Mohon tunggu...
Jacob Dethan
Jacob Dethan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pencinta Teknologi dan Dunia Pendidikan Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Korban Jurnal Predator Terindeks Scopus

6 Maret 2021   14:50 Diperbarui: 6 Maret 2021   14:56 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bulan Februari tahun ini, telah diterbitkan artikel di jurnal internasional bereputasi Scientometrics yang dihasilkan oleh Vit Machacek dan Martin Srholec yang merupakan akademisi dari Republik Ceko. Artikel yang dihasilkan begitu menarik karena kedua peneliti ini mempelajari penerbitan artikel ilmiah yang dilakukan di jurnal terindeks Scopus yang dikatergorikan sebagai jurnal predator di berbagai negara.

Dari istilahnya predator sudah menandakan masalah yang ada dari kategori jurnal ini. Setiap jurnal yang dikategorikan predator diberikan bagi jurnal yang melakukan publikasi asal-asalan tanpa adanya peer review.

Ataupun, jika ada maka hanya dilakukan ala kadarnya dan dipastikan bahwa semua artikel yang disubmit pasti terbit dengan syarat membayar biaya publikasi. Biaya publikasi yang diberikanpun biasanya tidak murah. Mulai dari beberapa ratus dollar sampai ribuan dollar per artikelnya.

Yang mengejutkan sekaligus memprihantinkan dari hasil penelitian Machacek dan Srholec adalah status Indonesia yang berada di peringkat kedua tertinggi sebagai negara dengan publikasi di jurnal predator terindeks Scopus. Lantas, apa yang menjadi penyebab buruknya kualitas publikasi peneliti dan dosen-dosen di Indonesia di jurnal internasional terindeks Scopus?

Akar masalah  

Pemerintah Indonesia sadar bahwa publikasi dosen dan peneliti Indonesia di jurnal internasional terindeks Scopus sangatlah penting karena akan meningkatkan mutu penelitian dan pendidikan di Indonesia sekaligus meningkatkan peringkat lembaga pendidikan tinggi di Indonesia di level internasional.

Untuk itu, melalui Pedoman Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Akademik/Pangkat Dosen KEMENRISTEKDIKTI, pemerintah Indonesia mewajibkan dosen berkualifikasi S2 untuk minimal harus mempunyai publikasi di jurnal internasional ketika ingin mengajukan jabatan fungsional Lektor Kepala dan untuk kenaikan ke jabatan fungsional Profesor harus memiliki publikasi di jurnal internasional bereputasi.

Selain itu, menurut PERMENRISTEKDIKTI No. 20 Tahun 2017, terdapat kewajiban yang harus dilaksanakan dosen penerima tunjangan profesi dengan jabatan fungsional Lektor Kepala dan Profesor. 

Setiap dosen dengan jabatan fungsional Lektor Kepala wajib menghasilkan paling sedikit 3 artikel di jurnal nasional terakreditasi atau 1 karya ilmiah di jurnal internasional, atau paten, karya seni monumental/desain monumental dalam waktu 3 tahun.

Sementara itu, seorang Profesor penerima tunjangan kehormatan Profesor harus memiliki 3 publikasi artikel di jurnal internasioal atau 1 artikel di jurnal internasional bereputasi, atau paten, karya seni monumental/desain monumental dalam waktu 3 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun