Seseorang ingin melamar bekerja ke sebuah perusahaan. Karena kemungkinan kecil diterima jika melamar sendiri, maka meminta bantuan kepada seorang teman yang kebetulan bekerja di perusahaan tersebut. Maka, dengan bantuan teman tersebut, kemungkinan diterima menjadi pegawai perusahaan lebih besar. Jasa teman tersebut disebut sebagai syafa’at, rekomendasi atau nepotisme. Jika setelah diterima menjadi pegawai atas rekomendasi temannya tersebut, bagaimana hukumnya seorang teman tersebut menerima hadiah atasnya?
Dalam bahasa Arab, syafa'ah berarti genap dari kata syaf’un. Di tengah manusia, ada sebagian yang diberikan nikmat berupa jabatan, jika disyukuri. Cara mensyukuri nikmat Allah dari sebuah jabatan tersebut yaitu dengan menggunakan pangkat dan kedudukan tersebut untuk maslahat (kebaikan) dan kepentingan umat Islam. Hal ini termasuk realisasi dari sbada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa di antara kalian yang bisa memberikan manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah.” Hadits menunjukkan bolehnya nepotisme, tetapi dengan syarat-syaratnya, seperti tidak melakukan larangan nepotisme untuk menggagalkan yang berhak dan meloloskan yang tidak berhak.
Hadits tersebut diawali dari riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk meruqyah (menjampi-jampi dengan bacaan Al-Quran dan hadits). Lalu datanglah Amr bin Hazb, “wahai Rasulullah, sesungguhnya di tempat kami ada orang yang meruqyah, kami biasa jika ada tersengat kalaejengking, minta diruqyah oleh si fulan, sekarang engkau melarangnya, bagaimana ya Rasulullah?” Maka setelah mendengar itu, Rasulullah membolehkan ruqyah dengan bersabda hadits “Barangsiapa di antara kalian yang bisa memberikan manfaat bagi saudaranya, maka lakukanlah.”
Hadits tersebut merupakan anjuran untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana pula hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berrsabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia.” Jika seseorang selalu meniatkan dalam setiap kebiasaan dan bekerjanya atas dasar hadits ini, maka segalanya menjadi ibadah yang sangat agung. Seorang dokter yang telah terbiasa melakukan pekerjaannya, jika diniatkan untuk memberi manfaat bagi orang lain, niscaya bekerjanya menjadi ibadah yang sangat mulia.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sebaik-baiknya manusia di sisi Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan sebaik-baik amalan di sisi allah adalah kebahagiaan yang dia masukkan ke hati seorang muslim.” Di antara contoh pekerjaan yang bersesuian dengan hadits ini di antaranya: menghilangkan kesusahan, melunaskan hutangnya, menghilangkan laparnya, mengantarkan seseorang untuk suatu keperluan, menahan amarah yang mampu dia lampiaskan.
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan sungguh aku berpergian dengan saudaraku karena suatu keperluan, lebih aku cintai dibandingkan aku beritikaf di masjidku ini (Masjid Nabawi) selama satu bulan.” Amalan yang baik memberikan manfaat, maka inilah kelebihan agama Islam menggolongkan sebagai amalan seperti ini sangat dimuliakan.
Seseorang yang dengan pangkat dan jabatannya dapat memberikan manfaat bagi saudaranya, harus dengan dua syarat. Pertama, tanpa diikuti perbuatan yang haram, apapun jenis keharamannya, seperti melakukan risywah (meminta imbalan setelah diterima kerja). Dan syarat yang kedua, tidak boleh merugikan hak orang lain. Karena syafa’at-nya, maka orang lain dirugikan, nepotisme semacam ini dilarang. Dan rekomendasi yang ikhlas, maka mendapat balasan pahala dari Allah. “Berilah pertolongan, maka niscaya kalian akan mendapatkan pahala.” (HR. Bukhari & Muslim).
Hadits di atas bermula dari kisah seorang yang dating ke Rasulullah meminta sesuatu padahal beliau tidak memiliki sesuatu yang diminta tersebut, kemudian Rasulullah mencarikan orang yang bisa menolong orang lain.
Beberapa hadits motivasi untuk selalu menjadi yang bermanfaat bagi orang lain
“Siapa yang mengajak kesesatan maka dia menanggungnya tanpa mengurangi dosa-dosa pelaku dosa yang lainnya.”
“Barangsiapa yang menahan amarah, Allah isi hatinya dengan keridhoan.”