Mohon tunggu...
Jaelani SF
Jaelani SF Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pena Pergerakan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Catatan Pasca Workshop Pertambangan PMII Kendari

6 Januari 2014   10:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat Bulan Desember yang lalu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mengadakan sebuah kegiatan Workshop Pertambangan di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Acara ini dilaksanakan di Sultra bukan tanpa alasan, karena PB PMII menganggap daerah ini adalah Poros Pertambangan Baru di Indonesia, yakni pulau sulawesi, selain daerah-daerah lain yang sudah lebih dulu menjadikan Pertambangan sebagai sektor yang menopang Pembangunan daerah, Seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Memahami Sultra dengan Sgenap Potensinya

Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara mencakup wilayah seluas 38.140 kilometer persegi. Tata guna lahan pada tahun 1990 meliputi areal hutan seluas 25.668 kilometer persegi atau 67,3 persen, areal semak belukar seluas 4.195 kilometer persegi atau 11 persen, areal padang rumput seluas 3.700 kilometer persegi atau 9,7 persen, areal ladang seluas 1.220 kilometer persegi atau 3,2 persen, dataran tinggi seluas 1.335 kilometer persegi atau 3,5 persen, areal sawah 610 kilometer persegi atau 1,6 persen, areal perkebunan seluas 191 kilometer persegi atau 0,5 persen, areal pemukiman seluas 648 kilometer persegi atau 1,7 persen, dan areal budi daya lainnya 572 kilometer persegi atau 1,5 persen dari seluruh luas wilayah.

Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya alam yang belum banyak dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi pembangunan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum optimal dikembangkan, salah satunya adalah pertam­bangan dan galian industri.

Pada sektor ini, Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi berbagai mineral dan bahan galian ter­utama bahan logam seperti nikel di daerah Pomala Kab.Kolaka dan Kab. Konawe Utara, emas di Bombana, aspal di Buton serta bahan lainnya, seperti chromit, pasir, batu koral, batu kali, marmer, batu gamping, serta tanah liat yang tersebar dalam jumlah yang cukup besar untuk dikembangkan. Industri, baik yang berbasis sumber daya alam khususnya industri pengolahan hasil hutan dan hasil kelautan maupun yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), seperti industri maritim dan perkapalan, serta bioteknologi dan akuakultur, memiliki potensi untuk dikembangkan.

Menakar Tata Kelola Pertambangan di Indonesia

Sejak Terbukanya Tambang di beberapa daerah di Indonesia, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, ada bebrapa hal yang penting untuk ditimbang kembali mengenai kebijakan pemerintah terhadap investor yang masuk di daerah-daerah tersebut :

Pertama;Aktivitas pertambangan di sekitar kawasan hutan lindung maupun kawasan konservasi harus diwaspadai karena investor tidak peduli dengan keselamatan lingkungan. Banyak data dan informasi yang mendukung mengenai banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas pertambangan.

Kedua; Konsekwensi dari kegiatan tambang terbuka adalah rusaknya kondisi geologis tanah dan punahnya kayu maupun tanaman lainnya, tetapi diharapkan investor memiliki tanggungjawab untuk melakukan penanaman pengganti. Padahal dalam izin usaha pertambangan yang diterbitkan pemerintah terurai secara rinci tentang tanggungjawab perusahaan pengolah hasil bumi. Antara lain, merehabilitasi kembali lahan bekas galian dan menyerahkan dana sosial kemasyarakatan. Tetapi Investor kadang menabrak aturan dengan mengedepankan keuntungan usaha pertambangan dibandingkan dengan keberlangsungan ekosistem lingkungan.

Ketiga;Pertimbangan dan Kesejahteraan. Pada sisi ini ada beberapa hal yang mesti dipertimbangkan terlebih mengenai Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilekuarkan oleh pemerintah. Karena banyak Titik-titik penambangan yang dieksploitasi tidak berdasarkan pada kehendak undang-undang dasar 1945. Karena telah termaklumat pada Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam di tangan orang-seorang, atau monopoli, oligopoli maupun praktek kartel. Apalagi, pengimplementasian UU 1945 itu bersikap mendua, yaitu hak menguasai oleh negara menjadi dapat didelegasikan ke sektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri.

"Mendua" karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan SDA yang bersemangat sosialis menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mendapat hak mengelola. Sedangkan pengertian "untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" menjadi sempit, yaitu hanya dalam bentuk pajak dan royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi bahwa pendapatan negara dari pajak dan royalty, akan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun