Mohon tunggu...
Lusia Imelda Jahaubun
Lusia Imelda Jahaubun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Gadis desa dengan mimpi bisa mengelilingi dunia

Karena beberapa perasaan sulit untuk diungkapkan, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Dan Saya Berhenti Mengajar

6 April 2024   13:41 Diperbarui: 6 April 2024   13:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman pribadi dan saya akan memulainya dengan berbagi sedikit tentang layar belakang ayah saya.

Ayah saya adalah seorang guru sekolah dasar di salah satu SD negeri di tempat kami tinggal. Sebagai seorang yang masih kecil kala itu, saya melihat ayah saya adalah seorang yang sangat berdedikasi di pekerjaannya dan seorang seorang pria yang segala sesuatu bisa dikerjakannya.

Keseharian ayah saya setelah dari sekolah ialah berkebun. Bersama dengan ibu, mereka mengelolah kebun singkong yang lumayan hasilnya. Ibu saya bukan seorang pedagang, jadi hasil kebun yang kami miliki kami konsumsi sendiri. 

Ketertarikan saya dengan pekerjaan ayah saya ialah ketika saya melihat beberapa muridnya yang sering datang kerumah dimalam hari untuk diajarkan secara private. Dari sini saya merasa kagum dan berpikir bahwa ayah saya keren, dan memang seperti itulah beliau di mata saya  sampai sekarang. 

Disaat saya telah lulus SMA, saya mendaftar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) - saya mau mengikuti jejak ayah saya. 

Saya semangat dalam kuliah, nilai-nilai saya pun bagus, IPK saya tidak pernah dibawah 3, saya menjadi andalan dikelas oleh para dosen. 

Pada semester 5, saya ditawarkan untuk menjadi tenaga honorer pada SMP Negeri. Tawaranpun saya terima dan saya pikir ini awal yang baik. Namun, seiring berjalannya waktu saya mulai menemukan hal-hal kecil pemantik kecewanya saya pada dunia pendidikan. Namun kecewa-kecewa kecil itu sering kali saya tepis dan saya terus melanjutkan hidup saya sebagai seorang pengajar honorer dan mahasiswa.

Sampai disaat kelulisan tiba dan banyak dari teman-teman seangkatan saya yang melamar menjadi PNS. Mungkin disini letak kekecewaan terbesar saya. Sebagian besar teman-teman seangkatan saya yang tes kala itu, yang saya tau kalau dikelas mereka menonjol, mereka tidak lolos. Sementara teman-teman yang ketika dosen menanyakan pendapat mereka ketika dikelas hanya berdiam diri, mereka justru lolos. Saya kemudian bertanya-tanya koq bisa? Ternyata setelah saling tanya sana-sini barulah saya dapati bahwa teman-teman saya yang lolos tes ini rata-rata orang tua mereka juga PNS. Memang ini tidak bisa jadi tolak ukur tapi faktor pembedanya terlihat sangat jelas. 

Dari situ saya putuskan untuk berhenti mengajar dan pindah ke kota lain. . Kenapa hal ini membuat saya sangat kecewa? Tentu saja karena kualitas anak didik yang dihasilkan akan jauh menurun ditambah lagi dengan beban administrasi guru yang sangat banyak yang entah apa manfaatnya untuk pendidikan.  

Lalu bagaimana dengan teman-temam saya yang bonafit selama dibangku perkuliahan? Mereka mengambil jalur swasta dengan bekerja di toko-toko retail besar di Indonesia, sayang ya, ilmunya tidak terpakai. Saya juga demikian. Ilmu yang saya dapatkam dibangku kuliah hanya sedikit yang terpakai. Saya tidak mengajar, tapi saya masuk ke jalur bisnis. Kemampuan berkomunkasi saya terpakai namun skill yang saya dapatkan mengendap dalam diri saya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun