Bagian 15
Dua Tahun Kemudian
Kuseret langkahku  keluar dari kantor. Lampu berjuta warna terangi langit Jakarta. Menyadarkanku bahwa aku sudah seperti mesin yang terus dipacu. Sampai untuk menikmati waktu sendiri saja tidak ada. Ya, beginilah nasib bekerja di media. Kutelusuri jalanan Jakarta yang basah oleh hujan sore tadi. Jakarta yang tak pernah mati dengan hiruk pikuknya. Mungkinkah keajaiban bisa turun dari langit Jakarta yang merah oleh segala ambisi manusia?
Hey, kenapa aku bicara keajaiban?
Sejak kapan aku mengharapkan kejaiban turun dari langit?
Ah…, keajaiban itu tidak ada. Tepisku.
Toh, hidupku di Jakarta terus begini. Tidak ada perubahan. Untuk makan saja kadang susah. Meski sudah bekerja mati-matian. Ingin satu saat aku lari saja dari Jakarta.
Kilat tiba-tiba menyambar, hujan turun seketika.
Aku segera berlari mencari tempat berteduh, tepatnya di sebuah emperan toko yang sudah tutup.
Ya, cukup nyaman juga  untukku berlindung dari hujan. Hujan begitu lebat, sampai-sampai mataku tak dapat menangkap sesuatu yang ada di depanku.