Terdapat sejumlah faktor yang menimbul individu tersebut terkena impostor syndrome :
- Sosialisasi keluarga pada anak yang dimulai sejak usia dini dan diperkuat ketika si anak tumbuh pada masa remaja hingga dewasa.
- Orang tua sering membandingkan bakat dari masing-masing anggota keluarga.
- Selain membandingkan, orang tua juga kurang memberikan feedback positif terhadap apa yang telah dicapai si anak.
- Orang tua menanamkan persepsi kepada anak terkait pentingnya kemampuan intelektual dan keberhasilan.
- Lingkungan yang kompetitif
- Memiliki peran atau posisi baru
Diketahui dari 4 faktor diatas, otomatis anak cenderung untuk menyesuaikan diri dengan standart yang telah ditanamkan oleh keluarga (orangtua). Tentu saja hal itu memiliki tujuan, yaitu agar mendapatkan feedback yang positif dan meningkatkan harga dirinya dalam keluarga.
Bila si anak tidak mendapat feedback yang positif, dan tidak konsisten, muncul-lah perasaan malu, tidak berharga, dan tidak mengesankan dalam dirinya. Hal ini bila terjadi terus menerus hingga ia dewasa, akan menimbulkan impostor syndrome.
Selain penyebab oleh polah asuh orang tua, individu juga dapat terkena impostor syndrome bila ia berada pada lingkungan yang kompetitif. Lingkungan yang selalu produktif, yang menerapkan hustle culture, dan juga dikelilingi oleh orang-orang yang cerdas.
Jika digabungkan dari ke-enam dampak yang telah dijelaskan diatas, maka akan memperburuk individu tersebut terkena impostor syndrome. Tumbuh dengan orang tua yang memberikan penilaian, membanding-bandingkan anak, sangat kurang dalam memberikan support (feedback positif), ditambah individu tersebut baru saja naik level menjadi manajer di tempatnya bekerja, dengan lingkungan yang sangat-sangat kompetitif, serta di kelilingi oleh orang-orang cerdas.
Siapa saja yang dapat terkena impostor syndrome
Penelitian pertama kali dilakukan oleh (Clance & Imes, 1978), terdapat hasil bahwa impostor syndrome terjadi pada perempuan yang sukses di bidangnya. Oleh karena itu, syndrome ini untuk menggambarkan beberapa kalangan wanita yang memiliki prestasi tinggi dan merasa seperti penipu akan prestasinya.
Selanjutnya terdapat penelitian oleh (Langford & Clance, 1993) yang menunjukkan bahwa, impostor syndrome tidak hanya dialami oleh perempuan saja, melainkan laki-laki juga dapat mengalami perasaan impostor pada tingkat yang sebanding.
Dari penelitian tersebut, ditarik kesimpulan bahwa jenis kelamin bukanlah faktor yang berperan terhadap munculnya impostor syndrome. Jadi, perempuan maupun laki-laki dapat mengalami impostor syndrome.
Cara mengatasi impostor syndrome
Meskipun ini bukan jenis penyakit mental, impostor syndrome jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan gangguan kecemasan, bahkan depresi, karena efek yang ditimbulkannya.