Mohon tunggu...
Jahar Haiba ID
Jahar Haiba ID Mohon Tunggu... -

saya bercita-cita ingin jadi novelis dan penulis skenario film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tidak Sekadar Euforia Belaka

23 Agustus 2010   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:47 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Marhaban ya syahru Ramadhan ... marhaban ya syahrus shiyam.Semua orang berbahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tua, muda, lelaki, dan wanita semuanya tersihir oleh Euforia menyambut datangnya bulan mulia ini.

Ketika bulan Ramadhan tiba, kehidupan mendadak berubah. Semuanya menjadi serba mendadak. Dalam rangka pengagungan atas bulan penuh berkah ini, sejumlah stasiun televisi menawarkan berbagai program Islami kepada para pemirsanya. Berbeda dengan acara-acara sebelumnya yang banyak mempertontonkan aurat dan dan bertentangan dengan aturan Islam. Ketika Ramadhan tiba, sinetron-sinetron yang ditayangkan mendadak menampilkan sosok-sosok lakon yang anggun dengan balutan kerudung dan busana muslim. Dari lakon-lakon tersebut sering keluar kata-kata bijak yang mencerminkan ketaatan dirinya kepada Allah. Para penyanyi turut berlomba-lomba merilis album religinya di bulan ini. Pokoknya bulan ini, membawa berkah yang luar biasa kepada mereka. Mereka kebanjiran job dan kontrak kerja.

Tayangkan iklan pun tiba-tiba mendadak jadi ’shaleh’. Sepertinya tidak ada satu pun produk yang pada saat beriklan tidak mengucapkan ’selamat menunaikan ibadah puasa’. Mereka menyampaikan ungkapan kurang lebih seperti itu dengan beragam cara yang menarik para pemirsa. Tidak lupa, mereka model yang mengiklankan pun dirias menjadi sosok yang alim, dengan memakai kerudung atau peci.

Menariknya, fenomena artis menutup aurat tidak saja merebak di kalangan artis yang beragama Islam. Bahkan artis-artis nonmuslim pun terlihat memakai kerudung ketika mereka tampil di televisi saat tampil dalam suatu program televisi semisal sinetron. Mereka memerankan tokoh muslim yang berkerudung.

Selain itu, ada satu hal yang membuat kita patut merasa prihatin. Penulis pernah menyaksikan sebuah berita di salah satu stasiun televisi mengenai razia dan penutupan tempat hiburan sejenis kafe. Dalam pemberitaan tersebut disebutkan bahwa penutupan dilakukan hanya bersifat sementara dan ada istilah yang menurut penulis terdengar aneh, yakni kata ’penertiban’. Mengapa mesti ditertibkan? Mengapa tidak sekalian saja ditutup untuk selamanya?

Padahal hemat penulis kalau kata ’ditertibkan’ atau ’penertiban’ kesannya berarti selama ini tempat hiburan—yang didalamnya dilakukan berbagai kemaksiatan seperti mabuk-mabukan, prostitusi (perzinaan), dan perjudian—dihalalkan alias diperbolehkan oleh pemerintah. Jika demikian, pemberlakuan seperti itu sebetulnya sangat tidak mencerminkan kebudayaan dan adat-istiadat bangsa Indonesia yang begitu kental dengan nuansa religiusnya.

Begitulah Euforia Ramadhan yangselalu berulang setiap tahun di negeri kita tercinta ini. Semuanya seperti serba mendadak. Yang tadinya sekular dan hedonis, tiba-tiba berubah menjadi nampak alim. Inilah barangkali berkah dari bulan yang mulia. Auranya mampu menyedot orang-orang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Suasana Ramadhan mampu menghantarkan seseorangmenjadi sosok muslim yang taat, meskipun kebanyakan ketaatannya itu muncul hanya di bulan Ramadhan saja, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah publik figur, yaitu para selebriti.

Rasulullah SAW bersabda: ”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan di belenggu.” (HR. Muslim)

Euforia Ramadhan harus kita pandang sebagai sebuah fenomena yang positif, dengan tidak mengabaikan efek negatif yang ditimbulkannya. Euforia menunjukkan bahwa bangsa kita memang masih menyadari akar kebudayaanya yang begitu melekat dan mengakar dengan agama Islam. Jika sebaliknya, datangnya bulan Ramadhan dianggap biasa-biasa saja, berarti itu adalah pertanda bahwa bangsa ini sudah meninggalkan kehidupan religiusnya. Jika para artis sama sekali tidak menutup aurat, iklan-iklan tidak menghargai datangnya bulan Ramadhan, maka hal itu pertanda bahwa bangsa ini sudah meninggalkan agama Islam yang menjadi mayoritas bangsa Indonesia secara total.

Fenomena ini adalah efek negatif dari sebuah euforia. Inilah yang sering berulang tiap tahun. Ketaatan hanya ada di bulan Ramadhan, sementara sebelas bulan yang lain kita bermaksiat lagi. Lalu siapakah yang menciptakan keseluruhan waktu? Siapakah yang menciptakan tahun sebanyak dua belas bulan? Seorang muslim hendaknya berusaha dan belajar dengan segenap kemampuannya untuk berlaku taat dalam seluruh kehidupannya. Dia sepantasnya berusaha berlaku taat secara penuh selama dua empat jam setiap hari. Tidak ada satu detik pun yang dia lalui tanpa ketaatan. Ketaatannya tidak dibatasi ruang dan waktu. Dia berusaha taat dalam siang dan malam, suasana terang maupun gelap, terang maupun tersembunyi.

Rasulullah bersabda:“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.”(HR. Tirmidzi)

Teknologi layaknya seperti sebilah pisau. Pisau bisa digunakan untuk kebaikan, juga sebaliknya bisa digunakan untuk kejahatan. Penggunaan pisau bergantung kepada kepentingan, motif dan niat penggunanya. Demikian juga dengan teknologi, bisa digunakan sebagai sarana dakwah Islam—mengajak orang untuk menjadi lebih baik sesuai dengan aturan Islam—atau malah sebaliknya, dijadikan oleh orang atau kelompok tertentu untuk menghambat dakwah Islam—menghalang-halangi orang untuk taat kepada aturan agama. Sekali ini, hal ini bergantung kepada siapa yang menggunakan dan yang memiliki otoritas atas media itu sendiri.

Fenomena ’mendadak taat’ jika kita telusuri lebih lanjut, boleh jadi hal ini menunjukkan bahwa ranah keagamaan (spiritual) yang bersifat agung dan sakral telah mengalami degradasi akibat kapitalisasi yang memang tengah marak dalam pelbagai lini kehidupan di negeri ini. Sebagai bukti atas hal ini, betapa banyak perusahaan yang memanfaatkan momen Ramadhan yang omzetnya naik saat bulan Ramadhan karena memang konsumen terbesar di negeri ini adalah umat islam sehingga menjadi pasar yang begitu menjanjikan bagi perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing. Inilah lahan empuk bagi kapitalisme.

Kapitalisasi di bidang keagaamaan ini tentu tidak bisa kita biarkan. Jika dibiarkan ini akan menjadi sesuatu yang sakral menjadi profan. Ada yang sebaiknya kita perbaiki dari fenomena euforia ini. Hemat penulis, ibadah puasa Ramadhan bersifat sakral. Sementara fenomena ketaatan sesaat yang ditunjukkan masyarakat, terutama di media televisi telah merubah sesuatu yang sakral hanya sekadar ritual yang kosong tanpa makna, bahkan hanya bersifat profan (keduniaan).

Selanjutnya apakah langkah konkret yang sebaiknya dilakukan? Sebagai muslim tentu kita menginginkan menjadi seorang muslim yang tidak biasa, artinya jadilah tipikal muslim yang cerdas berkualitas. Muslim yang cerdas berkualitas tentu tidak larut dalam hingar-bingar sebuah euforia. Muslim yang cerdas tentu saja tidak melakukan ketaatan di bulan ramadhan saja, akan tetapi dia selalu berusaha melakukan ketaatan secara penuh dalah seluruh kehidupan yang di jalaninya.

Berikut ini, beberapa hal yang sebaiknya kita lakukan sebagai latihan untuk membiasakan diri menjalani ketaatan, khususnya di bulan Ramadhan, dan umumnya di seluruh bulan selain bulan Ramadhan. Syeikh Yusuf Qardhawy menganjurkan kita untuk melakukan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, menghindari omong kosong dan cacian. Orang yang berpuasa sebaiknya selalu meningkatkan diri dan berusaha menghindari sikap dan perilaku yang sia-sia, omong kosong, berkata jorok, kasar, bertindak bodoh, mencaci maki, dan sejenisnya. Orang mukmin yang beruntung adalah yang selalu menjauhkan diri dari hal yang sia-sia seperti dalam firman Allah:

”Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” (QS. Al-Mu’minun: 3).

Rasulullah bersabda: ”Puasa adalah perisai, apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata kotor (rafats) dan jangan berkata keras (shakhb)—dalam riwayat lain, ’janganlah bodoh’. Jika seseorang memaki dan memeranginya, maka katakanlah ’aku sedang berpuasa’ dalam riwayat lain disebutkan, ’aku sedang berpuasa’ (dua kali).” (HR. Bukhari dan Muslim)

”Bukanlah puasa itu dari makan dan minum, melainkan puasa itu dari omongan sia-sia dan kotor.” (HR. Al-Hakim)

”Banyak orang berpuasa yang tidak memperoleh apa-apa dari puasanya selain lapar.” (HR. Al-Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim)

Kedua, memperbanyak amalan sunnah seperti shalat tarawih, zikir, istighfar, membaca doa, tilawah Al-Quran, sedekah, dan ibadah sunnah lainnya.

”Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan dengan iman dan mengharap Ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

”Pada bulan Ramadhan ada yang memanggil, ’wahai pencari kebaikan, lanjtukanlah! Wahai pencari keburukan, berhentilah!’” (HR. Abdul Razaq)

Maksud hadis ini adalah perintah kepada kita untuk melanggengkan kebaikan selama bulan Ramadhan sekaligus berhenti melakukan perbuatan dosa. Kita dianjurkan untuk banyak berdoa dalam keadaan berpuasa, karena Allah akan mengabulkan doa orang yang berpuasa.

Ibnu Umar berkata: ”Dahulu Nabi SAW jika berbua mengucapkan, ’telah hilang dahaga, telah basah urat-urat semua, dan tetaplah pahala, insya Allah. ’” (HR Abu Daud)

Dari Abu Abdullah ibn Amr, dia berkata: ”bagi orang yang berpuasa, saat dia berbuka, doanyayang tidak tertolak.” (HR Ibnu Majah)

Abu Hurairah Ra. Meriwayatkan: ”Tiga orang yang doanya tidak tertolak adalah imam yang adil, orang yang berpuasa saat dia berbuka, dan orang yang teraniaya.” Dalam riwayat lain, ”Dan orang yang berpuasa hingga dia berbuka.” (HR. At-Tirmidzi)

Ketiga, memaksimalkan diri pada sepuluh hari terakhir. Hal ini dilakukan Rasulullah bersama keluarganya.

Aisyah Ra mengatakan: ”Jika memasuki sepuluhhari itu, Rasulullah SAW mengencangkan kainnya (tidak menggauli istrinya), menghidupkan malamnnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR Imamyang Enam).

Rasulullah mencontohkan pada sepuluh hari terakhir dengan aktivitas i’tikaf di masjid dan ini diikuti oleh para istrinya, para shahabatnya, para tabi’in dan shalihin. Dalam sepuluh terakhir ini kita akan dijamu Allah dengan suatu malam agung, yakni lailatul qadr.

”Bulan ini telah hadir di tengah kalian. Padanya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa terhalangi darinya berarti benar-benar terhalangi dari kebaikan seluruhnya. Tidak ada orang yang terhalangi dari kebaikannya kecuali orang yang terhalangi (dari kebaikan).” (HR Ibnu Majah.)

Oleh karena itu, di bulan Ramadhan ini kita tidak mencukupkan diri dengan menahan lapar dahaga. Kita sebaiknya tidak dilalaikan oleh media, terutama televisi. Meskipun di bulan Ramadhan televisi menawarkan program-program Islami, janganlah menjadikan halangan bagi kita untuk pergi ke masjid melakukan shalat berjama’ah, beri’tikaf, mentadabburi Al-Quran, dan melakukan pelbagai ibadah lainnya.

Jangan salah program-program televisi yang bagus biasanya disiarkan pada jam-jam dimana pada jam-jam tersebut kita diperintahkan shalat, dianjurkan untuk membaca Al-Quran dan berdoa. Maka sebetulnya ini kembali lagi kepada kita. Kita diberikan pilihan, apakah mau terlena atau tidak tergoda. Hal ini juga sekaligus sebagai ujian akan keimanan kita. Mampukan kita manahan godaan secara cerdas seperti gambaran orang-orang yang berpuasa dengan tingkatan tinggi (khususil khusus).

Seandainya televisi telah mengalihkan kita dari ketaatan kepada Allah yang sesungguhnya, maka televis telah menjadi sandingan kita selain Allah, atau dengan kata lain televisi telah menjadi thagut, sesembahan selain Allah yang membuat kita malas beribadah. Padahal Allah memerintahkan kita untuk memerangi thagut dalam bentuk apa pun.

Bandung, 2 Agustus 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun