Asuransi Jiwa Masih Pantas dan Layakkah Ditawarkan untuk Dibeli oleh Rakyat ?
(Ditinjau dari Aspek Legal, Aspek Keuangan dan Aspek Manajemen)
Berulang kali pada lebih dari 100 tulisan Blog saya di Kompasiana.Com selalu berpesan untuk Memanfaatkan Asuransi bukan sebaliknya malah Dimanfaatkan oleh pihak Asuransi.
Ternyata terbukti bahwa dengan adanya kasus Jiwasraya dan lainnya, Masyarakat kembali dikecewakan dirugikan karena "Dimanfaatkan" oleh pihak Asuransi.
Tulisan ini dibuat dengan niat baik berbagi agar rakyat lebih pintar dan jeli dalam  belanja produk keuangan.
Asuransi Jiwa apakah sebenarnya :
1. Misproduct atau Produk yang cacat. (Aspek Legal)
A. Tidak sejalan dengan Prinsip Asuransi yaitu "Asuransi menjamin resiko dari sesuatu kejadian yang TIDAK PASTI (kecelakaan, kebakaran, kecurian, bencana alam dan lainnya)"
Sedangkan Kematian atau hilang nyawa adalah sesuatu yang PASTI terjadi.
B. Tidak sejalan dengan Prinsip Kerja Asuransi yaitu INDEMNITY atau Ganti Rugi yang sesuai atau setara, sepadan similar dengan obyek yang ditanggung.
Sedangkan Jiwa atau Nyawa tidak bisa diukur atau dinilai Berapa Nilai Ganti Rugi yang setara atau sepadan similar.
C. Premi yang disetor ternyata terbagi 2 alokasi yaitu Premi Asuransi Jiwa dasar dan Investasi.
Tersalur pada 2 manfaat yang bertentangan yaitu ASURANSI Â itu JAMINAN PASTI dibayar bila terjadi Resiko.
Sedangkan INVESTASI itu TIDAK ADA JAMINAN KEPASTIAN dibayar atau Bisa Untung juga Bisa Rugi dan bersifat SPEKULATIF.
Ibarat naik Bis Kota kalau Bis ASURANSI itu Keselamatan dan Resiko Dijamin Ditanggung oleh Supir yang Pegang Kendali Bis.
Sedangkan Bis INVESTASI Supir pegang Kendali Tetapi Keselamatan dan Resiko Ditanggung Sendiri-sendiri oleh Penumpang / Nasabah.
Bagaimana mungkin penumpang naik dalam 1 Bis yang betentangan Haluan Pandangan ?
Si Supir pasti bingung dan Si Penumpang atau Nasabah sudah pasti akan Jadi KORBAN.
2. Misselling atau salah menjual (Aspek Keuangan).