Natania Jacqueline XIC/21
Halu
"Ivan, turun sarapan sudah siap!" mendengar sautan yang samar, mataku perlahan terbuka. Kuangkat batang tubuhku dengan perlahan di atas kasur yang dilapisi seprai sutra halus, yang tertata di tengah kamar dengan rapih. kaki ku melangkah menuruni tangga, mendekati ruangan dapur dimana sautan itu bersumber.Â
Disana, ku lihat sesosok wanita berambut panjang hitam, memakai daster putih membelakangiku. Kulitnya putih pucat yang bersinar bagai rembulan saat terkena sinar matahari. Sosok itu menoleh ke arahku, dengan jelas sekarang aku bisa lihat, wajahnya yang tertera sempurna. Mata sayu berwarna cokelat ibarat dengan madu, "ah! disitu dia akhirnya, Â sudah puas kah dengan tidurmu?", canda ia dengan senyuman polos dan manisnya.
Disitu aku tersadar, itu bukan hanya wanita biasa melainkan Sarah, satu-satunya sarahku. Ku bergerak mendekatinya, dengan lembut memeluknya dari arah belakang.
"belum, sangat belum puas. bisakah kau menemaniku tidur lagi?", ucapku masih memeluknya dengan erat. "saya sudah cukup tidur, terimakasih, dan anda juga harus siap-siap untuk bekerja tuan. Cepat makan sarapanmu. sebelum menjadi dingin", balas ia sambil mencubit pipi ku. "aaah, iya iya" keluhku sambil melepas pelukanku darinya.
Aku merapihkan jas bajuku dengan rapi, namun satu hal yang terus menggangguku, tali dasi yang tak akan pernah ku ikat. Kudengar ketawa kecil menertawakanku. "sudah berapa tahun kamu masih tak bisa mengikat dasimu ini, biar aku saja", seperti biasa Sarah selalu mengejekku. "bagaimana kalau itu hanya taktik aku untuk bisa melihat wajahmu lebih jelas?", godaku. ".....bodoh"
kulihat wajah sarah memerah, begitu lucu seperti yang selalu kuingat. "Ku berangkat dulu Sarah", kataku sambil berjalan menuju pintu keluar.
 "Ivan." Sarah menyaut namaku,
"hm? kenapa Sarah" jawabku.
"....obatmu, apakah kamu tidak meminum obatmu?" tanya Sarah.