Paling tidak ada dua faktor besar dalam keberhasilan kurikulum 2013. Pertama, penentu, yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Kedua, faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur; (i) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan; dan (iii) penguatan manajemen dan budaya sekolah.
Buku pedoman menjadi hal yang sangat krusial bagi guru mengingat kurikulum ini masih awal dalam implementasinya. Jadi sumber utama “perubahan” budaya dalam proses belajar mengajar terdapat dalam buku yang disediakan oleh pemerintah. Adanya buku ini sebagai penyambung dan penguat dari pelatihan-pelatihan yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui Master Trainer hingga Master Teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas, dan kepala sekolah.
Alasan pemerintah menyediakan pedoman tidak lain adalah memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar terhadap proses belajar mengajar. Buku pedoman ini dibuat sama dari ujung barat hingga ujung timur, dari ujung utara hingga ujung selatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Buku pedoman ini adalah dasar dalam implementasi kurikulum 2013. Indikator pembelajaran bisa sama di setiap daerah tetapi tidak menutup kemungkinan media dan alat serta langkah-langkah pembelajarannya menyesuaikan kondisi daerah dan kebiasaan masing-masing masyarakatnya.
Sebagai contoh buku SD/MI kelas IV Tema 4 Berbagai Pekerjaan yang di dalamnya berisi ulasan tentang Pekerjaan di kebun teh. Bagaimana dengan daerah yang tidak memiliki kebun teh, bukankah siswa hanya membayangkan saja karena belum bersentuhan langsung dengan kebun teh? Bagi guru yang tidak ingin “mau jadi” bisa saja menerangkan ke anak didiknya sesuai dengan yang ada di buku. Sedangkan guru yang tidak mau berada di zona nyaman pastinya akan mau “bersusah payah” memodifikasi tema tersebut dengan informasi lain yang labih familier dengan diri dan anak didiknya.
Pemenuhan Buku Pedoman adalah yang Realistis?
“Saya sendiri semakin tertantang untuk selalu mengajar dengan berbagai strategi. Mau tidak mau saya harus banyak belajar memperbarui cara mengajar saya”. Ungkapnya dengan wajah yang sumringah sore itu ketika saya mengunjungi rumahnya.
Membuat siswa aktif seperti yang dilakukan guru diatas harus mendapatkan apresiasi karena menghidupkan kelas bukanlah persoalan yang mudah. Guru tersebut mau membuka kembali cakrawala dalam dirinya bahwa dirinya juga harus belajar. Ia sadar bahwa yang dihadapi adalah manusia yang memiliki pengetahuan dan perasaan dan pastinya masa depan. Mengajar bukan hanya untuk memberi tahu agar siswa “tahu apa” tetapi juga “tahu bagaimana” dan “tahu mengapa” sehingga ia tidak sia-sia menghabiskan waktunya untuk berdiam diri di kelas. Ia akan menjadi kreatif dan produktif untuk diri dan lingkungannya.
*Buku Pedoman maksud saya termasuk buku siswa dan buku guru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H