Mohon tunggu...
Paksi Jaladara Bintara
Paksi Jaladara Bintara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa salah satu universitas ternama di kota Makassar

Bercita-cita menjadi raja iblis, tapi berakhir menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Book

Keluh Kesah Kutu Buku: Hobinya bagus, tapi Keuangannya Boncos

23 Desember 2024   12:34 Diperbarui: 23 Desember 2024   12:37 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari duduk di bangku sekolah, rasanya sudah tidak asing lagi dengan kalimat “Buku adalah jendela dunia.” Dahulu, saya menganggap kalimat itu hanya sebatas poster motivasi belajar di dinding kelas yang selalu diabaikan oleh siswa. Setelah mengenal buku, barulah saya menyadari bahwa kalimat itu benar adanya. Kita terlalu muda dan polos untuk memahami maksud kalimat penuh makna tersebut. Sebab, buku memang membuka jendela agar pembacanya bisa mengintip pengetahuan baru.

Buku pun memberikan informasi yang bisa meningkatkan kecerdasan; menambah kemampuan berbahasa sebab buku kaya akan kosakata; pun meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan pemikiran tidak tumpul serta lebih kritis. Bahkan, saya bisa menulis manfaat ini secara rinci karena sering baca buku. Ya, minimal manfaatnya adalah terlihat edgy karena baca buku di tengah-tengah masyarakat yang minat baca bukunya rendah.

Namun, sama seperti hobi lain. Bagi orang dengan hobi baca buku atau umum disebut si Kutu Buku, sudah pasti atensinya akan terpaku untuk mengoleksi buku yang banyak. Bahkan, tidak jarang memiliki impian untuk punya perpustakaan pribadi. Bagaimana tidak, sederhana seperti ada buku bagus, langsung beli; ada buku baru dari penulis favorit, langsung beli; ada buku dengan sampul limited edition spesial cetakan ke sekian, langsung beli.

Saking seringnya beli buku, sampai-sampai buku di rak atau lemari masih banyak belum dibuka dari plastiknya apalagi dibaca. Intinya beli saja dulu, bacanya bisa nanti. Orang-orang pun kadang keheranan dengan hal itu. Kalau kata Fiersa Besari, “Namanya juga hobi. Kita cuma tahu rasanya bahagia, meskipun orang lain nanya faedahnya apa.”

Rak buku penuh, dompet sebaliknya

Memang ada kesenangan tersendiri bagi si Kutu Buku ketika melihat rak atau lemarinya dipenuhi buku-buku fisik. Namun, itu justru membuat keadaan dompet memprihatinkan dan keuangan jadi boncos. Sebab, buku-buku fisik orisinal dijual dengan harga yang lumayan dengan kisaran Rp50.000–Rp100.000. Bahkan, tidak jarang ada pula buku yang nyaris menyentuh Rp200.000. Ini biasanya buku berbahasa Inggris, seperti novel Harry Potter.

Di sisi lain, si Kutu Buku sudah pasti anti dengan yang namanya buku bajakan. Selain karena melanggar hak cipta, isi dan sampul buku bajakan terlalu jelek untuk bisa memanjakan mata. Karena itulah, mereka tidak akan tergiur dengan buku bajakan yang dijual dengan harga sangat murah. Termasuk e-book ilegal yang dijual seharga sebiji gorengan di e-commerce hijau dan oranye.

Satu buku untuk satu bulan

Kadang khilaf karena beli banyak buku, tetapi buku di rak saja belum dibuka dan dibaca. Saya pernah berada di posisi itu, alasannya karena memang suka saja beli buku. Namun, saya akhirnya memutuskan untuk mulai membaca buku-buku TBR (To be read) di rak, alih-alih membeli buku baru.

Satu buku untuk satu bulan, demikian saya menerapkan prinsip itu sampai saat ini. Dalam satu bulan, saya harus menyelesaikan satu buku untuk bisa membeli buku baru. Meskipun begitu, kadang ada saja reviewer buku yang menarik dan menggoda lewat di beranda media sosial. Akhirnya, mau tidak mau harus berusaha menahan hasrat yang menggebu-gebu untuk tidak membeli buku tersebut. Itu karena saya pun harus mengurangi dampak kanker alias kantong kering

Ada kalanya saya tidak bisa beli satu pun buku baru dalam satu bulan. Penyebabnya sudah pasti ada kebutuhan lain yang mendesak. Uang semester kuliah belum dibayar, uang untuk paket data, atau biaya hidup lainnya yang memaksa saya harus membeli promag untuk bertahan hidup di akhir bulan.

Ketika itu terjadi, saya hanya fokus melahap habis buku-buku TBR di rak atau membaca ulang buku yang sudah lama tidak saya sentuh. Namun, saya paling sering mengurangi tempo membaca buku. Sederhananya, saya biasa menghabiskan buku dalam tiga sampai empat hari, tetapi saya akan santai dalam membaca dan berakhir menghabiskan buku itu sampai seminggu lebih. Paling tidak ini cukup membantu saya ketika tidak tahu mau baca buku apa lagi. Sebab, buku-buku TBR di rak sudah dibabat habis dan keuangan sedang kritis.

Online store, vocer gratis ongkir, dan promo tanggal kembar adalah kombinasi sempurna

Sebagai salah satu Kutu Buku, saya kerap membeli buku di offline store. Tentu saja sekalian cuci mata lihat buku berjejer di rak toko. Namun, itu sudah sangat lama. Sebab, saya telah lupa kapan terakhir kali mengunjungi toko buku ternama di kota saya. Itu setelah saya mulai ketagihan membeli buku di online store.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun