Mohon tunggu...
Dede Jalaludin
Dede Jalaludin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penyuka sastra dan aktif dalam menulis karya sastra berupa syair-syair puisi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat Singkat untuk Menteri Ketenagakerjaan

13 November 2014   16:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:54 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan yang sesuai keinginan adalah suatu hal yang di impikan. Bgaimana tidak, bekerja dengan nyaman, ber-AC, duduk santai dikursi empuk itulah imipan semua orang. Pekerjaan yang demikian menjadi rebutan bagi semua orang. Tidak lain dan tidak mungkin bisa di ketahui gaji (upah) yang di hasilkan sungguh menjanjikan dan menggiurkan.

Berbeda dengan apa yang terjadi jika menjadi seorang buruh. Harus berkutat dengan ribuan pegawai dan ruangan panas ditambah suara-suara bising mesin yang keras. Adalah gambaran suasana gambaran di pabrik, berbeda dengan buruk kasar yang harus melawan maut karena mereka berkutat dengan pembangunan. Mungkin jika tidak ada mereka gedung-gedung pencakar langit tidak akan ada.

Dari beberapa persoalan di atas memang itu sebuah ironi bagi pekerja di Indonesia yang bekerja membanting tulang. Namun, upah yang di hasilkan tidak sesuai dengan keringat yang di keluarkan. Berbeda dengan pekerja yang duduk santai ber-AC. Mereka begitu nyaman dengan pekerjaannya. Akan tetapi, upah yang mereka dapatkan sungguh tinggi. Maka pantaslah beberapa buruh mengeluh dan meminta kepada pemerintah untuk menaikan upah UMR yang mereka pinta memang tidaklah sesuai yang tadinya 1,5 juta menjadi 2,5 juta sesuai UMR kota masing-masing. Saya setuju dengan kenaikan upah yang di minta para buruh.

Selain itu, menurut saya beberapa kebijakan perkantoran maupun pabrik ada beberapa harus diubah. Hal ini berkaitan dengan buruh atau pekerja wanita muslimah. Dimana mereka harus membuka hijab yang menjadi identitas muslimah yang mereka pegang. Ketika saat bekerja. Artinya perkantoran maupun pabrik yang memperkerjakan para pegawai wanita membuka hijabnya. Itu, adalah sebuah pelanggaran. Tentang keyakinan. Karena membatasi bagi para wanita berhijab untuk bekerja. Padahal sepengetahuan saya. Hijab yang mereka kenakan tidak mengganggu dalam menjalankan aktivitas bekerja maupun tempat mereka bekerja.

Untuk itu, saya berharap kepada menteri ketanakerjaan baru untuk merubah kebijakan-kebijakan yang tidak menguntukan kepada kaum buruh (pekerja) dan khususnya buruh (pekerja) wanita yang berhijab agar mereka bisa bekerja dengan tidak membuka hijab yang dipakainya. Yang menjadikan identitas dan keyakinan para pekerja wanita berhijab mampu dan mereka merasa nyaman dan tidak lagi di nomor duakan, semisal dulu saya melihat ada pembawa berita televisi memakai hijab semasa pemerintahan gusdur jika tidak salah. Namun, saat pemerintahan berganti saya tidak melihat hal yang demikian lagi di layar televisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun