Mohon tunggu...
Jafar G Bua
Jafar G Bua Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Photo Journalist CNN Indonesia, salah satu stasiun televisi yang menjadi bagian dari CT Corp dan CNN International. Saat ini bekerja dan berdomisili di Pulau Sulawesi, namun ingin berkelana ke seluruh pelosok Nusantara Jaya. Semua tulisan di microsite ini dapat dikutip sepanjang menyebutkan sumbernya, sebab ini semua adalah karya cipta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Operasi Pemulihan Poso, Episode Tiada Akhir

25 Agustus 2017   00:25 Diperbarui: 25 Agustus 2017   21:17 2773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Operasi Pemulihan Poso, Episode Tiada Akhir

SEORANG petani bernama Simson alias Suju tewas ditembak sekelompok orang tak dikenal di Pegunungan Poraa, Desa Parigimpu'u, Kabupaten Parigi Moutong, Kecamatan Parigi Barat, Sulawesi Tengah, Kamis, 3 Agustus 2017 lalu. Kabar ini menghentak saya. Sebagai warga Sulawesi Tengah saya merasa terusik. Setelah sekian lama tenang, ternyata aksi terorisme macam ini masih saja terjadi. Padahal kepada kawan-kawan di luar daerah, saya menyampaikan bahwa daerah dengan julukan Mutiara di Khatulistiwa ini sangat aman.

Esoknya, Penanggung Jawab Kendali Operasi Tinombala, Brigadir Jenderal Polisi Rudy Sufahriadi menegaskan dugaan bahwa para pelakunya adalah sisa-sisa kelompok Mujahiddin Indonesia Timur yang sebelumnya sudah terceraiberai pasca ditembak matinya Santoso alias Abu Wardah. Kapolda menyatakan bahwa sisa kelompok ini tinggallah 7 orang.

Sebagai orang sipil, saya menduga kelompok ini sudah tidak punya lagi kekuatan persenjataan yang memadai. Perbekalan makanan mereka pun sudah tentu menipis. Dari laporan-laporan sebelumnya mereka kerap terlihat di kebun-kebun warga untuk mengumpulkan bahan makanan. Namun, mengapa kelompok ini belum juga bisa dilumpuhkan. Padahal ribuan aparat keamanan terus bersiaga di wilayah-wilayah yang diduga menjadi lokasi persembunyiannya.

Saya mencatat operasi untuk memberangus kelompok sipil bersenjata ini sudah digelar beberapa kali sebelum dan sesudah Deklarasi Malino untuk Poso pada 2001 silam. Mulai dari Operasi Sadar Maleo pada 2000 oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yang didukung oleh Operasi Cinta Damai oleh Kodam VII Wirabuana. Lalu pada 2001, Megawati Soekarno Putri, Presiden kala itu memerintahkan pelaksanaan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu di Poso. Oleh Polda Sulteng, operasi itu diberi sandi Operasi Sintuvu Maroso. Ini berlansung berjilid-jilid, dari I - VII.

Kemudian pada 2007, Polda Sulteng menggelar Operasi Lantodago. Setelahnya pada 1 Januari 2008, Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Sipil bersandi Operasi Siwagilembah dimulai. Pada 2013, Operasi Pemulihan Keamanan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah digelar lagi dengan Operasi Aman Maleo.

Yang paling terkini adalah Operasi Tinombala. Satu demi satu anggota Kelompok ini ditangkap atau tewas ditembak aparat satuan tugas. Tapi mereka yang tersisa masih terus jadi momok. Santoso alias Abu Wardah sudah tertembak. Basri alias Bagong sudah tertangkap. Begitu pula beberapa yang lain. Ada di antara mereka berkali-kali mereka lolos dari kejaran aparat.

Saya prihatin. Berkaca pada konflik Gerakan Atjeh Merdeka dan amuk sosial serupa yang terjadi di Maluku yang bisa diselesaikan dengan jalan damai, mengapa kasus Poso yang bermula dari amuk sosial pada Desember 1998 tak kunjung selesai.

Sudah triliunan rupiah uang negara digelontorkan. Korban dari pihak TNI dan Polri pun sudah berjatuhan selain korban sipil lainnya termasuk kelompok bersenjata itu.

Ada apa dengan ini? Apakah ini sebuah skenario memelihara konflik Poso? Atau memang para anggota kelompok sipil bersenjata itu sedemikian lihai dan memiliki persenjataan mutakhir? Sebagai orang sipil saya tentu tidak memiliki jawabannya. Tapi saya berharap "huru hara" Poso segera selesai. Agar aparat Kepolisian dan TNI yang selama ini bertugas bisa kembali bercengkrama dengan keluarganya. Masyarakat pun bisa merasai suasana aman dan damai seperti sediakala. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun