Mohon tunggu...
Jacob Arianto
Jacob Arianto Mohon Tunggu... -

Beralih ke sawah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisasi Banjir: Komuditas Politik Empuk Bagi Ahok dan Pemujanya

22 Februari 2017   18:04 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:28 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, ketika ada salah satu ormas dan partai menggunakan atribut dan identitasnya (sebagai ormas dan partai) ketika membantu dan berjibaku dalam memberikan pertolongan untuk korban-korban bencana, ada banyak suara-suara sumir dan nyinyir,yang kemudian menegasikan pihak tersebut sebagai pihak yang tidak bertanggung jawab karena mempergunakan penderitaan sebagai ajang untuk meraup simpati. Banyak suara sumbang yang kemudian menjadi viral, bahwa pihak tersebut telah meletakkan kepentingan politik di atas kemurnian dan ketulusan niat untuk memberikan bantuan.

Suara-suara itu, biasanya datang (bahkan mayoritas) dari pihak lain, yang hanya memosisikan diri sebagai “pemantau”, bukan pihak yang terlibat langsung di lapangan dan ikut berjibaku membantu para korban. Pihak yang sumir, nyinyir,dan sumbang itu biasanya hanya menjadi pengamat, yang mengambil jarak dari realitas dan suasana emosional para korban, lalu berkoar-koar untuk sesuatu yang tidak mereka lakukan.

Padahal, apa salahnya? Apa salahnya menggunakan simbol dan identitas diri ketika memberikan bantuan kepada para korban? Apalagi kalau dalam ormas dan partai itu, secara struktural memang ada bidang yang secara khusus diperuntukkan bagi kepentingan sosial dan bantuan. Apa salahnya? Tahu apa mereka tentang kemurnian, ketika mereka lebih memilih duduk manis di menara gading untuk mengamati?

Pihak yang “sarkas” itu kemudian memosisikan pihak yang membantu sebagai “bajingan”, yang rela berbahagia di atas derita saudara-saudaranya untuk kepentingan meraup simpati.

Namun, respon yang berbeda terjadi ketika Ahok dan para pendukungnya melakukan hal yang sama. Dalam sebuah gambar, yang telah banyak beredar di dunia virtual, kita bisa melihat ada salah seorang artis yang duduk manis di atas perahu, berbaju putih sambil memegang plastik, menyusuri banjir ditemani banyak orang di dekatnya dengan menggunakan baju kotak-kotak! Apakah ini tidak “mencurigakan” ketika masih “berkampanye” saat saudara-saudara yang lain menderita karena banjir?

Apakah yang dilakukan salah satu ormas dan partai politik itu berbeda dengan yang dilakukan oleh para pendukung Ahok itu? Tolon berikan penjelasan, karena secara substansi, tak jauh berbeda dengan apa yang mereka sumirkan, nyinyirkan,dan sumbangkan. Sama persis, bahwa mereka ingin meraup simpati dan kepentingan politis karena memakai baju kotak-kotak sebagai simbol “resmi”, Ahok dan kawan-kawan pendukung dan pemujanya.

Artinya, banjir juga dijadikan lahan empuk untuk meraup simpati dan suara. Sebagaimana sebelumnya, “kesuksesan” mengatasi banjir juga diagung-agungkan oleh Ahok dan pengikutnya sebelum semuanya tumbang karena peristiwa banjir “memalukan” kemarin, yang mencoreng muka Ahok sedemikian rupa, lalu memolesnya dengan mengunjungi warga, dan beberapa orang menggunakan baju kotak-kotak seperti gambar artis itu. Jelas ada unsur politis!

Tak hanya itu, tentang politisasi banjir menjadi semakin menguat ketika Sutopo Purwo Nugroho mengeluhkan sulitnya mengakses informasi banjir di DKI. Ketika data diminta, tapi tidak juga dikirim. Padahal data itu penting, karena persoalan bencana adalah persoalan kemanusiaan. Salah data dan informasi bisa menyebabkan salahnya melakukan tindakan dan langkah solutif. Lalu apa masalahnya, sehingga terkesan disembunyikan? Ini tentu saja menjadi pertanyaan besar ketika data-data yang ada selalu “menguntungkan” pemangku kepentingan. Sehingga sah-sah saja ketika rakyat merasa curiga, bahwa jangan-jangan data dan “prestasi” menangani banjir yang selama ini direlease,adalah data yang tidak benar. Bisa jadi.

Tapi apapun dan bagaimanapun, banjir tetap menjadi sarana empuk bagi Ahok dan pendukungnya untuk kepentingan politis. Ketika “berhasil” diviralkan sedemikian rupa, tapi ketika “apes”, ikut berkecimpung dengan warga terdampat dengan membawa atribut kotak-kotak!. Hmmm.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun