Mohon tunggu...
Jaka Hendra Baittri
Jaka Hendra Baittri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang sesekali menulis, membaca dan berdiskusi, hobi berjalan-jalan dan mendengarkan musik dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

X-Factor Indonesia Kering

16 Maret 2013   04:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:41 5597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pertanyaan saya kemudian mungkin sama dengan Dhani; "lalu apa kerja pembimbingnya selama ini,"

Ok, kita bisa merasa wajar. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah apa tujuan mereka hadir di X-Factor? Jelas ini adalah kontes, perlombaan, kompetisi dan semacamnya dan di tempat ini memang harus ada pemenang dan yang kalah.

Argumen yang relevan ini semakin memalaskan saya untuk menonton X-Factor Indonesia. Terutama Rossa yang dua kali saya lihat seperti seorang yang tak mengerti mana suara fals dan tidak, mana lagu yang pas mana yang tidak. Juga terhadap Anggun yang jauh-jauh dari Prancis.

Saya awalnya mau menonton X-Factor ini karena saya punya ekspektasi bahwa saya akan dapat banyak pengetahuan baru dari juri-juri yang notabene mempunyai nama besar secara nasional, bahkan internasional. Bentuknya tentu kritik pedas yang membangun, atau komentar-komentar jujur tentang kualitas musikalitas dari peserta. Bukan berarti saya mengharapkan komentar yang menjatuhkan peserta dengan sarkas atau rasis, tapi komentar terhadap kualitas.

Kalau anda tidak setuju dengan pernyataan saya akan argumen saya terhadap pernyataan Rossa, saya ingin bercerita sedikit tentang sebuah teori yang dikemukakan oleh grup rock  Motley Crue yang pernah dibahas oleh salah satu kontributor di Jakartabeatnet, Nuran Wibisono.

**

Dalam tulisannya Nuran memaparkan teori sekrup yang dicetuskan oleh Motley Crue. Teori ini berjudul " The Application of Cog Theory to the Development and Maturation of A Common Rock Group," yang dalam tujuannya teori ini sebagai usaha untuk membongkar eksploitasi musik sebagai mesin uang dalam industri musik.

Teori ini mempunyai 5 tahapan; The Platform and Conveyor Belt, The First Cog, The Second Cog, The Big Cog, The Crusher alias sang penghancur.

The Platform and Conveyor Belt. Adalah keadaan dimana ada banyak daftar artis/ band yang menunggu antrian untuk naik ke dalam sabuk berjalan pada sebuah mesin. mereka berjalan dari bawah menuju bagian tengah. Ketika berada di bagian akhir sabuk berjalan itu ada sekruo yang lebih besar ketimbang sekrup awal. Masing-masing sekrup ini terhubung oleh Conveyor Belt.

Analoginya adalah ketika artis tersebut meloncat masuk dalam Conveyor Belt artinya mereka sudah berpromosi. Nah, kalau mereka bisa lompat ke sekrup yang lebih besar, maka itulah awal mula kesuksesan mereka. Tapi ada pula yang tak berhasil melompat dan malah kembali ke awal atau malah terlindas dan hilang.

The First Cog. Ketika artis mulai masuk dalam sekrup pertama, mesin uang mulai berjalan. Nuran mengibaratkan jikalau dalam sistem ekonomi, sekrup pertama ini adalah pijakan awal kita masuk dalam lingkaran setan kapitalisme. Semakin sering artis tersebut di eksploitasi maka akan semakin banyak keuntungan yang didapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun