Mohon tunggu...
Franko Sitanggang
Franko Sitanggang Mohon Tunggu... -

Mantan Wakil Ketua RT

Selanjutnya

Tutup

Money

Sibuk 'Papa Minta Saham', Rupiah Terus Merosot

16 Desember 2015   04:23 Diperbarui: 16 Desember 2015   04:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Hari-hari terakhir ini, Rupiah kembali merosot hingga level Rp. 13.920 ,- – 13.950.- . Data yang terangkum dari hasil komparasi antar Bank, pada Jum’at 11/12/2015 dollar AS ditutup diposisi Rp. 13.945,-/50,- per dolar AS. Rupiah diperkirakan kembali melemah pada minggu ini karena faktor investor cenderung masih menahan diri menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 15-16 Desember minggu ini, dimana besar kemungkinan suku bunga acuan AS akan naik. 

FOMC sendiri adalah sebuah lembaga yang merupakan bagian dari Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) yang bertugas menetapkan tingkat suku bunga dan kredit. Lembaga pemerintah Amerika Serikat yang di dalamnya terdiri dari 7 anggota tetap dari Dewan Gubernur Bank Sentral dan 5 Presiden FED (Federal Reserve Banks central America), kelompok ini pula yang mempunyai otoritas khusus dalam membuat kebijakan moneter di negeri Paman Sam tersebut.

Disamping membuat kebijakan moneter FOMC juga berfungsi menjaga tingkat uang yang beredar di masyarakat (money supply) dalam kaitannya dengan tingkat inflasi dan suku bunga. Dan untuk menjalankan tugasnya tersebut, FOMC memiliki beberapa cara seperti dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga, melakukan penjualan atau pembelian produk sekuritas pemerintah seperti surat utang atau obligasi.Pertemuan FOMC diadakan delapan kali dalam satu tahun, dan pertemuan tersebut secara rutin membahas tentang kondisi ekonomi dan keuangan dunia pada saat periode yang sedang berjalan, dan juga memutuskan untuk menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga Amerika Serikat.

Diluar adanya desas desus kebijakan FOMC, pergerakan rupiah yang cenderung akan melemah juga dikarenakan faktor terus menurunnya harga minyak di pasaran dunia. Kita tahu harga minyak mentah dunia sudah jatuh ke level dibawah 36 dollar AS per barel, sehingga dampaknya akan menambah sentimen negatif bagi mata uang negara negara penghasil komoditas, termasuk Indonesia.

Tidak hanya kurs rupiah saja yang akan diprediksi melemah di akhir tahun, tetapi kurs mata uang negara-negara lain di Asean pun juga demikian. Seperti dolar Singapura, peso Filipina, ringgit Malaysia dan baht Thailand semuanya akan mengalami pelemahan. Namun pelemahannya diperkirakan tidak sebesar rupiah, kisaran prosentase pelemahan negara negara Asean selain Indonesia berada pada prosentase 0,05 % hingga 0,75 % sedang rupiah yang bisanya terjadi selalu melampaui angka prosentase lebih dari 1 %.

Hal lain yang sangat mempengaruhi sentimen rupiah menuju ke titik tidak aman adalah masih simpang siurnya nasib PT Freeport Indonesia. Pemerintah Amerika terlihat ingin sekali secara cepat mendapat jaminan dari pemerintahan Jokowi JK tentang perpanjangan PT Freeport yaitu dengan indikasi terus menerus memainkan isu kebijakan FED terhadap kenaikan suku bunganya. Sialnya lagi isu PT Freeport telah masuk ke ranah politik, yang memungkinkan makin memperparah kegelisahan rupiah kedepan terhadap mata uang asing terutama nilai kestabilannya terhadap dolar AS.

Sementara kondisi rupiah yang makin gelisah, ditambah lagi hasil analisa data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), defisit neraca berjalan Indonesia masih menunjukkan potensi menurun pada kuartal III tahun 2015, dimana secara komparasi dari tahun ke tahun indikasi itu masih mengikuti pola musimannya. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS, Moch Doddy Ariefianto, aktivitas ekonomi yang relative lemah, meski diperkirakan peluang membaik ada, tapi masih akan mengekang kinerja impor.

Sedangkan perbaikan ekspor masih terkendala oleh harga komoditas dan aktivitas ekonomi regional yang lemah. "Data terbaru mengindikasikan bahwa surplus neraca perdagangan masih akan menopang kinerja neraca berjalan di kuartal II 2015," ujar Doddy.

Faktor lambatnya gerak birokrasi dari pemerintah Indonesia yang masih enggan untuk cepat melaksanakan kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan Presiden Jokowi, menjadikan tekanan terhadap dollar AS yang sebagai tujuannya, hanya menuai hasil sesaat. Minimnya sentimen positif dalam negeri tersebut menambah merangseknya kembali nilai mata uang asing terutama dollar AS bagi mata uang rupiah untuk dua minggu ke depan.

Sementara itu, pihak Bank Indonesia diprediksikan akan tetap dengan kebijakannya yang selama ini dilakukan yaitu dengan cara wait and see terhadap pasar spot. Bank Indonesia terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah dengan sewaktu waktu melakukan langkah intervensi dalam waktu jangka pendek saja. Hal inilah, yang membuat rupiah seperti dibiarkan tetap pada level gelisah karena baik dari pemerintah maupun Bank Sentral mengindikasikan tidak memberikan “perlindungan khusus” terhadap nilai tukar rupiah. Dengan begitu, bisa saja rupiah pada dua minggu ke depan atau hingga akhir tahun tidak lagi menguat sebagaimana keinginan pemerintah dilevel Rp. 13.500,- / dolar AS, tapi rupiah akan akan menetap pada level gelisah yaitu antara Rp. 14.000,- Rp. 14.150,- per dollar AS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun