Negeri Gado – Gado
Oleh: Ade Akhmad Ilyasak, S.H.
Peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara
Negeriku Indah, tanah airku megah. Berjajar pulau-pulau, membelah dua benua. Tanahnya subur,pejabatnya gembul, rakyat diingat hanya pada pemilu saja. Sejatinya NEGERI ini NEGEri mandiRI, tapi faktanya masih jauh panggang dari api.
Salah satu makanan favorit keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)adalah Gado-gado, makanan rakyat aneka sayur mayur tersaji segar dan menyehatkan, kaya warna, rasa dan aroma. Meski rakyatku gemar memakan makanan yang dibusukkan, namun bukan berarti kami mampu terus bertoleransi dengan berbagai kebusukan yang tumbuh subur bak jamur dimusim hujan.
Di negeri ini banyak tersaji makanan “busuk” namun bercitarasa tinggi. Makanan yang dibusukkan jelas jauh beda dengan makanan yang memang sudah busuk. Berbagai makanan yang dibusukkan (melalui proses peragian) sangatlah digemari dan tampil lestari di negeri ini. Ada sambal durian (dianggap buah berbau busuk), ada tempe yangdapat di goreng, di tumis, bahkan tempe di bosok (Bacem) ada tauco dan pisang sale, aneka tapai, peyeum (Tape), Kecap, terasi dan susu basi (yougurt strowbery).
Marilah kita sekedar refleksi apa isinya negeri gado-gado ku kini.
Ideologi, anatomi negeri ini juga serbaneka, mulai dari kepala yang Idealis, mulut manis, lidah diplomatis meski kadang suka munafik dan ngak doyan di kritik. Mata plirak-plirik banyak studi banding meski harga diri harus dibanting. Hati Pancasilais, sukma borjuis, Jantung kerakyatan, bercirikan tri cameral (biasanya sich dua bilik, dua serambi). Ber paru serdadu yang tak kenal lelah, meskipun upah tak sepadan lelah. Berperut Kapitalis, berkaki sosialis. Tangannya Liberalis, hidungnya humanis.
Politik, terlepas apa dan bagaimana beliau, benar kata Prabowo Negeri ini telah jadi Macan Kertas, oleh sebab itu kita harus punya semangat untuk kembali menjadi Macan Asia! Tapi sayangnya pemimpi kita hanya berani didalam negeri saja, berdiplomasi sibuk menjaga citra diri. Politik kita Bebas dan Aktif katanya, sayangnya ketika TKI dan TKW sebagai duta Devisa kita teraniaya, kita hanya bisa kumpulkan koin dan loby-loby diplomasi yang tak ada ujungnya. Kita masih tertindas senantiasa, batas wilayah di cabik-cabik tetangga, kita kembali mengelus dada, duhai pemimpin engkau dimana?
Ekonomi, amanah UUD 1945 perekonomian bangsa hanya tinggal puisi indah tanpa makna Koperasi berdigdaya tinggal cerita, Neo Liberalism, pasar bebas sudah didepan mata, kita hanya siap menjadi konsumen saja, waladala..waladala.. onde..mande.. amalaaaak…oo kuuu bek lagee nyan ya Allah. Jangan biarkan rakyat makin merana ditindas para pencoleng dana Negara, RPJM dan RPJP hanyalah hiasan lembaran Negara, yang tak berdaya guna meretas pengangguran dimana-mana. Perekonomian hanya milik yang berkuasa, rakyat jelata tetap merana. Roda perekonomian menanti pengesahan APBD saja,kapan kita bisa mandiri dan swasembada?
Sosial, perbedaan strata social makin terasa, pelacur intelektual ada dimana-mana, reformasi parlemanter malah merubah 42 UU makin memihak ke kepentingan Trans National Corporate saja, sedang rakyat di hantam oleh banjir bandang Swalayan dan Toserba, Industrialisasi singkirkan pekerja yang pakai otot saja. Alasan keindahan kota jadi hal utama, sementara biaya menyewa lapak negara hanya mimpi semata. Rumah susun ada dimana-mana tapi mengapa yang memilikinya itu-itu saja. Semuanya kini telah jadi mafia, rakyat jelata makin menderita. Satpol PP dan WH hanya alat penguasa. Mereka bagaikan pisau bermata dua, tajam kebawah, tumpul diatasnya. Malah ada yang menjadi bencana, personil WH malah jadi pemerkosa, ya Allah kenapa bisa??? Kiban cara perekrutannya? Jangan tanya pendidikan dan pelatihannya, gajinya saja kadang tertunda..ha..ha..ha..ha.. untung kita masih bisa tertawa karena tak tergiur jadi abdi Negara yang telah rusak mentalitasnya.
Budaya, Ya Allah selamatkanlah hamba, dari gejala apatisme massa, degradasi moral dan runtuhnya citra para penguasa, yang hanya bisa berfoya-foya atas nama studi banding dan keliling eropa. Proyek vital ada dimana-mana, mengapa rakyat makin merana. Gas alam dan isi bumi hamper habis disedot semua, yang tinggal hanya besi tua semata. Nilai-nilai budaya hanya menjadi tontonan semata, pertunjukan sana-sini keliling dunia, karena Lembaga adat hanya pelengkap birokrasi saja. Raqan Wali Nanggroe dan raqan revitalisasi Mukim saling rebut kuasa, pososi rakyat ada dimana? Pendidikanlah pemakmur bangsa,bukan sekedar JKA dan bagi-bagi raskin saja, malah membuat rakyat malas bekerja. Berharap subsidi dan uang mentahnya saja. Gotong-royong pun harus dibayar, datang DBD dan malariatanpa dibayar baru bekerja.
Pertahanan, Semangat cinta bangsa dan tanah air hanya tinggal di buku-buku sejarah saja, jadi serdadu hanya karena tak ada kerja, jadi guru jugalah sama (syukur hanya dalam beberapa kasus saja, saya yakin tidak semua). Bagaimana murid berjiwa korsa, kalau komandan sibuk berebut kuasa, tak dapat di dunia usaha, di dunia olahraga pun tak apa, anggaran yang menggiurkan berhasil menyerat banyak penguasa masuk penjara pada akhirnya. Malaysia saja bisa menggertak kita, konon pula Thailand dan Filipina? Teroris terbina disana, kita yang merana, wibawa bangsa ditaruh dimana?
Keamanan, segala fenomena ada di depan mata, mulai bom besar sampai yang biasa-biasa saja, ada bom buku ada bom jiwa, teroris ada dimana-mana. Aliran sesat meraja lela. Untungnya ada Briptu Norman Camaru pelepas gundah gulana warga. Orbitan You Tube kembali jadi fenomena, rakyat terlena meski hanya fana dan sementara. Tugas keamanan kewajiban semua (WN) namun bukankah jelas siapa Komandonya? Polisi ada di garis depan, satuan lain hanya bersiaga, jika diminta barulah bisa, keluar dari rutinitas latihan tunjukkan muka. Ada Goltor, Bravo dan Den Jaka. Namun pemeran utama tetap Densus 88 adanya. Markas di serang baru terpana, itupun segera kembali terlena. Dari Hamparan Perak hingga Cirebon Mapolresta, kenapa tak jua slalu waspada?
Negeri ku memang belumlah mandiri, karena habis digerogoti bangsa sendiri, yang memfasilitasi pengerukan aset negeri, yang kini jadi milik Luar Negeri. Gado-gado enak rasanya, penuh dengan aneka warna, ada tempe, ada kerupuknya, juga ada beragam sayuran segar yang menyehatkan dan bikin kita menjadi awet muda. Namun sayangnya kedelainya terpaksa dari Amerika, begitu juga sayurannya penuh pestisida. Bagaimana mungkin rakyat bisa sejahtera? Makananya saja sudah terkontaminasi zat kimia. Kembali ke olahan organik dibilang gila, karena mafia pupuk akan gigit jari jadinya.
Ada yang malu jadi Orang Indonesia, namun aku memilih ikut Rosihan Anwar saja, Aku Bangga jadi bangsa Indonesia, sebelum di ubah jadi Federasi Nusantara Jaya. Angkatan ’45 dan angkatan ’65 punya cerita UUD dan NKRI harga matinya. Angkatan 1998 dan 2002 beda pendapatnya Amandemen itu soal biasa. Merubah diri adalah dinamika, berpangku tangan adalah dosa. Semangat bela Negara bukanlah soal fisik semata, pendidikan politik yang baik dan merata adalah solusinya. Beda pendapat adalah biasa, cari solusi ala Demokrasi adalah alat semata. Sekolah Demokrasi kini ada dimana-mana, semoga makin mampu memberi warna. Warna kelabu, merah dan jingga duduk dialog pastilah ada solusinya.
Ada baiknya kita berbeda, tak ada yang dikiri bagaimana kita bisa dikanan? Itu sebabnya ada neraka dan Syurga, kebebasan kita akan diminta pertanggungjawabanNya. Oto kritik diri kita bersama-sama. Mari bersama taubat nasuha, agar Allah tak berpaling dari kita. Semoga.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H