Mohon tunggu...
Daniella Jaladara
Daniella Jaladara Mohon Tunggu... -

aku

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ni Aisah, Penderita Neurofhebroma Mendapat Penanganan Medis

13 Februari 2012   04:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329107602138423636

Masih ingat dengan kisah Ni Aisah yang saya angkat beberapa waktu lalu? Kisah guru ngaji yang menderita Fibrum (neurofhebroma) yang hingga usianya yang ke-34 belum pernah mendapatkan penanganan medis dan bantuan sama sekali.

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/12/11/aisah-guru-madrasah-penderita-tibrum-yang-tak-pernah-mendapat-santunan/

Daging tumbuh yang menggelayuti pipi kirinya semakin hari semakin membesar. Bentuk hidungnya menjadi semakin tertarik ke bawah dan melebar. Di beberapa bagian tubuh lainnya juga mulai dipenuhi daging-daging kecil yang meskipun pertumbuhannya lambat tapi pasti memenuhi setiap jengkal tubuhnya. Siapa pun yang menatap wajahnya, pasti akan timbul rasa iba. Akan tetapi, bagi Ni Aisah saat ini, iba dan simpati saja takkan cukup untuk mengobati penyakit yang dideritanya, perlu ada aksiyang membantunya agar penyakit yang dideritanya segera ditangani.

Pada hari Senin (6/2) saya membawa Ni Aisah ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Dengan dana seadanya hasil sumbangan teman-teman BMI Hong Kong baik yang mengatasnamakan perseorangan maupun kelompok seperti BHSI (BMI Hong Kong Sadar Investasi) juga bantuan yang diberikan oleh salah seorang sahabat saya yang berdomisili di Jerman, dan dengan bekal doa dari keluarga di kampung halaman, saya memberanikan diri menyemai harapan kesembuhan di hati Ni Aisah dan keluarga.

Dengan menumpang travel kami tiba di RSHS sekitar pukul 12.30 siang. Begitu tiba di RSHS saya langsung menuju poli spesialis, membayar lebih demi mendapatkan pelayanan dan diagnosa yang cepat dan akurat. Untuk mendapatkan pelayanan di poli spesialis sekurang-kurangnya saya harus membayar sekitar Rp. 120.000,00 untuk pendaftaran. Setelah bertanya kepada perawat yang bertugas di bagian informasi, maka kami disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter spesialis bedah bernama Dokter Hardy.

Satu jam berlalu, dua jam berlalu, belum ada tanda-tanda kami akan mendapat giliran. Padahal kami mengantongi nomor antrean 2. Antrean pasien di ruang tunggu telah habis seiring jam pelayanan spesialis semakin mendekati waktu akhir—sesuai jadwal yang tertera, jadwal pelayanan poli spesialis adalah pukul 08.00–14.00. Kami belum kunjung dipanggil juga, sementara perawat-perawat yang bertugas telah berganti seragam bersiap pulang. Namun kami terpaksa bertahan karena dokter yang kami tunggu-tunggu tak kunjung datang dan tidak ada kepastian kapan dokter yang kami tunggu tersebut datang. (Mungkin hanya Allah dan dokter bersangkuan yang tahu).

Di ruang tunggu poli spesialis kini hanya tersisa lima orang: saya, Ni Aisah, Kak Adi Toha yang menemani kami dan dua orang pasien lain yang sepertinya menunggu dokter yang sama dengan kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 lebih ketika seorang pria bertubuh tegap tergopoh-gopohmemasuki kamar praktek no. 2. Sebuah nama dipanggil oleh seorang petugas yang tersisa. Kedua orang pasien yang duduk tak jauh dari kami pun masuk kedalam ruangan. Tak lebih dari 10 menit akhirnya kedua orang itu keluar, dan nama Ni Aisah akhirnya mendapat giliran dipanggil, tentunya sebagai pasien terakhir.

Dari hasil konsultasi dengan Dokter Hardy, Ni Aisah harus segera mendapatkan penanganan medis berupa operasi plastik kosmetik yakni operasi plastik yang dilakukan di area wajah dengan menghilangkan daging tumbuh yang menggelayut di bagian pipi kiri. Dokter Hardy kemudian menyarankan untuk langsung menghubungi bagian COT untuk konfirmasi biaya operasi untuk masing-masing ruang atau kelas.

Keluar dari ruang konsultasi, kami bergegas menuju ke lantai atas untuk menemui Dokter Purnomo. Sayangnya dokter yang bersangkutan sudah pulang. Dan kami disarankan oleh seorang petugas agar kembali menemui Dokter Purnomo keesokan paginya pukul sembilan.

Setelah menghubungi Dompet Dhuafa Jawa Barat untuk meminta bantuan penginapan, oleh relawan DD Jawa Barat akhirnya kami disediakan penginapan di Wisma Ayu, bersama seorang pasien rujukan dari Kalimantan Barat, seorang anak perempuan yang lahir tanpa kelopak mata.

Pagi berikutnya kami pun kembali ke RSHS untuk menemui Dokter Purnomo. Perihal informasi biaya operasi yang kami dapatkan adalah sebagai berikut: Biaya operasi kurang lebih 6 juta, belum termasuk peralatan yang dibutuhkan selama operasi, rawat inap, obat dan administrasi. Perkiraan totalnya adalah 10 juta.

Mengingat keterbatasan dana yang kami miliki yang hanya sekitar 4 jutaan, kami pun berkonsultasi dengan DD Jabar untuk mencari alternatif rumah sakit lain dengan biaya yang lebih terjangkau. Akhirnya, kami pun memeriksakan Ni Aisah ke RS Bina Sehat, Dayeuhkolot, salah satu mitra Dompet Dhuafa Jawa Barat.

Di RS Bina Sehat, Ni Aisah ditempatkan di ruangan kelas 3, terhitung sejak Rabu, 8 Februari 2012. Setelah dilakukan diagnosa dan radiologi, pasien dinyatakan kondusif untuk melakukan operasi. Operasi dijadwalkan pada hari ini, Kamis, 9 Februari 2012 Pukul 10.30, dengan rincian biaya adalah sebagai berikut: Biaya operasi, rawat inap dan administrasi sekitar 6 juta, belum termasuk biaya obat-obatan yang harus kami tebus pascaoperasi.

Kami mohon doa dan dukungan teman-teman semoga operasi ini berjalan lancar dan Ni Aisah segera mendapatkan pertolongan medis dengan cepat dan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun