Rabu, 15 Mei 2024. Secangkir kopi Pahit
"Hormati Guru yang Menjadikan Kita Bisa Membaca dan Menulis"
mengajarkan kita betapa pentingnya menghargai peran para pendidik dalam membentuk generasi penerus. Guruku, yang dengan sabar dan penuh dedikasi mengajarkan kami untuk melek huruf, pantas mendapat penghormatan yang tidak terhingga.
Namun, terkadang godaan untuk melanggar rasa hormat tersebut muncul, terutama ketika perbedaan pendapat muncul terkait isu kecelakaan studi wisata yang sedang viral.
Beberapa orang tua mungkin merasa terganggu dengan keputusan guru terkait studi wisata tersebut. Namun, istilah "hormati guru yang menjadikan kita bisa membaca dan menulis" harus senantiasa dipegang teguh.
Siswa yang ingin mengikuti studi wisata tidak semata-mata karena iseng atau ingin melalaikan kewajiban belajar. Studi wisata memberikan nilai tambah yang tidak dapat diukur secara materi. Kesempatan untuk belajar di luar ruang kelas dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan dan melatih siswa untuk lebih mandiri.
Peran wali murid seharusnya menjadi mitra bagi guru dalam membimbing dan mendukung perkembangan anak-anak. Namun, terkadang segelintir wali murid atau oknum wali murid tidak menghormati jasa para guru. Mereka memilih untuk menyalahkan guru atau bahkan berusaha merusak reputasi guru hanya karena adanya perbedaan pendapat.
Jangan sampai keinginan siswa untuk study tour menjadi bahan perdebatan yang merugikan. Perdebatan seharusnya dilakukan dengan bijaksana dan tidak melibatkan tuduhan terhadap guru yang telah berjuang keras dalam mendidik anak-anak. Masing-masing pihak seharusnya dapat saling menghargai pendapat dan melakukan komunikasi yang sehat untuk mencapai titik temu yang adil dan baik untuk semua.
Salam cerdas berpikir menjadi kunci dalam penyelesaian perbedaan pendapat. Siswa, guru, dan orang tua seharusnya dapat berpikir dengan akal sehat dan hati yang lapang untuk menyelesaikan masalah. Jangan biarkan perbedaan pendapat menghalangi proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan dengan penuh kegembiraan dan semangat.
Ketika kita mulai merusak hubungan antara guru dan siswa karena perbedaan pendapat terkait isu sekunder seperti studi wisata, kita sebenarnya juga merugikan diri sendiri. Karena pada akhirnya, yang terbesar rugi adalah anak-anak yang seharusnya menjadi fokus utama dari setiap usaha pendidikan.
Membaca dan menulis adalah keterampilan dasar yang diajarkan oleh para guru dengan harapan agar anak-anak dapat terus belajar dan berkembang. Oleh karena itu, jangan biarkan ego kita sendiri menghalangi upaya para guru dalam membentuk generasi penerus yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.
Hormati guru sebagai bentuk penghormatan kepada ilmu yang telah mereka berikan kepada kita. Jika terjadi perbedaan pendapat, jangan langsung menyalahkan guru tanpa berpikir panjang. Bertanyalah, diskusikan, dan carilah solusi bersama dengan guru dan semua pihak terkait.
Dalam dunia pendidikan, segala hal seharusnya dilakukan untuk kebaikan anak-anak. Jadi, jangan biarkan sikap negatif dari segelintir orang menghancurkan hubungan yang seharusnya penuh kasih sayang dan penghargaan antara guru dan siswa. Kita semua berharap agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang aman, terbuka, dan penuh inspirasi.
Jadilah cerdas dalam memilih tindakan dan kata-kata. Hormati guru yang telah berjuang keras demi pendidikan kita. Bersama-sama, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan penuh penghargaan. Sebab, hanya dengan saling menghormati dan bekerja sama, kita dapat mencapai kesuksesan bersama dalam dunia pendidikan. JKT//Jufri//15/05/2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H