Bab 8: Pendekar Serat Lembayung
Raksa berdiri diam, dadanya masih naik turun akibat pertarungan sebelumnya. Matanya terpaku pada wanita yang kini berdiri di antara dirinya dan Sura Langit.
Siapa sebenarnya dia?
Sura Langit, yang sejak tadi penuh percaya diri, kini menunjukkan sesuatu yang jarang terlihat di wajahnya---kewaspadaan.
"Wangi Sari," gumamnya, bibirnya sedikit menyeringai, tapi matanya tidak lagi penuh ejekan seperti sebelumnya.
Wanita itu tidak menjawab. Ia hanya berdiri tenang dengan pedang panjang yang mengilap di bawah sinar bulan. Aura dingin mengelilinginya, seperti kabut tipis di tengah malam.
Akhirnya, ia membuka suara. "Sura Langit," katanya, suaranya tajam seperti bilah pedangnya. "Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya. Jangan menyentuh Kitab Naga Purnama."
Sura Langit tertawa kecil, meski masih menjaga jarak. "Kau masih suka ikut campur urusan orang lain, Wangi Sari?"
Wangi Sari tetap tak bergerak. "Aku hanya tidak suka melihat orang sepertimu merusak keseimbangan dunia persilatan."
"Keseimbangan?" Sura Langit terkekeh, suaranya penuh sinisme. "Dunia persilatan tidak pernah seimbang. Yang kuat akan tetap kuat, yang lemah akan dihancurkan."
Mata Wangi Sari menyipit. "Ucapan seorang pengecut yang tak pernah belajar dari masa lalu."
Sura Langit mendecak. "Kau belum berubah rupanya. Masih berpura-pura menjadi pendekar suci, padahal dulu---"