PSSI pada tahun 2015-2016. Ia terpilih pada April 2015 dan lengser pada 3 Agustus 2016. Kepemimpinan La Nyalla ini terbilang sebagai kepemimpinan yang paling cepat di dalam sejarah kepemimpinan di PSSI.
La Nyalla pernah menjadi pemimpinDalam singkatnya kepemimpinan La Nyalla, ternyata ada banyak masalah di dalamnya yang tak kunjung menemukan titik terang. Di sini menunjukkan bahwa La Nyalla tak mampu menemukan jalan keluar dari konflik tersebut.
Konflik PSSI-Pemerintah Hingga Dibanned FIFA
Salah satu persoalan yang menguras energi PSSI dan membuat arah pengelolaan sepak bola Indonesia menjadi kurang optimal adalah terjeratnya PSSI dalam lingkaran masalah dengan pemerintah, tepatnya dengan Kementerian Olahraga yang saat itu dipimpin oleh Menteri Pemudah dan Olahraga Imam Nahrowi.Â
Konflik tersebut mengakibatkan terbengkalainya PSSI. Mulai dari beberapa klub bubar, banyak gaji pemain yang terbengkalai, dan citra Indonesia di tingkat dunia tercoreng lantaran Persipura gagal menggelar laga 16 besar Piala AFC.
Saya tak akan mengulas detail mengenai persoalan secara kronologis dari peristiwa itu. Sudah banyak kronologis dan berbagai perspektif yang menyajikan latar belakang masalah tersebut. Tetapi yang saya soroti di dalam masalah ini adalah mengapa PSSI-Pemerintah tak bisa duduk bersama untuk mencari solusi bersama saat itu?Â
Apa persoalan yang sangat prinsipil dari konflik tersebut sehingga seakan tak bisa saling mengendurkan dinding kokoh dari pergolakan konflik tersebut? Bahkan persoalan ini hingga membuat pihak FIFA mengambil langkah tegas dengan 'membanned' PSSI.
Tak Mengulangi Masalah yang Sama
Revolusi PSSI membawa semangat baru pembenahan total sepak bola Indonesia ke depan. Belajar dari banyak kejadian masa lalu, hal-hal yang menghambat dari kemajuan sepak bola Indonesia adalah karena lebih sering diwarnai oleh persoalan internal PSSI dan berbagai kebijakan yang tidak produktif di dalam mendukung kemajuan sepak bola Indonesia.
Belajar dari persoalan konflik PSSI-Pemerintah hingga dibanned FIFA di masa lalu, ada beberapa hal yang mesti ditegaskan ke depan. Pertama, mulai saat ini pemerintah dan PSSI harus membangun komitmen bersama untuk kemajuan sepak bola Indonesia. PSSI adalah organisasi yang seharusnya diberikan suatu kebebasan dalam rangka mengelola sepak bolanya, dan pemerintah berdiri di belakang memberi dukungan bukan mengintervensi. FIFA dulu membanned PSSI lantaran pemerintah dinilai melakukan tindakan intervensi atas PSSI.
Kedua, belajar dari konflik tersebut, ada faktor kepemimpinan yang harus tegas dan solutif ketika ada masalah yang menyangkut kepentingan publik sepak bola Indonesia. Dalam hal ini, kita membutuhkan kepemimpinan yang bukan sekedar 'adu otot', tapi juga 'problem solver'. Tanpa menyepelekan pada peristiwa konflik PSSI-Pemerintah di masa lalu, tapi ada persoalan terkait kepemimpinan yang kurang menunjukkan kemampuan 'problem solver' saat itu. Sehingga konflik tak berujung hingga dibekukan oleh FIFA.
Berbicara karakter kepemimpinan dan berkaca pada masalah konflik PSSI-Pemerintah masa lalu, kita meragukan kepemimpinan La Nyalla. Apalagi ia sosok yang memang dipenuhi dengan rekam jejak kontroversial. Bila ia kembali maju, ada semacam keraguan bahwa bagaimana jika konflik semacam dulu kembali terulang, dan tak ada jalan keluar atau hanya buntu seperti di masa lalu.
Sebab itu, jalan paling aman untuk tidak mengulang peristiwa di masa lalu, maka kita selaku publik lebih menginginkan kepemimpinan yang benar-benar baru, yang memiliki rekam jejak kepemimpinan yang lebih berpengalaman di dalam mengurusi sepak bola.