satunya toko buku di BIL ya Periplus – sebuah jaringan toko buku berbahasa Inggris yang selalu nongol disetiap bandara internasional. Toko buku ini memang khusus menjual buku, novel, majalah, marcindest dan panduan perjalanan berbahasa Inggris. Target pembeli mereka tentunya turis mancanegara.

Setelah sekian lama melihat judul-judul buku yang dipajang dirak, saya tidak menemukan satu judul buku pun yang berbahasa Indonesia. Apa lagi buku tentang Lombok. Kalau pun ada tertera kata Lombok di cover buku, judulnya disandingan dengan Bali atau NTT. Dalam pencaharian beberapa menit itu, saya tidak menemukan Lombok tersaji dalam bentuk buku.

Saya justru menemukan belasan judul buku berbahasa Inggris yang secara khusus mengulas Bali. Mulai dari buku fiksi sampai non fiksi. Tak ketinggalan juga majalah dan panduan perjalanan yang mengulas Bali dalam berbagai segi. Semuanya ditulis dengan bahasa yang apik dan dengan kertas yang luks oleh orang bule. Ini menunjukkan ketertarikan yang luar biasa para penulis asing tentang Bali.

Disana saya juga menemukan beberapa bule yang sedang memilih buku untuk dibawa pulang kenegaranya sebagai oleh-oleh. Mungkin juga sebagai bahan bacaan selama diperjalanan. Kalau itu dijadikan oleh-oleh, maka sahabat dan keluarga mereka dinegaranya bisa membacanya. Begitu juga kalau dijadikan bahan bacaan diperjalanan, maka kesan mereka tentang Bali akan semakin kuat.

Saya berpikir, apa Lombok tidak menarek untuk ditulis? Apa Lombok tidak laku untuk dijual? Apa keindahan alam Lombok kurang indah untuk diceritakan melalui buku? Apa tidak ada penulis luar yang pernah datang ke Lombok sehingga tidak ada yang menulis?

Di lain sisi saya juga berpikir, betapa hebatnya Bali dimata bule sehingga ia bisa ‘memaksa’ mereka untuk menulisnya dari berbagai segi. Dengan menulis Bali, para bule itu bukan hanya datang menikmati keindahan dan kekhasan budaya Bali tapi juga menulis sesuatu yang berkesan tentang Bali. Karya-karya mereka itu tentu sangat baik bagi pencitraan Bali. Dan terasa aneh, turis yang berkunjung ke Lombok tidak membeli buku tentang Lombok tapi membeli buku (oleh-oleh) tentang Bali.

Saya tidak ingin membangun persepsi yang negatif atas kehadiran buku-buku Bali di BIL. Saya justru ingin membandingkan dan mengajak kita memetik pelajaran dari cara Bali menjual periwisatanya. Apa lagi, kemajuan pariwisata Bali langsung atau tidak memiliki kontribusi terhadap kemajuan sector pariwisata Lombok. Buktinya, kalau pariwisata Bali sepi, Lombok juga akan sepi.

Untuk itu tulisan ini hanya ingin sharing cerita dan pendapat tentang satu hal yang luput dari pandangan umum termasuk oleh para pembuat kebijakan (polece) dalam industri pariwisata. Meski bagi orang, masalah ini kecil dan sederhana namun memberikan dampak bagi masa depan pariwisata kita.

Bagi saya kehadiran toko buku Periplus di BIL memberikan inspirasi dan pemikiran untuk mengembangkan pariwisata Lombok. Terserah, apakah ini kita anggap kelemahan atau peluang. Yang pasti, cara kita melihat masalah dan menangkap peluang sangat menentukan masa depan kita kedepan termasuk dalam mengembangkan pariwisata.

Pertama, promosi gratis. Kehadiran buku-buku tentang Bali ditoko buku Periplus merupakan promosi gratis bagi industri pariwisata Bali. Dengan kehadiran toko tersebut di BIL, pemerintah daerah Bali sangat diuntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk mempromosikan daerahnya kepada turis yang belum datang ke Bali.

Cerita dan kindahan alam Bali yang dikemas dalam bentuk buku oleh para penulis bule itu menjadi salah satu buktinya. Buku itu kemudian dibeli lalu dibawa pulang kekampung halaman mereka sebagai oleh-oleh. Setelah dibaca oleh keluarga, teman mereka yang lain–dengan sendirinya akan tertarek untuk datang ke Bali. Ini namanya dampak berantai.

Kedua, peran penulis. Disinilah sebenarnya pentingnya kehadiran seorang penulis dalam berperan memajukan sector periwisata. Seorang penulis termasuk wartawan memiliki peran yang sangat besar untuk menjual dan mempromosikan sebuah objek periwisata kepada pembaca dimancanegara.

Contoh lain misalnya, seorang peneliti akan tertarek meneliti sebuah daerah setelah ia membaca referensi atau buku yang mengulas sebuah daerah. Ia tidak mungkin akan tahu, apa lagi tertarek kalau ia tidak tahu informasi akan daerah yang akan ia teliti. Selama ini para peneliti yang datang ke Lombok mengakui sangat terbatas mendapatkan informasi dari buku.

Untuk itu kolaborasi dan kerjasama antara penulis, wartawan dengan pengelola industry pariwisata sangat menentukan kemajuan pariwisata. Inilah yang sering kali diabaikan oleh pemerintah daerah. Pemda kurang apresiatif dengan para penulis local.

Bila kita belum bisa mengundang para penulis dari luar (mancanegara), pilihannya merangkul para penulis local untuk menulis sebanyak mugkin tentang diri dan daerahnya. Dengan begitu ada kerjasama yang baik antara Pemda dan para penulis untuk sama-sama membangun citra yang baik terhadap industry pariwisata Lombok.

Dalam hal ini Bali misalnya punya Ubud Writers and Readers Festival (UWRF)–sebuah program temu penulis dari berbagai belahan dunia yang digagas oleh Janet de Neefe-perempuan asal Australia. Lalu ada novel Eat.Fray.Love karya Elizabeth Gilber asal Amerikayang kemudian difilmkan yang dibintangi oleh bintang film Holliwood, Julia Robert. Orang Bali tentu sadar dampak dari UWRF dan novel Gilbert sangat berjasa memperkenalkan Bali keturis mancanegara.

Ketiga, strategi pemasaran. Pemerintah daerah masih suka menggunakan promosi dengan pendakatan konvensional dengan cara datang melakukan penjualan langsung keluar negeri. Entah itu melalui pameran (exspo) atau presentasi kepada agen pariwisata. Cara seperti ini sebenarnya tidak salah, cuman akan menelan anggaran yang cukup besar.

Namun cara seperti ini sering dimemanfaatkan oleh oknum instansi yang diberikan kewenangan untuk mengelola sector pariwisata didaerah agar bisa jalan-jalan gratis keluar negeri dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pada hal hasilnya tidak maksimal.

Pada hal dengan merangkul para penulis, tidak akan menelan dana yang besar. Dengan melakukan kolaborasi itu banyak pihak merasa dilibatkan dan diajak untuk berpikir bersama memajukan pariwisata. Dan disini kalangan swasta sangat terbuka untuk diajak kerjasama. Bukankah cara ini sangat kreatif dan tidak memboroskan keuangan daerah.

Keempat, BIL pintu masuk-keluar wisatawan. Kehadiran BIL harus dimanfaatkan sebagai halaman utama dalam menyajikan citra pariwisata Lombok yang indah dan ramah terhadap wisatawan. Sebagai pintu masuk sekaligus keluar mestinya BIL dijadikan tempat untuk memajang destinasi-destinasi pavorit unggulan NTB. Hampir belum ada baliho atau ornament yang mengambarkan keindahan alam dan budaya Lombok dipajang di BIL. Yang banyak justru dipajang dijalan-jalan Mataram. Ruang yang ada di BIL masih dibiarkan kosong ditumbuhi rumput. Kita lupa, bukankah kesan orang akan terbentuk ketika pertama datang dan pulang.

Kelima, strategiberjamaah.Mengembangkan sector pariwisata tentu tidak bisa hanya dilakukan oleh Dinas Pariwisata (Dispar) NTB dan Badan Pengelola Pariwisata Daerah (BPPD) NTBsaja. Sector ini akan maju manakala dikembangkan secara berjamaah (berkolaborasi) antara banyak pihak antara masyarakat, pemerintah dan swasta. Disinilah peran pemerintah untuk membangun sinergi agar semua jamaah bisa berperan dibidang masing-masing untuk memberikan kontribusi memajukan sector andalan devisa daerah ini.

Belum percaya, baca juga tulisan saya dimedia ini “Menggaet Wisatawan Dengan Novel terbit,Sabtu (7/5) 2011. Demikian sumbang saran saya dan kritik saya, semoga bisa memercikkan harapan serta menularkan manfaat sehingga kita lebih optimis dalam mengelola dan memajukan industry pariwisata Lombok dan NTB. **

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun