Mohon tunggu...
Dede Jalaludin
Dede Jalaludin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penyuka sastra dan aktif dalam menulis karya sastra berupa syair-syair puisi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi Gadged

10 November 2014   15:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:10 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Makna kasih sayang yang saya ketahui yaitu berupa ungkapan dan sentuhan yang diberikan kepada orang yang di sayangi, dicintai dan di kasihi. Namun, makna itu sudah berubah. Bagaimana bisa saya berfikir begitu?

Karena apa yang saya fahami kini telah berbeda arti tentang ungkapan dan setuhan (pelukan). Yang mestinya ungkapan dan pelukan itu di berikan untuk orang tua, istri dan anak kini telah beralih ke yang namanya gadged.

Contoh kecilnya, ketika orangtua, maupun anak bangun dari tidur sapaan dan genggaman yang di raihnya bukanlah anak istrinya tetapi gadgedlah yang di rangkul dan disapa penuh kasih sayang. Tentunya kita ketahui gadged yang semestinya untuk penunjang komunikasi di saat jarak yang jauh. Kini beralih menjadi bagian keluarga yang tidak nampak. Lihat orang tua yang sibuk dengan gadgednya sehingga waktu berbincang dengan anaknya berkurang. Hal ini menjadikan keharmonisan yang dahulu begitu indah mulai hilang. Anak-anak pun menjadi korbannya. Kita sering lihat bagaimana anak-anak sering curhat kepada gadged (media sosial). Peran orang tua mulai berubah ke gadged (media sosial).

Apalagi Indonesia target pemasaran terbesar untuk para produsen gadged di dunia. Karena, produsen mengetahui bagaimana sifat konsumtif  masyarakat Indonesia menjadi tujuan utama untuk penjualan produknya. Dimana masyarakat tidak lagi berfikir tentang manfaat dan kebutuhan tentang membeli produk-produk terbaru seperti gadged.

Ketika memiliki gadged yang sudah ada. Dan muncul type dan model gadged versi terbaru mereka akan berburu hingga apa yang mereka inginkan terpenuhi. Trend demikian akan terus berlanjut jika masyarakat Indonesia masih belum memiliki pemahaman dari makna manfaat, kegunaan dan kebutuhan apa yang mau di belinya. Ditambah orang Indonesia sering merasa iri kepada apa yang di miliki orang lain dan belum merasa puas barang yang di miliknya.

Kembali ke persoalan gadged dan psikologi. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan khususnya masyarakat Indonesia agar bisa menghilangkan rasa sayang kepada gadged dan berikan kasih sayang kepada keluarga untuk menjaga komunikasi. Tentunya bukan komunikasi dengan menatap, mendengar layar gadged. Menjalin komunikasi secara nyata itu lebih penting. Karena komunikasi langsung dan sentuhan langsung akan membawa efek lebih besar terhadap psikologi manusia. Sebagai mana saat kita menyentuh dan berkomunikasi dengan gadged.

Oleh karena itu, mari kita galangkan sehari tanpa gadged #OnDayNotGadged untuk mengurangi kebiasaan kita berbincang melalui gadged di perbudakoleh yang namanya gadged

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun