Mohon tunggu...
Jaelan Sulat
Jaelan Sulat Mohon Tunggu... PNS -

Penanggung jawab program pencegahan dan pengendalian penyakit dinas kesehatan kabupaten, pendiri dan pegiat lembaga sosial peduli HIV, suami dan bapak 3 putri yang berusaha tetap setia. membaca dan menulis adalah keseimbangan untuk berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sinergitas Lembaga Pelayanan Kesehatan: Sebuah Tuntutan

13 Juli 2014   07:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:29 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebutuhan untuk menyinergikan dan meningkatkan kinerja lembaga-lembaga pelayanan kesehatan mengemuka dalam pertemuan Bupati Wonosobo H.A. Kholik Arif dengan jajaran pejabat struktural di lingkungan Dinas Kesehatan, RSUD KRT Setjonegoro, dan Kepala Puskesmas se- Kabupaten Wonosobo hari Selasa, 4 Maret 2014 lalu. Wacana tersebut kembali muncul dalam Forum Rembug Warga yang dihelat pada Rabu, 26 Maret 2014 di pendopo belakang rumah dinas Bupati. Dalam acara rutin bulanan yang ketika itu mengangkat isu tentang pelayanan kesehatan, sebagian besar elemen masyarakat yang hadir menyoroti rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Wonosobo. Dalam tanggapannya, Bupati kembali menekankan perlunya sinergitas antar lembaga pelayanan kesehatan melalui pengaturan secara sistemik untuk menjamin efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.

Menanggapi wacana tersebut, Kepala Dinas Kesehatan, dr. RM. Okki Hapsoro BP segera berespon. Keesokan harinya tanggal 27 Maret 2014 beliau membentuk tim untuk menyusun draft Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda) sekaligus menyiapkan pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Puskesmas. Tim beranggotakan sepuluh orang yang terdiri atas wakil-wakil dari Dinas Kesehatan, RSUD KRT Setjonegoro, dan Puskesmas. Dari Dinas Kesehatan, selain penulis sendiri, mereka yang ditunjuk adalah dr. Emi Hidayati dan Heriyono, SKM., MM. Mewakili RSUD adalah dr. Mohamad Riyatno, M.Kes, dr. Rini Kartika, Solikhah Wulandari, S.Kep, Ns, Wajiran, S.IP, MPH, dan B. Ambar Arum W, S.STP, M.Si. Sedangkan dari puskesmas terdiri dari dr. Agus Legowo, dr. Lilis Handayani U, dan dr. Isni Nur Harjanto.

Kepala Dinas Kesehatan juga intens berkomunikasi dengan Tim Advanced Human Progress (AHP) Jakarta di bawah pimpinan dr. Umar Wahid, Sp.P untuk kemungkinan kerja sama sebagai tim pendamping. AHP adalah konsultan dalam pengembangan SDM yang menjadi tim pendamping dalam proses konversi seluruh puskesmas di Kota Pekalongan menjadi BLUD. Lembaga yang berisi tokoh-tokoh senior dalam bidang kesehatan tersebut dianggap tepat untuk membantu mewujudkan terbentuknya Siskesda dan BLUD puskesmas di Kabupaten Wonosobo.

Dalam kesempatan pertemuan pertama diskusi yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan yang juga Plt. Direktur RSUD KRT Setjonegoro[1], hampir semua anggota tim menyoroti ketimpangan hubungan kerja antara Dinas Kesehatan, RSUD, dan Puskesmas. Penulis yang mendapatkan kesempatan berbicara pertama kali menyampaikan beberapa komentar terkait peran Dinas Kesehatan sesuai kewenangan yang diberikan PP Nomor 38 Tahun 2007, posisi RSUD dengan status kelembagaannya saat ini, serta permasalahan yang dihadapi puskesmas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Penulis juga menyoroti tata hubungan ketiganya sebagai institusi penyelenggara urusan kesehatan di Kabupaten.

Menurut hemat penulis, desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan besar bagi Dinas Kesehatan sebagai wakil Pemerintah (baca: Kementerian Kesehatan) dalam penyelenggaraan urusan kesehatan di Kabupaten. Selaku penanggung jawab urusan kesehatan, Dinas Kesehatan semestinya mempunyai kekuatan mengatur, mengelola, dan mengarahkan seluruh komponen penyelenggara urusan kesehatan di wilayahnya untuk mencapai target-target program kesehatan yang ditetapkan. Faktanya, Dinas Kesehatan belum mampu berperan sebagaimana yang diharapkan. Dimungkinkan penyebabnya adalah karena belum tersedianya guidance untuk melaksanakan peran besar tersebut. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 sangatlah general dan ‘kurang membumi’ sehingga tidak cukup operasional untuk memandu penyelenggaraan urusan kesehatan di daerah. Hal inilah yang dirasa menyebabkan kegamangan dan juga rasa kurang percaya diri bagi jajaran Dinas Kesehatan untuk berperan secara maksimal.

RSUD dengan statusnya sebagai Lembaga Teknis Daerah (LTD) yang langsung bertanggung jawab kepada Bupati seolah berdiri sendiri terlepas dari jangkauan Dinas Kesehatan. Keterlibatan rumah sakit dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat yang menjadi program Dinas Kesehatan bisa dibilang sangat minim. Mereka terlalu sibuk dengan urusan pelayanan kesehatan perorangan yang memang merupakan domain utamanya, tanpa mau dicampurtangani apalagi dibebani dengan target-target program Dinas Kesehatan. Kurang berjalannya rujukan timbal-balik antara rumah sakit dan puskesmas atau saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab antara rumah sakit dan Dinas Kesehatan adalah sebagian contoh nyata situasi yang dihadapi sehari-hari. Melimpahnya sumber daya manusia (SDM) dengan kualifikasi spesialis di rumah sakit, baik dokter maupun perawat, selama ini juga belum dapat didayagunakan untuk mendukung pengembangan program maupun pengembangan SDM di Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Dinas Kesehatan kehilangan komponen besar rumah sakit sebagai salah satu unsur penyelenggara urusan kesehatan di Kabupaten. Rumah sakit tidak masuk dalam bagian perencanaan, penganggaran, dan pengawasan Dinas Kesehatan.

Kondisi Puskesmas justru sangat kontras jika dibandingkan dengan rumah sakit. Dengan status kelembagaan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan yang berfungsi melaksanakan sebagian tugas pokok Dinas Kesehatan[2], menempatkan Puskesmas pada posisi sangat tergantung pada Dinas Kesehatan. Puskesmas berperan tidak lebih sebagai pelaksana program dari kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan Dinas Kesehatan. Mereka tidak memiliki kemandirian dalam pengelolaan keuangan, karena anggaran operasional puskesmas merupakan bagian dari anggaran Dinas Kesehatan. Puskesmas tidak dapat memanfaatkan secara langsung pendapatan dari pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukannya untuk membiayai operasional kegiatannya. Pendapatan tersebut harus disetor terlebih dahulu ke kas daerah baru kemudian dikembalikan melalui Dinas Kesehatan. Kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja puskesmas secara keseluruhan. Muaranya adalah munculnya berbagai ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan.

Untuk itulah diperlukan upaya untuk menata kembali seluruh komponen penyelenggara urusan kesehatan di Kabupaten dalam sebuah Sistem Kesehatan Daerah. Harapannya semua komponen menjadi sinkron dan bersinergi satu sama lain untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan masyarakat.

[1] Pertemuan dilaksanakan pada Hari Kamis, 27 Maret 2014 di ruang kerja Direktur RSUD KRT Setjonegoro.

[2] Lihat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun