Tiga tahun berlalu sejak pertama kali aku menginjakan kaki di kota ini. Kutinggglkan kampung halamanku, dan cuma sesekali kupulang kesana. Kutinggalkan ayah bunda, teman, saudara, dan juga kekasihku.
Dengan sejuta harapan, ayah, bunda, sanak saudara, teman, dan semuanya yang tak bisa kusebutkan satu persatu, melepasku. Dengan kecemasan akan ombak jaman, kulangkahkan kakiku menuju ujian-ujian hidup agar aku kuat ditempa.
Ada harapan yang telah kudapati, adapula harapan yang  masih menggantung di anganku. Ada kenangan dan keindahan yang tak pernah terimpikan olehku, dan ada pula kepahitan yang harus kulalui. Semua telah mengisi hari-hariku hingga aku seperti sekarang.
Persimpangan jalanku terlalu sulit untuk kubayangkan, apakah aku harus kembali, atau aku harus mencari rimba lain tuk jalani ujian hidup yang belum pernah guruku ajarkan di sini. Terlalu berat rasanya tuk kembali disaat aku seperti ini. Aku sadar, aku belum mampu untuk memenuhi segala harapan masyarakatku, sedang harapan itu terlalu kejam untuk dikhianati. Mereka hanya tahu dan ingin tahu, tapi tak ingin mengerti bahkan tak berusaha untuk mengerti.
Satu khayalku, aku harus kembali setelah aku mampu memenuhi harapan-harapan mereka. tapi. mungkinkah itu terjadi kalau aku dan mereka ada pada dua harapan yang saling berpaling. Rasanya aku harus membuat keduanya, aku dan mereka, bertatap. Kusadari ini butuh waktu, tapi aku harus berani dan percaya bahwa aku pasti bisa. Biarlah waktu yang membuktikan, jalanku masih panjang, dan semoga tiada kesia-siaan hingga kudapati apa yang aku harapkan.
Ya, .... aku harus bisa
dan, ...aku pati bisa.
"catatan harian,Bandung: 03-04-97"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H