Mohon tunggu...
Mhd JafirDaegel
Mhd JafirDaegel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Krisis Kemanusiaan Dalam Konflik Rusia-Ukraina: Analisis Dampak Pada Warga Sipil Dan Pengungsi

11 Januari 2025   18:42 Diperbarui: 11 Januari 2025   18:44 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelompok yang sangat rentan termasuk orang lanjut usia dan penyandang disabilitas yang mungkin tidak dapat melarikan diri dari daerah berisiko tinggi. Perempuan dan anak-anak, yang jumlahnya sekitar 90 persen dari orang yang melarikan diri dari krisis, berisiko mengalami kekerasan berbasis gender serta eksploitasi dan pelecehan seksual. UNHCR hadir di Ukraina dan di seluruh Eropa untuk memastikan kebutuhan dasar dan mendesak terpenuhi. UNHCR dan UNICEF telah bermitra untuk mendirikan 39 Titik Biru di delapan negara berbeda—ruang aman terpadu yang dilengkapi untuk menyediakan informasi, konseling, dukungan kesehatan mental dan psikososial, bantuan hukum, dan layanan perlindungan bagi para pengungsi.

C. Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Yang Dilakukan Rusia

Dalam hukum humaniter internasional, hukum perang dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama merupakan hukum yang mengatur tentang boleh atau tidaknya menggunakan kekerasan bersenjata pada suatu negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang menjelaskan bahwa tindakan mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara lain atau dengan cara apapun yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB. Mengenai penggunaan kekerasan terhadap suatu wilayah atau mengganggu kemerdekaan wilayah lain harus segera dihentikan serta menggunakan cara damai dalam penyelesaian konfliknya demi menciptakan keamanan serta perdamaian sebagaimana tujuan PBB kecuali dalam rangka pembelaan diri, sedangkan alasan dari tindakan invasi yang dilakukan oleh Rusia tidak diterima atau diakui oleh PBB karena menurut PBB operasi militer yang pecah atara kedua negara tersebut bukan terjadi dalam rangka self-defense atau dalam rangka menjaga perdamaian sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 51 piagam PBB yang menyebutkan bahwa memberikan kewenangan yang besar bagi Dewan Keamanan (DK) untuk mengambil kebijakan dan juga menerima laporan dari negara yang menggunakan hak bela diri (self defense) tersebut. Kemudian, yang kedua merupakan bagian hukum humaniter yang memberikan ketetapan yang jelas ketika terjadinya konflik bersenjata baik internasional maupun non-internasional yang dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni Hague Laws penetapan mengenai tata cara dilakukannya perang dan Jenewa Laws, yaitu hukum perlindungan atas korban perang yang ada di lokasi konflik.

Selama invasi berlangsung, hingga saat ini terdapat dugaan serangan yang menargetkan masyarakat sipil Ukraina. PBB telah mengonfirmasi bahwa sebanyak 4.226 kematian warga sipil telah terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa invasi yang dilakukan oleh Rusia dikategorikan kedalam pelanggaran HAM karena masyarakat sipil dalam hukum humaniter internasional termasuk ke dalam objek yang harus dilindungi, yang berarti sama sekali tidak boleh dijadikan sasaran militer apalagi diserang hingga menimbulkan banyak korban. Jika terjadi penyerangan terhadap objek sipil, maka hal tersebut termasuk ke dalam pelanggaran HAM. Oleh karena itu, Rusia dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional disebabkan oleh banyaknya masyarakat sipil yang menjadi korban dari konflik yang terjadi.

Hukum internasional menyediakan kerangka kerja untuk menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran yang terjadi, baik oleh negara maupun individu. Mekanisme ini melibatkan serangkaian prinsip, norma, dan prosedur yang dirancang untuk memastikan keadilan dan menegakkan aturan hukum internasional.

Mekanisme Penuntutan

1.Negara yang merasa dirugikan dapat mengajukan protes diplomatik kepada negara yang melanggar. Negotiasi dan mediasi dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa secara damai.

2.Negara-negara dapat sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional, di mana panel independen akan memutuskan kasus tersebut.

3.Pengadilan Internasional, seperti Mahkamah Internasional (ICJ), dapat menangani sengketa antara negara-negara. ICJ memiliki yurisdiksi atas sengketa yang melibatkan perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum internasional.

4.Pengadilan Pidana Internasional (ICC) dapat menuntut individu atas kejahatan serius seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.

5.PBB dapat membentuk komisi penyelidikan untuk menyelidiki pelanggaran hukum internasional dan memberikan rekomendasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun