Mohon tunggu...
Rahmad hidayat
Rahmad hidayat Mohon Tunggu... Petani - Insight,money,family,friends and religion

Maklumlah nulis sambil ngopi,sambil nyimeng sambil miras😁(becanda kok)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Bujang Jibun: Menelisik Kebenaran Peninggalan Sang Parewa

1 Mei 2020   09:11 Diperbarui: 1 Mei 2020   09:28 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menuju Bukik Tabalai (Bagian 1)

Surantih menyimpan beberapa cerita legenda, salah satunya Bujang Jibun. Cerita ini tidak asing lagi di tengah masyarakat Surantih, apalagi Lubuak Batu. Bukik Tabalai adalah saksi legenda tersebut yang terletak di kampung Lubuak Batu. Dari simpang Pasar Surantih bila hendak ke sana akan memakan waktu sekitar 30 menit baru sampai ke atas Bukik Tabalai.

Jalan yang ditempuh tidak terbilang sulit dan masih dekat dengan pemukiman warga. Alat transportasi yang digunakan bisa menggunakan motor atau mobil, sedangkan menuju bukit, kita harus berjalan kaki dan bisa juga dengan sepeda motor. Bukit Tabalai adalah tempat kediaman Bujang Jibun pada masa lalu, ketinggian bukit juga tidak terlalu terjal, masih bisa jajal siapapun.

Sebelum sampai di sana, kita juga menempuh batang air Timbulun atau biasa disebut masyarakat setempat dengan Batang Air Galaga. Penghubung jalan dari Timbulun ke Bukik Tabalai adalah jembatan gantung, masih memakai semi permanen. Mobil yang bisa melewati jembatan tersebut juga masih terbatas, hanya bisa dilalui mobil pribadi saja. Apabila mobil truk hendak menuju kampung di seberang jembatan, mereka akan menuju jalan Rawang (Sariak, Tabek, Sialang, Gunung Melelo, dan menuju Lubuak Batu).

Di dasar batang air Galaga tersebut batu Bujang Jibun bersemayam, layaknya seorang yang sedang bersimpuh. Seperti yang diceritakan dalam legenda, Bujang Jibun terjun ke sungai dengan sumpah akan menjadi batu, dan apa yang ia tinggalkan juga akan menjadi batu. 

Peristiwa tersebut dilakukan Jibun demi melampiaskan kekesalannya pada seorang penagih utang, lantaran suling berkhodam miliknya tidak lagi mempan membius penagih utang.

Cerita tersebut menjadi keyakinan masyarakat bahwa apa yang dimiliki Jibun semasa hidup juga menjadi batu: ternak, sumur, dan lainnya. Namun kabar yang beredar pun dengan beragam pertimbangan, akhirnya bukti fisik tersebut disembunyikan tetua kampung ke suatu tempat (kabarnya di sebuah goa).
Cerita legenda Bujang Jibun masih mengalami simpang siur; entah benar adanya atau hanya cerita belaka. Meski begitu, bukti fisik yang ditinggalkan masih jelas adanya. 

Bukti tersebut seperti sumur dan gelanggang milik Bujang Jibun. Peninggalan tersebut membuktikan bahwa dahulu benar adanya kegiatan sabung ayam di Bukik Tabalai. Sependek pengetahuan saya, legenda tersebut belum pernah dibukukan dalam bentuk sebuah penelitian yang sudah teruji. Tapi tidak sedikit pula orang membawakan cerita legenda tersebut kedalam sebuah karya, seperti nyanyian rabab, puisi, dan cerita foklor.

Masyarakat setempat masih menjaga cerita tersebut, bagaimana Jibun yang sebenarnya dan perjalanannya semasa hidup. Saat ini, hanya beberapa tetua yang masih hidup untuk dapat menceritakan keaslian cerita Jibun. Cerita yang beredar luas seringkali dibantah masyarakat setempat, seperti panggilan Jibun - Cibun (ini entah soal dialek atau diakronis).

Foto: Dindi Trijuno
Sumber: Rahmad Hidayat
Penulis: Arif P Putra
Dari blog: pemikiranlokal.blogspot.com

(Bagian 2) Membahas Peninggalan Bujang Jibun lainnya yang masih tersisa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun