"Sudah! Saya putus asa. Saya  sudah mencoba satu demi satu keyakinan untuk menenangkan suara itu, saya berpindah-pindah keyakinan, bahkan saya sempat menjadi atheis, tapi sama saja. I got nothing in the end. Suara  itu tetap berkumandang. Saya harus bagaimana lagi? Bener-bener stress!Â
Singkat cerita, saya berkesimpulan kalau kalau Islam itu bukan agama tapi panggilan dari dalam. Diikuti saja. Karena setelah saya mengikutinya, suara itu merubah saya secara perlahan-lahan. Berat memang diawal tapi lama-kelamaan, perilaku Islam itu menjadi habit saya.Â
"Ehh terus mama papa gimana tanggapannya diawal-awal kamu pindah?" Rekan saya  melanjutkan pertanyaannya yang terdengar sedikit penasaran.
"Ya,... ditolaklah. Tau sendiri orang tua radikatnya tingat tinggi. Mereka butuh waktu untuk mencerna. Tapi lama-lama lunak juga sich."Â
Beberapa teman dekat masih belum bisa  menerima, gw sempat dibully, tapi bodoh amat dah. Intinya adalah, I feel better; jauh lebih baik sekarang. Orang mau bilang apa juga, ya monggo.."
Dilain sisi saya juga kaget mendengarnya berujar bahwa pasangannya adalah seorang Muslim, namaun 1 pertanyaannya adalah, "Tapi masku koq gak gitu-gitu amat ya,.?"
Saya menjawab, "karena dia belum menemukan Islam, Masmu ber-Islam hanya karena Islam diturunkan dari orang tuanya bukan dar proses mencari.
Akhir dari smeuanya kita hanya bisa memgang teguh pada apa yang kita percayai, bukan pada apa yang orang lain inginkan kita kerjakan.
Salam,..