BERBICARA musim reformasi Arab sungguh menarik. Menariknya ketika reformasi bergulir dari satu negeri, efeknya seperti bola saju, menggelinding ke negeri-negeri lain di kawasan Timur Tengah. Musim reformasi ini dimulai sejak 18 Desember 2010 (wikipedia.com). Negara-negara di kawasan Timur Tengah yang dialiri Arab Spring ini antara lain: Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, Bahrain, dan Suriah. Penyebab bergulirnya revolusi Arab ini adalah ketidakpuasan publik (rakyat) atas penguasa yang memerintah mereka. Kita semua sudah memahami bahwa para penguasa di kawasan Timur Tengah bukanlah penguasa independen yang mampu mengayomi dan melindungi rakyatnya, melainkan sebaliknya mereka menjadi ‘drakula’ yang menyiksa dan menyengsarakan rakyatnya. Fungsi penguasa sebagai junnah (pelindung) rakyatnya tidak berfungsi. Demi mengokohkan dan mengekalkan kekuasaannya, para penguasa di Timur Tengah rela ‘melacurkan diri’ menjadi boneka Barat yang siap melindungi semua kepentingan Barat di Timur Tengah. Sayangnya kehendak dunia Arab untuk mendapatkan kemerdekaan utuh ternyata sadar atau tidak sadar bukan lagi kemerdekaan sejati (Islam) yang mereka dapatkan. Islam sebetulnya di awal kedatangannya adalah untuk membebaskan Orang-orang Arab dan juga Ajam (Non-Arab) dari segala bentuk perbudakan dan penjajahan menjadi penghambaan total kepada Allah SWT. Itulah mengapa Arab Spring boleh dibilang gagal. Siapa sebetulnya yang diuntungkan dalam Arab Spring? Tiada lain adalah Barat dan sekutunya. Dengan kata lain, Arab Spring memang membebaskan Timur Tengah dari kekuasaan diktator pemerintah boneka arahan Barat, namun sebagai gantinya adalah para penguasa boneka baru yang kebijakan-kebijakannya masih tetap menghamba pada kepentingan penjajah dengan dalih pemerintah yang lebih demokratis. Jadi dari situ, jelas kita bisa melihat musim semi Arab tidak membebasakan kawasan Timur Tengah dari penjajahan dan hegemoni Barat. Jika kita perhatikan perkembangan Mesir pascarevolusi akhir-akhir ini, kita melihat bahwa Mesir mengalami dilema saat memperjuangkan Syariat Islam untuk dijadikan dasar pijakan dalam konstitusi negara. Bahkan, kondisi saat Mesir begitu mencekam. Kelompok Liberal melakukan makar dengan cara membuat membuat kekacauan untuk mengganggu stabilitas pemerintahan Mursi. Di sisi lain, bentuk negara Mesir pascarevolusi tetaplah sebuah negara yang berbentuk demokrasi. Mesir tetap melakukan pinjaman dari IMF. Kita semua tentu paham, bahwa IMF adalah senjata Barat untuk menjajah dunia muslim. Kita juga paham bahwa meminjam uang ke IMF adalah sama dengan mempraktekkan riba. Jelas riba itu haram. Dalam sebuah hadis, dosa melakukan riba adalah sepadan dengan menzinahi ibu kandung sendiri. Ceritanya akan lain jika Mesir kemudian berubah menjadi sebuah negara Islam murni yang terlepas dari sistem demokrasi. Terkait dengan dekrit presiden Mursi, kebijakan Mursi beralasan kuat, sapu kotor seperti jaksa agung yang dekat dengan rezim lama harus disingkirkan untuk membersihkan kotoran era Mubarak yang menumpuk tebal. Namun sebagai aktor di panggung demokrasi yang punya pakem dan aturan sendiri, menurut mereka aksi Mursi itu dianggap mengkhianati demokrasi. Pemenang dalam kompetisi demokrasi harus tunduk dalam aturan main demokrasi pula. Inilah pengalaman pahit Natsir dan Masyumi di Indonesia, Erbakan dan Refah di Turki serta FIS di Aljazair. Mereka menjadi juara dalam kompetisi demokrasi tapi akhirnya tergusur oleh sistem yang dipaksakan Barat ke seluruh dunia itu. Kemenangan dalam sistem demokrasi tidaklah berarti bisa mengubah keadaan secepatnya. Pemenangnya lebih mirip artis yang menang kontes idol-idolan. Ia muncul sebagai juara karena banyak SMS yang memilihnya. Namun pakem pentasnya dikuasai stasiun tv dan sponsor (eramuslim.com). Begitulah perjalanan reformasi Arab. Negara-negara yang dialirinya memang mengalami perubahan. Namun perubahannya hanya sebatas pergantian aktor. Aktor di panggung politiknya berganti. Namun bentuk, sistem, dan undang-undang negaranya tetap sama dan sesuai dengan arahan Barat. Energi kebangkitan yang muncul sadar atau tidak sadar telah dibajak dan tidak bermuara pada Islam. Perubahan tidak mengarah pada kemenangan Islam yang sebenarnya, akan tetapi Barat membajaknya dengan cara-cara memperhalus konsep mereka yang busuk dengan istilah yang lebih familiar dengan dunia Islam, seakan-akan konsep yang ditawarkan sejalan dengan Islam. Misalnya dari konsep civil state yang diganti dengan daulah madaniyah. Ada satu negara yang berbeda dari yang lain, yaitu Suriah. Suriah merupakan negara terakhir yang dilanda revolusi. Proses revolusi hingga hari ini masih terus berlangsung. Hampir berjalan 2 tahun. Revolusi Suriah bermula pada 15 Maret 2011, setelah para aktivis Suriah melalui situs jejaring sosial menyeru rakyat untuk ikut dalam aksi protes yang mereka sebut dengan “Hari Kemarahan Suriah” pada hari tersebut. Lalu, aksi protes berkembang, setelah pihak oposisi menyeru rakyat untuk menjatuhkan rezim Asad. Tiga hari kemudian, demonstrasi massa meluas ke beberapa tempat di luar ibukota. Satu minggu setelahnya, pada hari yang mereka sebut sebagai “Hari Kejayaan”, rakyat Suriah menggelar demonstrasi massa di tujuh propinsi dari 14 propinsi yang ada di Suriah (dakwatuna.com). Ada juga sumber lain yang menyebutkan bahwa revolusi ini berawal dari sebuah coretan di dinding yang dibuat anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap rezim Asad. Media-media Barat dan juga media nasional di Indonesia terlihat berupaya mengaburkan pemberitaan dan mengopinikan bahwa gejolak yang terjadi di Suriah diklaim hanya konflik internal atau konflik saudara. Ini tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di sana. Konflik yang terjadi di sana lebih dari itu. Di sana telah berkecamuk pertarung antara ideologi Islam dan Barat. Ideologi Islam diwakili oleh para brigade mujahidin di sana. Sedangkan kepentingan Barat berlindung di belakang oposisi dan front perlawanan yang bisa ‘dibeli’ oleh Barat. Ada juga kepentingan ekonomi seperti Cina dan Rusia. Namun yang paling kentara adalah pertarungnan para mujahid yang oleh media barat digelari ‘pemberontak’ melawan Asad yang merupakan kaki tangan Barat, yang menjelang akhir kekuasannya dianggap sudah tidak berguna. Jadi Barat hanya mengulur waktu untuk mencari boneka penggantinya. Dimana terjadi konflik, Amerika Serikat pasti selalu mengambil peran. Dunia dibohongi seakan-akan Amerika Serikat diposisikan sebagai pahlawan, padahal sebaliknya dialah biang kerok dari semuanya. Dialah sebetulnya bersama ideologi kapitalisme yang diusungnya yang merupakan sumber dari segala permasalahan di dunia. Hingga saat ini Amerika belum menemukan pengganti yang pas dari Bashar Assad dan rezimnya. Berbeda dengan reformasi Arab di kawasan lain, Amerika lebih mudah mencari pengganti kompradornya sehingga kepentingan penjajahannya di kawasan itu menjadi relatif lebih terjaga dan aman. Hingga saat ini penduduk Suriah masih terus bertahan dengan ideologi Islamnya. Mereka hanya menginginkan daulah Islam (khilafah), bukan civil state atau daulah madaniyah. Api kebangkitan dalam dada mereka tetap menyala hingga ketika Asad tumbang, khilafahlah yang akan menggantikannya. Suriah termasuk salah satu wilayah Syam. Daerah lainnya yang termasuk wilayah Syam adalah Palestina, Lebanon, dan Yordania. Syam memang merupakan tempat yang istimewa. Terlebih, salah satu kota di Suriah, yaitu Damaskus pernah menjadi ibukota kekhilafahan di era Umayyah. Ketika itu, Damaskus menjadi kota yang paling cemerlang, menjadi pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan. Banyak para ilmuwan yang lahir dari sana. Keistimewaan Syam diceritakan dalam ayat-ayat berikut ini. “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun[Yang dimaksud dengan Tin oleh sebagian ahli tafsir ialah tempat tinggal Nabi Nuh, Yaitu Damaskus yang banyak pohon Tin; dan zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak tumbuh Zaitun], Dan demi bukit Sinai (Yaitu tempat Nabi Musa a.s. menerima wahyu dari Tuhannya).” (QS. At-Tiin: 1-2) “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya [Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al-Isra: 1) “Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia[Maksudnya: negeri Syam]. (QS. Al-Anbiya: 71) Selain Al-Quran, Rasulullah SAW pun mengabarkan tentang keutamaan Negeri Syam yang diberkahi, seperti dalam hadis-hadis berikut ini. “Awal dimunculkan ad dien (Islam) dari Mekkah dan di akhir masa eksistensinya diperkuat di tangan Al Mahdi di Syam, dan di sana ada Ath-Thoifah Al-Manshuroh hingga datang Hari Kiamat” (Manaqib Syam wa Ahlihi, Hal 73) “Penduduk Gharb (yang berada di arah Barat) akan senantiasa menegakkan kebenaran sampai Kiamat datang”. [HR Muslim 13/68, Nawawi]. Imam Ahmad berkata,”Ahli Gharb adalah penduduk Syam.” Dan jawaban ini disepakati oleh Ibnu Taimiyah dalam Manaqib Syam wa Ahlihi, halaman 76-77. “Akan segera tegak berdiri di akhir Ummat-Ku seorang Khaliifah (beberapa saat, setelah pemboikotan itu terjadi),.. Kholiifah akan membagi bagikan harta, dengan tanpa menghitung hitung-jumlahnya”. (Shohih Muslim : 5189) Dari Abi Nadhrah berkata: “Kami sedang berada bersama Jabir bin Abdullah, rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata. (Rasuulullah Saw Bersabda) : “Hampir saja tidak boleh dibawa masuk ke negeri Iraq (diboikot) makanan sepotong roti-pun/(qafizh), diboikot pula masuknya dirham,”. Kami lalu bertanya kepada beliau,:”Dari mana (bangsa) yang melakukan demikian?’ Dia menjawab, : ” Orang orang ‘Ajam (non Arab, Amerika) yang mem-boikotnya”. Kemudian Beliau berkata lagi, ” Hampir – hampir saja tidak boleh dibawa masuk sekeping diinar kepada penduduk Syaam, tidak boleh pula dibawa masuk (diboikot) kepada penduduk Syaam se-takar-an makanan pun (mudyun).” Kami bertanya lagi : Dari mana (bangsa ) yang melakukan demikian ? .. Beliau menjawab : ” Dari bangsa Ruum. (kita tahu Israel adalah imigran dari Ruum, utamanya dari Eropa, yang datang menjajah Palestina sejak tahun 1917). Kemudian diam sejenak. Lalu dia berkata, Bersabda Rasuulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : ” Akan segera tegak berdiri di akhir Ummat-Ku seorang Kholiifah (Beberapa saat, setelah pemboikotan itu terjadi),.. Kholiifah akan membagi bagikan harta, dengan tanpa menghitung hitung-jumlahnya. (Shohih Muslim : 5189) Ath Thabrani meriwayatkan dalam al Mu’jamul Kabir, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah bersabda: “Permulaan dari perkara ini (Islam) adalah kenabian dan rahmat. Berikutnya tegaknya khilafah dan rahmat. Selanjutnya muncul kerajaan dan rahmat. Kemudian, orang-orang memperebutkannya, seperti kuda-kuda yang berebut. Maka, kewajiban kalian untuk berjihad. Sesungguhnya sebaik-baik jihad adalah ribath. Sebaik-baik tempat ribath adalah Asqalan”. [Ash Shahihah, 3270]. ‘Asqalan telah dikenal sejak dahulu. Menempati tempat strategis di bibir pantai (Palestina), ramai dengan perdagangan. Palestina tidak pernah ditaklukkan, kecuali diawali dengan penaklukkan ‘Asqalan. “Sesungguhnya saya melihat seakan-akan tonggak al-Kitab telah tercabut dari bawah bantalku. Maka, aku mengikutinya dengan pandanganku. Tiba-tiba terdapat cahaya terang-benderang yang mengarah menuju Syam. Ketahuilah, sesungguhnya iman, apabila telah terjadi beragam fitnah, berada di Syam”. [Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3092]. Al ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah berkata,”Rasulullah mengabarkan, bahwa tiang Islam, yaitu iman, pada saat terjadinya fitnah-fitnah, berada di Syam. Artinya, apabila fitnah-fitnah yang muncul telah mengancam agama Islam, maka penduduk Syam berlepas diri darinya. Mereka tetap istiqamah di atas iman. Jika muncul (fitnah yang) tidak mengancam agama, maka penduduk Syam mengamalkan konsekwensi iman. Apakah ada sanjungan yang lebih sempurna dari itu?” Kemudian hadits Nabis SAW., yang menceritakan fase-fase kepemimpinan umat Islam, dimana pada akhirnya akan tegak kembali Khilafah dengan manhaj kenabian SAW. “Kenabian akan ada di tengah kalian selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah di atas Minhaj Nubuwaah. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang lalim dan penindas. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang sewenang-wenang. Ia akan berlangsung selama Allah menghendaki ada. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah di atas Minhaj Nubuwwah.” (HR. Ath-Thayalisi, Ath-Thabari, dan al-Baihaqi dalam Minhaj an-Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah dan dihasankan oleh syaikh Al-Arnauth). Nash-nash Al-Quran dan hadis menjadi kekuatan bagi kita semua untuk bergerak memberikan kontribusi untuk mengembalikan kejayaan Islam. Bagi siapa saja yang percaya (mengimani ayat dan hadis di atas) tentu kita tidak akan berdiam diri atau sekadar jadi penonton, tetapi keimanan itu akan menggerakan seluruh jiwa, harta, dan tenaga kita untuk menjemput janji Allah dan Rasul yang pasti terbukti. Sudah saatnya kita campakkan nilai-nilai Barat (demokrasi sekular) yang selama ini telah mengotak-ngotakkan dunia muslim dalam sekat-sekat nasionalisme dan bendera kebangsaan yang telah nyata menimbulkan berbagai prahara dan makin menjauhkan kita dari ketundukan kepada syariah-Nya. Bagaimanakah peran kita di Indonesia jika khalifah dibaiat di Suriah? Muslim yang berada di Indonesia maupun negeri muslim yang lain wajib bergabung dengan Suriah menjadi satu kesatuan negara. Ini perintah dari Allah dan Rasul bahwa khalifah hanya ada satu. Rasulullah mengatakan bahwa jika ada dua khalifah maka salah satu yang terakhir (yang tidak sah) harus dibunuh. Perintah Rasul ini menitikberatkan bahwa kaum muslimin harus bersatu dalam satu komando seorang khalifah. Karena itu, kita yang berada di Indonesia harus bergerak mengintegrasikan Indonesia dengan khilafah Suriah, memutuskan ikatan orang-orang Indonesia dari belenggu nasionalisme dan intervensi Amerika terhadap Indonesia. Kita juga harus memupus kepercayaan kepada penguasa-penguasa zalim yang menerapkan demokrasi atas kaum muslimin. Merupakn tugas kita yang sudah menyadari akan kewajiban ini, menjelaskan kepada saudara, teman, dan kerabat untuk bersama-sama mengambil bagian dan meraih pahala tiada terbatas dari Allah. Kita beberkan kesalahan dan kebusukan demokrasi dan para penguasa yang menerapkannya. Kemudian kita juga alihkan perhatian umat Islam kepada akidahnya yang murni sehingga tidak lagi berpaling dari Islam, Syariah, dan Khilafah. Bukan tugas yang gampang. Sebuah misi yang harus dijalankan dengan serius, sabar, berkelanjutan, dan istikomah. Wallahu ‘alam. [] Sumber: http://islampos.com/khilafah-vs-drakula-rakyat-timur-tengah-vs-barat-43046/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H