Mohon tunggu...
Dede Jalaludin
Dede Jalaludin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penyuka sastra dan aktif dalam menulis karya sastra berupa syair-syair puisi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Taqlid Tahun Baru

27 Oktober 2014   15:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:35 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Beberapa hari yang lalutelah anda jumpai beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang memadati lapangan atau alun-alun, berkumpul menghadiri hajatan tahun baru, meskipun tahun yang kemarin pun tidak lantas bisa kita sebut tahun lalu. Ini hanya masalah waktu. Entah atas dasar apa mereka dan bisa saja kita rela berduyun-duyun dan berdesak-desakkan di tengah waktu yang biasa kita mengisinya dengan ngaji madin atau setidak-tidaknya untuk istirahat atau tidur. Kita dan khususnya saya terlalu bodoh untuk memahami makna di balik semua itu. Kog mau-maunya kita ikut-ikutan datang ke alun-alun, misalnya. Meskipun tidak ada undangan, bahkan formal sekalipun dari pihak penyelenggara si empunya hajat. Atau diam-diam dalam hati kita mengganggap perayaan tahun baru itu adat yang kita anggap suatu kewajiban (al-adat muhakkamah). Okelah kita anggap seolah-olah kita menghadiri acara silaturahmi atau syukuran tahunan. Lantas pekewuh kalau tidak ikut serta.

Tanpa kita sadari, kita terikat dan lebih tepatnya dipaksa diikat oleh sistem yang memaksa kita untuk tidak menjadi diri kita sendiri. Contoh kecil, dalam jual beli kita berhak khiyar, namun setelah masuk supermarket kita dipaksa untuk mengikuti sistem yang mengharuskan kita untuk mengikutinya. Seperti halnya perayaan tahun baru, kita tidak boleh tidak memposisikan diri sebagai hadirin, tapi tanpa diundang, jadi seolah-olah posisi kita seperti  jaelangkung.

Kita sudah terlanjur menjadi konsumen atau pelanggan produk budaya barat, sehingga tidak percaya diri terhadap produk budaya sendiri (islam). Makan kalau tidak tiga kali dalam sehari atau tidak memenuhi empat sehat lima sempurna kita sebut diri kita tidak hidup secara sehat. Padahal Kanjeng Nabi sendiri ndawuhi, kalau lapar silakan makan tapi berhenti sebelum kenyang, lho ya. Tidak harus pake lauk yang macam-macam, ada lauk ya Alhamdulillah, nggak ada ya di anggap seolah-olah ada. Makan bareng-bareng dengan lengser kita ndak Pede, sehingga terpaksa makan sendiri di warung. Padahal sistem yang diajarkan oleh simbah-simbah kita dulu itu untuk melatih jiwa solidaritas dan sosial kita. Dalam hal bepakaian, Kalau nggak pake celana ini itu dianggap jadul. Bahkan terlalu terpojoknya kita sehingga kita sendiri untuk memakai peci saja sudah wegah. Kita sudah terlalu dimarginalkan oleh sistem-sistem yang berlaku saat ini. Kalau tidak percaya silakan anda pergi ke tempat-tempat umum atau pergi ke kampus memakai baju koko, sarung lengkap dengan peci dan sandal jepit. Anda pasti dikira mau minta sumbangan.

Perayaan tahun baru ini persoalan yang relatif dan susah-susah gampang memang. Bukan dilihat dari tujuan maupun dampak yang timbul berdasarkan perspektif hukum. Melainkan dari unsur budaya yang menjadikan tendensi perayaan-perayaan seperti itu selalu diadakan setiap tahunnya. Sedikit banyak kita tahu bahwa acara-acara seperti itu tidak lain adalah produk budaya barat. Kalaupun ini adalah produk yang disepakati secara kolektif seluruh bangsa dari berbagai suku maupun agama sedunia, semestinya hijriyah, imlek, saka, pranoto mongso, atau yang lainnya ikut kita rayakan bersama-sama dialun-alun dong.

Dengan kondisi global saat ini, kita sudah semakin susah mempertahankan eksistensi budaya keislaman kita dan akhirnya nantipun kita lupa siapa sebenarnya diri kita, budaya kita dan apa-apa yang telah diajarkan oleh simbah-buyut kita. Sekarang anda boleh buktikan sendiri tingkat pengetahuan keislaman anda seberapa tinggi dibanding dengan pengetahuan anda selain islam. Coba saya Tanya, siapa nama lengkap imam syafi’i? dengan, siapakah nama lengkap messi? Pertanyaan mana yang lebih cepat anda jawab.

Maka talqin tahun baru ini sebagai cermin untuk menata kembali wajah yang semakin lama semakin semrawut. Siapa dan apa saja yang benar-benar ada dalam lubuk hati kita masing-masing. Kenapa Talqin? Istilah ini lebih sering digunakan ketika modin mendikte atau mengingatkan kembali mayit yang baru dikubur, dan kita kenal dengan sebutan Talqin Mayyit. Talqin, dari kata Laqqona-Yulaqqinu-Talqinan yang berarti pendiktean. Yang sebaiknya kita lakukan saat ini adalah mentalqin diri kita sendiri sebelum ditalqin. Sama halnya, sebaiknya kita mensholati diri sendiri sebelum disholati. Kita dikte diri kita sendiri. Kita ingatkan kembali siapa diri kita ini. Dengan keadaan kita yang sekarang - seperti halnya mayit yang hanya bisa pasrah diapa-apakan tanpa bisa melawan – yang hanya bisa mengikuti sistem yang mengharuskan kita mengikutinya, kita tetap berusaha mempertahankan dengan sekuat tenaga apa yang seharusnya kita pertahankan dalam diri kita masing-masing, untuk bekal menuju rumah keabadian.

Lantas, jika suatu saat ditanya, Siapa tuhanmu? dengan mantap kita jawab Allah Tuhanku. Bukan Monata, Sera, Palapa atau Soneta. Siapa Nabimu? Dengan mantap pula kita jawab, Muhammad Nabiku. Tidak ada lagi jawaban, leonel messi nabiku atau ariel noah nabiku atau yang lainnya. Apa Kitab Sucimu? Tidak lagi kita jawab, meteor atau playboy kitabku, tapi jawaban kita, Al-Qur’an kitabku. Apa Kiblatmu? Kita jawab dengan lantang, Ka’bah kiblatku, bukan Eropa, Amerika, Korea atau yang lainnya. Apa agamamu? Dengan lantang pula kita jawab, Islam Agamaku. Bukan Barca, El-Real, Red devil dan sebagainya. Dan siapakah saudaramu? Kita jawab dengan senyum  lebar, Muslimin Muslimat Saudaraku. Bukan lagi Bonek, Brajamusti, Bobotoh, the jack atau yang lainnya.

oleh: Karebet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun