Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

SB ( Syair Berdarah )- Prolog

4 Desember 2023   04:12 Diperbarui: 4 Desember 2023   05:53 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teror dan pembunuhan membuat Negeri Benua Lokananta seperti bara dalam sekam. Muncul Syair Berdarah yang membuat siapa saja yang menemuinya akan terbang jiwanya seketika. Apa pasal? Dendam siapakah? Kudetakah sebagai puncak teror itu? Mampukah sang Penyelamat membereskan semua itu?

------------------------

1. Petaka di Lautan

Langit yang semula biru cerah, dengan sinar matahari yang hangat. Tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. 

Hanya dalam hitungan sekejap saja, semua tersapu hilang, muncul sebagai gantinya adalah amukan badai.

Angin sepoi berubah menjadi angin kencang. Langit biru berubah menjadi gulungan awan gelap yang membawa lecutan petir.

"SPLASSSHHH... TRRATTT... DAAARRR!"

"HWOOORRAAAHHGGGH!"

Suaranya sangat mengerikan. Seperti lolongan makhluk dari dunia lain.

Lautan seketika bergolak dengan munculnya ombak setinggi gunung.

Kapal dagang yang besar itu seperti mainan kanak-kanak saja, dilempar dan dibanting oleh ombak. Membuat panik para penumpang kapal.

Penumpang yang sebelumnya asyik menikmati pemandangan laut di atas geladak, angin sepoi, ombak mengalun asyik dan teriakan camar di udara, seketika menjadi riuh gaduh karena teriakan ketakutan dan jerit tangis.

Sekali lagi, ombak itu melambungkan kapal terbang ke udara dan kemudian terbanting keras, membuat beberapa tiang pelengkap di buritan patah dan bagian dua bendera segi tiga di haluan kapal sobek dihujam oleh angin badai yang ganas.

Air laut memasuki geladak kapal dan menghanyutkan apa saja yang bisa ditarik dan dilemparkannya ke laut. Tidak terkecuali penumpang yang kurang sigap menyelamatkan diri. Tubuh tidak berdaya mereka dibawa terbang dan kemudian dibanting terjun ke dalam laut. Sebentar timbul dan berusaha untuk berenang tapi ombak yang lain datang menelannya hilang.

"Aaaaaaaaaa!"

Jerit kesakitan dan jerit kepanikan bercampur dengan deru amukan badai.

*

"Gulung layar!" teriak nahkoda yang bertubuh tinggi tegap itu sigap. Tapi teriakan nahkoda kapal, seperti hilang ditelan badai. 

Amukan badai begitu dahsyat, bahkan kru kapal yang berpengalaman pun harus berjuang mati-matian untuk mempertahankan kapal agar tetap terapung. Menggulung layar dengan cepat, mengurangi beban muatan ng tidak perlu, mengikat peralatan penting ke tiang utama. Menguras air agar tidak masuk ke dek penumpang yang berada di bawah. Ada juga yang menyelamatkan penumpang dengan membawanya ke tempat aman.

Juru Kemudi dengan erat memegang roda kemudi untuk mengatur arah dan keseimbangan gerak kapal, terlihat buku-buku tangannya sampai pucat memutih. Matanya mengernyit sekadar menepis angin dan air laut yang menerjang kapal dan menerpa kedua matanya. Mencegah pandangannya dari segala gangguan yang bisa mengakibatkan kapal kehilangan arah.

Nahkoda yang berada di depan pintu ruang kemudi berusaha memperjelas pandangannya yang samar-samar karena langit dan laut menjadi hitam pekat. Diusapnya kedua matanya untuk membersihkan dari pantulan air hujan yang memercik.

Pandangan masih belum jelas benar, hanya sesekali terlihat terang karena ada kilatan petir menerangi.

"DUAAAAAARRRRR!"

Dia melihat beberapa anak buahnya dengan cekatan melakukan pekerjaan darurat demi keselamatan kapal, meski perintahnya tidak didengar dengan jelas. Pekerjaan rutin dalam keadaan darurat seperti ini sudah mendarah daging bagi pelaut seperti mereka.

Tapi, ada satu yang aneh ditemukan oleh Nahkoda. Seorang pemuda tampan kurus yang ditemuinya saat naik ke atas kapal, ikut berjuang mati-matian menyelamatkan, apa saja yang bisa diselamatkannya.

Tidak memperdulikan keadaan dirinya yang lemah dan berbahaya. Hanya karena keberanian, keteguhan hati dan keinginan kuat menolong sesamanya, membuatnya melakukan semua itu.

Sayang, amukan badai datang tidak sebentar.

Pemuda itu sudah basah kuyup, rambutnya yang panjang awut-awutan, sebagian jatuh melekat di wajahnya yang pucat kedinginan, lengket bercampur dengan keringat dan air laut. Berkali-kali dia jatuh terpeleset tapi dengan tekad kuat bangkit lagi untuk menolong siapa saja yang butuh.

Nahkoda tahu bahwa pemuda itu hanya seorang pedagang cinderamata yang kebetulan naik kapalnya.

Amukan badai belum reda, kapal masih terbanting-banting dihajar ombak laut yang saling berlomba untuk menghancurkan apa saja.

Pikiran tentang pemuda kurus itu terputus karena muncul sesuatu yang sangat mengerikan dan belum pernah dilihat dan dipikirkan sekali pun oleh sang Nahkoda. 

Sepasang mata sang Nahkoda sampai terbelalak lebar dan mulut terbuka. Lidahnya kelu, kuduknya meremang melihat "makhluk aneh" dari balik kaca ruang kemudi yang sebagian kacanya sudah hancur. Juru Mudi lenyap entah ke mana?

"HAAARRGGGGGGHHHH!"

Diawali dengan suara raungan dahsyat itu, munculah sesuatu yang besar dan panjang biru gelap berlendir, ukurannya sebesar batang pohon kelapa dan panjang sekali. 

Yang membuat sang Nahkoda menggigil selanjutnya, sesuatu yang panjang itu jumlahnya tidak cuma satu, tapi... dua... tiga... empat...

Belum selesai menghitung, sang Nahkoda terjatuh dari kursi karena terkejut, tiba-tiba muncul sepasang mata bulat besar menempel di kaca ruang kemudi.

Sepasang mata bulat besar yang berwarna merah darah bersorot kelaparan.

Setelah hilang dari rasa terkejutnya, dengan bangun dan mundur ke belakang, sang Nahkoda melihat bahwa sepasang mata besar adalah seekor gurita raksasa yang berlengan delapan. Karena semakin jelas terlihat bahwa lengan itu dilengkapi alat hisap yang berbentuk bulat cekung yang digunakan untuk menangkap mangsa.

Entah, dengan alasan apa, gurita raksasa itu menangkap kapalnya?

"KRAAAKKKK.... PLAKKK... AAAAHHH... BYUUURR!"

Terdengar suara keras berderak, ternyata lengan-lengan gurita yang lain menangkap badan kapal dan berusaha meremas sehingga retak berderak.

Salah satunya menyabet anak buah kapal malang yang gagal mengusirnya dengan tebasan golok. Sayang lengan yang panjang besar berlendir itu licin dan membuat tebasan golok menjadi tergelincir, selanjutnya karena terganggu Gurita Raksasa menangkap anak buah kapal, meremasnya dan kemudian membantingnya ke laut.

Lenyap seketika ditelan ganasnya laut dan amukan badai.

Selain berlendir menjijikan ternyata Gurita Raksasa itu beracun. Hawa beracun menyelimuti ke seluruh geladak kapal, membuat sang Nahkoda yang kini di luar raung kemudi dan anak buah kapal terpapar.

"HUKK... HUUKK... HOOEK!"

Mereka terbatuk-batuk dan satu demi satu anak buah kapal muntah darah dan kemudian berkelojatan mati.

Melihat itu, mereka yang masih hidup segera menyelamatkan diri dengan meloncat kabur, terjun ke laut yang menggila.

Tapi, Malaikat Maut pun sudah menunggu untuk menjemput nyawanya.

Tidak ada tempat untuk berlari menyelamatkan diri. 

Sang Nahkoda yang mati-matian menutup hidungnya, masih sempat melihat pemuda kurus itu berusaha menolong anak buah yang masih berusaha merangkak masuk ruang penumpang untuk menyelamatkan diri. Meski lemah, pemuda itu cerdik juga. 

Melihat kejadian di depannya, dan melihat apa yang dilakukan sang Nahkoda, dia segera melakukan hal yang sama.

Pakaiannya yang dipakainya, segera dilepas untuk dibuat menutup mulut dan hidungnya agar tidak menghisap langsung hawa beracun dari Gurita Raksasa Beracun yang kelaparan dan marah.

"KRAAAAKK... BRUUKKKK!"

Tiang kapal utama berhasil dipatahkan oleh lengan gurita. Patahannya jatuh ke atas geladak dan suaranya begitu keras. Membuat kapal itu bergoncang.

Penumpang yang berada di dalam tidak tahu semua peristiwa mengerikan itu. Mereka hanya mengira bahwa amukan badai semakin kuat. Kematian terbayang di pelupuk mata mereka.

Mereka ketakutan, mereka menangis, mereka juga berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan.

Sementara itu, sang Nahkoda yang sudah kehilangan daya dan hancur pertahanan tubuhnya karena perlahan hawa beracun itu memasuki hidungnya.

Hawa beracun yang panas masuk dan terasa menusuki tenggorokannya. Rasa nyeri dan gatal, membuat matanya berputar menahan sakit. 

Rasa gatal dan rasa sakit itu merambat ke seluruh tubuh, ke seluruh organ di dalam tubuhnya. 

Dalam samar, dia masih bisa melihat, ternyata lengan Gurita Raksasa itu berhasil menyambar tubuh si Pemuda Kurus, diangkatnya ke udara untuk siap dibanting remuk, tapi di saat bersamaan muncul sambaran petir yang dahsyat menghantam tubuh malang itu.

"DUAAAAARRRRRR... RRTTTT!"

Remasan lengan gurita beracun dan sambaran petir, membuat tubuh kurus malang itu meliuk ke atas, tidak mampu meronta dan kemudian...

Sang Nahkoda merasakan tubuhnya melayang ringan, matanya gelap, nafasnya sesak dan terhenti.

Apakah sang Nahkoda menemui kematian juga?

Bagaimana nasib pemuda kurus malang itu?

Ikuti kisah serunya di Novel Silat ala Jagat Alit - Syair Berdarah ini!

Bersambung....

a itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun