Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa. Ajal menjemput dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Ada yang meninggal karena sakit, kecelakaan, bahkan bunuh diri. Sudah menjadi kejadian yang kini tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan, penulis pun memiliki kenalan yang berniat untuk bunuh diri, namun penulis menghalaunya. Berdasarkan rata-rata statistik, dalam sehari setidaknua ada 2 hingga 3 orang yang melakukan bunuh diri di Indonesia.
Terdapat kasus terbaru tentang siswa SMP di Kupang nekar gantung diri dan dia pun meninggalkan surat wasiat. Siswa tersebut berumur 14 tahun dengan inisial nama YSS. Dia mengakhiri hidupnya pada Senin, 14 Oktover 2019 di pagi hari.
Menurut Kapolsek Oebobo Kompol Ketut Saba, jenazah YSS ditemukan di dalam rumahnya di kelurahan Oebufu, kecamatan Oebobo, Kupang. Ia ditemukan pertama kalo oleh Kristofel Key. Pria berumur 57 tahun ini adalah tetangga dari YSS.
Menurut pengakuan dari Kristofel sendiri, dia mengatakan bahwa dia mencium aroma busuk dan melihat banyak lalat di balik kaca rumah. Pada saat itu, dia sedang memberi makan kambingnya yanng dilihat di depan rumah milik YSS. Tetangganya mengintip dari kaca jendela dan pada saat melihat ke dalam, terlihat seseorang dengan posisi tergantung.
Berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan untuk pamannya, Nahor L. Takaeb, YSS bunuh diri tidak lain dikarenakan ia gagal bersekolak hingga tamat SMA. Diduga sang paman tidak sanggup membiayainya beserta 3 saudaranya. Selama ini, YSS tinggal bersama pamannya. Ibu YSS telah meninggal dikarenakan ayahnya menikam sang ibu. Sekarang, ayahnya mendekam di penjara.
Ditinjau dari surat wasiatnya juga, tertulis bahwasanya YSS meminta agar tidak dibuatkan syukuran atau acara apapun. Dia juga meminta agar jasadnya tidak perlu dimasukkan ke peti, tetapi langsunh saja dimasukkan ke dalam lubang kubur saja.
Bunuh diri bukan suatu solusi untuk menghilanhkan pilu, mlaah memperburuk kedaan. Apabila kota depresi, hendaknya kita mencurahkannya kepada orang terdekat. Terkadang, orang tidak butuh baju untuk bersandar atau teman untuk menangis bersama. Mereka hanya butuh telinga yang bersedia mendengarkan tanpa menyertakan bibir yang menghakimi.
Kasus ini pun menjadi suatu pelajaran bagi kita dan tidak pantas untuk ditiru, karena kita itu harus menghargai dan menggunakan waktu kita dengan baik. Mengapa bisa seseorang berpikiran untuk bunuh diri?
Apa yang menjadi alasannya? Tidak lain adalah hidup yang tidak hiduo. Bukan maut yang menggetarkan hati mereka, tetapi hidup yang tidak hiduo karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H