Teknologi Big Data berkembang makin pesat dalam kurun lima tahun terakhir. Jika merujuk pada pendapat pakar mengenai product cycle, maka Big Data saat ini tengah melewati periode siklus introduction, menuju growth. Meski edukasi kepada berbagai pihak harus terus digenjot, namun ketertarikan terhadap Big Data mulai terbentuk, dan sejumlah perusahaan mulai menyadari kebutuhannya.
Mereka yang berkecimpung di perusahaan publik atau multi-nasional mungkin tidak asing lagi dengan Big Data. Dalam dua dekade terakhir, ketika era digital, seluler, dan internet melesat jauh melebihi yang pernah manusia bayangkan, hampir semua perusahaan di dunia telah melakukan adaptasi terhadap berbagai perangkat dan elemen operasional bisnis. Profil pelanggan, penjualan, SDM perusahaan, alur distribusi, operasional pabrik, hingga program marketing telah dicatat dan diproses dalam aplikasi digital. Urusan penyimpanan data, kategorisasi, analisa, hingga pembersihan data selalu menjadi "pekerjaan rumah" yang tak kunjung usai. Kehadiran teknologi Big Data dengan kemampuannya mengelola beragam data bervolume tak terbatas, jelas jadi solusi impian bagi mereka. Tren penggunaan Big Data pun mulai dipelopori oleh berbagai perusahaan berorientasi masa depan, yang notabene merasakan kendala pengelolaan "gunungan" data yang semakin tinggi.
Penting dipahami bahwa pemanfaatan Big Data di perusahaan tidak berhenti ketika data telah berhasil dikelola, terjaga kerapihan dan keamanannya, serta siap dianalisa setiap saat. Pengguna Big Data harus juga meningkatkan kompetensi agar teknologi berbasis algoritma ini dapat memberikan manfaat optimal dan terbaik bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan.  Sejatinya, teknologi Big Data telah dikembangan oleh para ilmuwan data untuk dapat menjadi sebuah sistem yang adaptif dan user-friendly. Terlepas dari aplikasi pendukung tingkat tinggi di dalamnya, platform Big Data menyuguhkan fitur berupa dashboard yang mudah dikendalikan dan siap dikembangkan sesuai kebutuhan serta kreatifitas penggunanya.
Belajar menggunakan Big Data artinya belajar self-service analytics. Menurut Jean-Michel Franco, Director of Product Marketing for Talend (Big Data Provider), untuk membangun budaya perusahaan berbasis data, organisasi harus beralih menuju self-service analytics. Sistem berbasis Big Data ini merupakan pendekatan baru yang memberikan akses data sebesar-besarnya kepada karyawan perusahaan, sekaligus mendorong mereka untuk melakukan kombinasi dan berkreasi dengan data dari berbagai sumber. Tak ada lagi ketergantungan penuh pada Departemen IT, karena analisa data bisa dilakukan oleh setiap pegawai dengan beragam latar belakang pendidikan, termasuk non IT.
Penjelasan tersebut di atas menekankan pada akses data dan kreatifitas pengguna. Perusahaan pengguna Big Data harus terus menggali dan mengembangkan akses data miliknya, baik ke internal maupun eksternal perusahaan. Setiap program marketing, operasional harian, partnership,alur distrubusi, hingga tanggapan konsumen tentang iklan produk melalui twitter pun harus mampu dioptimalkan menjadi sumber data baru. Teknologi Big Data yang kemudian akan memproses dan mengolahnya, namun akses harus terbuka seluas-luasnya. Secara sederhana, semakin banyak jalan yang terbuka menuju suatu tempat, maka semakin banyak peluang rute dan alternatif waktu tempuh dapat diciptakan, semakin kaya pengalaman yang didapat. Hal penting lain, kreatifitas pengguna pun harus ditingkatkan. Perusahaan harus mendorong karyawannya untuk terus berpikir "What if? / Bagaimana kalau...". Ciptakan iklim yang mendorong budaya inovasi, menemukan hal-hal baru, diiringi kompetensi memahami hasil analisa Big Data secara optimal. Tingkatkan management & problem solving skill, yang pada akhirnya membentuk kompetensi strategic decision making. Sehingga bekal informasi yang mereka peroleh dari hasil korelasi dan analisa Big Data akan menjadi keunggulan (competitive advantage) bagi perusahaan.
Setelah perusahaan berhasil menerapkan Big Data Self-Service Analytics, mereka dapat menikmati sejumlah keuntungan jangka panjang, antara lain:
- Karyawan mampu melakukan analisa data sendiri. Tak perlu menunggu pakar IT atau riset untuk mengambil keputusan berbasis data yang mendukung kelancaran operasional kerja harian mereka. Misalnya, petugas Sales & Customer Service dapat langsung menawarkan produk cross-selling yang pas untuk pelanggan yang sedang duduk di hadapannya.
- Kurangi budaya berdebat, mulai budaya analisa. Saat karyawan mengolah data dari berbagai sumber, mengolahnya secara "konvensional", lalu mempresentasikannya kepada manajemen, seringkali yang terjadi selanjutnya adalah proses perdebatan panjang tentang sejauh mana informasi tersebut benar dan terpercaya. Teknologi Big Data dengan kemampuan ekstraksi, pengolahan, dan pengubahan data menjadi model analisis, menciptakan kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk menindaklanjuti informasi dengan tindakan.
- Kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan akurat, secara langsung mengurangi resiko penyelenggaraan bisnis. Perusahaan pun cukup mengoptimalkan sistem analisa data tunggal terintegrasi, yang jelas lebih efisien daripada penggunaan aplikasi analisa atau penyelenggaraan riset oleh masing-masing departemen secara terpisah. Kemampuan memprediksi tren pasar dan mengantisipasi resiko sebelum terjadi, juga menghemat penggunaan sumber daya perusahaan.
...dan masih banyak manfaat lain dari penerapan Big Data Self-Service Analytics. Sebuah investasi jangka panjang yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan berorientasi masa depan.
Ditulis dari berbagai sumber:-
- Self-Service Analytics, Making The Most of Data Access, Sandra Swanson, O'Reilly, 2016
- http://www.dashboardinsight.com/news/news-articles/7-benefits-of-self-service-business-intelligence.aspx
- http://www.information-management.com/news/big-data-analytics/4-requirements-for-self-service-big-data-analytics-10027589-1.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H