Mohon tunggu...
Dede Jalaludin
Dede Jalaludin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penyuka sastra dan aktif dalam menulis karya sastra berupa syair-syair puisi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Latah "Ingin Muntah [Juga] Melihat Tingkah DPR RI

15 November 2014   08:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:46 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14159886802097492334

Pemilihan anggota DPR RI memang sudah berlalu. Janji-janji yang sempat terucap dan di gadang-gadang sebagai program yang pro rakyat. Namun, ucapan dan harapan janji yang di lontarkan hanya sebuah pemanis demi lancarnya melenggang ke Jakarta (DPR RI). Perjudian pun sedang terjadidi sana? [KMP ataukah KIH] yang memenangkan perjudian selama lima tahun yang akan di jalani kedua kubu tersebut?

Sudah beberapa bulan berlalu, anggota DPR RI sudah dilantik dan duduk nyaman dengan balutan pakaian mewah dan dandanan make up yang menor. Tapi, dengan rentang waktu begitu lama tidak ada yang di hasilkan. Yang ada hanya kemelut antara dua kubu KMP dan KIH yang di mulai sejak pemilihan ketua DPR RI hingga saat ini. Jalannya pemerintahan akan terasa sulit untuk mencapai kata islah jika nanyian-nyanyian sumbang terus dilantunkan tanpa melihat makna kalimat “ Wakil Rakyat” tentunya mereka faham dan arti “Wakil” dan “Rakyat”. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata “Wakil” orang yang di kuasakan menggantikan orang lain. Orang-orang yang duduk sebagai anggota badan perwakilan rakyat; utusan rakyat. Jadi mereka harus faham bagaimana peranan wakil rakyat yang sesungguhnya. {seseorang atau kelompok yang mempunyai kemampuan atau kewajiban bicara dan bertindak atas nama kelompok yang lebih besar. Sedangkan “Rakyat” dalam kamus bahasa Indonesia berarti penduduk suatu Negara. Tentunya, mereka harus me-rakyat (sudah sampai ke rakyat. Bersifat (berlaku) seperti rakyat atau kebanyakan memasyarakat.

Dari uraian di atas dapat saya simpulkan makna “wakil rakyat” orang yang mewakili penduduk suatu Negara. Dimana bekerja dan menyampaikan aspirasi dengan melibatkan suara kelompok yang lebih besar yaitu masyarakat yang telah memilih mereka untuk melaju ke kursi DPR RI. Dari sinilah seharusnya anggota DPR RI memahami beberapa kalimat yang melekat dalam sebuah pin di kerah bajunya. Setelah mengetahui semestinya mereka harus berjalan sesuai koridor yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ketika menjalan kantugas maka perlu melucuti pakaian partainya bukan lagi atasnama partai. Jika atas nama partai seperti sekarang. Bisa di lihat dan di ketahui siapakah yang menjadi boneka politik “Jokowi” ataukah mereka yang duduk dan bergelut seperti wayang. Dimana sang dalang (ketuaumum partai politik) memainkan wayang-wayangnya agar sesuai kehendak sang dalang. Dan membiarkan mereka berseteru di medan perang “Baratayudha” semuanya merasa menjadi Arjuna tokoh pahlawan dari pewayangan yang membela orang lemah. Sehingga sang Arjuna menjadi tokoh pewayangan yang di sukai banyak orang.

Jika demikian saya“merasa” ingin muntah [juga] seperti ucapan Nurul Arifin kader Golkar saat menyampaikan pendapatnya terkait “menteri Jokowi yang suka Blusukan. Dengan melihat pola tingkah yang terjadi di gedung sana. Kemungkinan juga beberapa masyarakat juga ikut terkena wabah “ingin muntah”nya (NurulArifin).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun