Mohon tunggu...
Jagaddhita Najandrra
Jagaddhita Najandrra Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Kami adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang yang sedang melakukan kegiatan kuliah kerja mahasiswa (KKM) di Desa Ngadirejo Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Menyatu dengan Warisan Leluhur: Pertunjukan Bantengan Memperkuat Identitas Budaya di Kabupaten Malang

4 Januari 2025   21:15 Diperbarui: 19 Januari 2025   20:44 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Contoh: Foto Atraksi Kesenian Bantengan (Sumber:Kredit Foto))

Pada hari Senin, tanggal 23 Desember 2024, Desa Ngadirejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, menjadi saksi dari pelaksanaan acara kesenian tradisional Bantengan yang bertujuan untuk melestarikan budaya lokal dan mempererat hubungan sosial antarwarga. Acara ini dimulai pada pukul 21.00 WIB dan berlangsung hingga pukul 03.00 WIB, dihadiri oleh perangkat desa, tokoh masyarakat, serta warga setempat yang menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pertunjukan ini. Kesenian Bantengan merupakan warisan budaya yang kaya akan sejarah dan makna mendalam bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Malang. Dalam pertunjukan ini, seniman lokal menampilkan atraksi tradisional yang menggambarkan keberanian, spiritualitas, dan harmoni antara manusia dan alam. Setiap atraksi diiringi oleh musik tradisional gamelan yang semakin memperkuat suasana sakral dan estetika pertunjukan.Kesenian Bantengan memiliki akar sejarah yang dalam, diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Singhasari. Pada masa itu, kesenian ini berfungsi religius dan digunakan dalam upacara-upacara tertentu serta ritual adat. Selama masa kolonial Belanda, kesenian ini mulai berkembang dengan adanya tokoh seperti Mbah Siran yang menciptakan topeng bantengan dari tanduk banteng. Kini, Bantengan telah menyebar luas ke berbagai daerah di Jawa Timur seperti Mojokerto, Malang, Batu, Lumajang, Kediri, dan Pasuruan. Pertunjukan Bantengan melibatkan dua orang pemain yang mengenakan kostum banteng besar lengkap dengan hiasan kepala tanduk. Mereka diiringi oleh kelompok musik tradisional yang memainkan alat-alat seperti kendang, gong, dan saron. Setiap pertunjukan biasanya diawali dengan ritual atau doa untuk memohon perlindungan dari roh jahat dan agar para pemain diberkati.

Pementasan Bantengan terdiri dari tiga tahap utama: ritual nyuguh atau sandingan, pementasan (karak'an) hingga kesurupan (ndadi), dan nyuwuk yang merupakan proses memulangkan arwah leluhur ke tempat asalnya. Melalui tahapan-tahapan ini, penonton tidak hanya disuguhkan hiburan tetapi juga diajak untuk merenungkan makna yang terkandung dalam setiap gerakan dan lagu yang dinyanyikan. Kesenian Bantengan tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi generasi muda tentang pentingnya melestarikan warisan budaya. Dalam setiap pertunjukannya, Bantengan menyampaikan pesan moral tentang persatuan, keberanian, serta pengorbanan untuk kepentingan bersama.Acara ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat setempat. Selain sebagai hiburan malam hari, kesenian Bantengan juga menjadi wadah bagi warga untuk berkumpul dan menjalin silaturahmi. Masyarakat merasa bangga dapat menyaksikan pertunjukan yang melibatkan unsur-unsur budaya mereka sendiri. 

Melalui kegiatan ini, generasi muda diajak untuk lebih mengenal dan menghargai budaya lokal mereka serta memahami pentingnya menjaga warisan tersebut agar tetap hidup di tengah arus modernisasi yang semakin kuat.Dengan demikian, acara kesenian Bantengan di Desa Ngadirejo bukan hanya sekadar pertunjukan seni tetapi juga merupakan upaya kolektif masyarakat untuk menjaga identitas budaya mereka dan meneruskan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang. Dokumentasi resmi dari kegiatan ini akan menjadi dasar dalam pelaporan kegiatan serta upaya pelestarian budaya di masa mendatang. Kegiatan seperti ini diharapkan dapat terus dilaksanakan secara rutin agar kesenian tradisional seperti Bantengan tetap hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun