[caption caption="Perempuan yang tergabung dalam Asosiasi Petani yayasan Amal Masyarakat Petani Indonesia di Kampung Jenoi, Lower River, Gambia, merawat dan menyirami sayurannya (KOMPAS/HERMAS E PRABOWO)"][/caption]Meski belum cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, Sowel, atau yang dikenal dengan nama sayuran Okra, mampu menjadi senjata para petani Indonesia mendifusikan inovasi di ladang Afrika, sebagai wujud solidaritas.
Hal ini didasari oleh kondisi akibat bencana kelaparan yang berujung pada kematian yang dialami penduduk negara-negara di Afrika. UNICEF mencatat, kondisi pangan yang buruk menyebabkan ratusan ribu anak-anak di Afrika kekurangan pangan, di mana 10 juta  orang di Ethiopia mengalami kelaparan dengan indikasi peningkatan cukup signifikan hingga 15 juta pada 2016.
Berdasarkan laporan Kompas edisi Selasa (19/4) disebutkan, kondisi persediaan pangan antara Indonesia dan Afrika tampak berseberangan. Â Indonesia sempat mengecap masa kejayaan swasembada pangan pada tahun 1984, di mana produksi beras yang semula kekurangan menjadi berlimpah. Kondisi inilah yang mendorong Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasioanal untuk membantu sejumlah petani Afrika.
Hermas E Prabowo, wartawan Kompas yang dipercaya meliput bidang pertanian melaporkan, Sowel atau yang di Indonesia dikenal dengan sebutan Okra, merupakan jenis tanaman sayur yang mudah dibudidayakan oleh petani di kampung Jenoi, Lower River, Gambia.
Dalam kaitannya dengan kabar gembira mengenai jejak Indonesia di ladang pertanian ini, saya kembali teringat dalam kelas praktikum Dasar Ilmu Penyuluhan mengenai lima tahapan adopsi inovasi yang disampaikan Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, pengajar Komunikasi Penyuluhan IPB  yang menautkan konsep agricultural extension Rogers – Shomaker.
[caption caption="Sayur Sowel atau Okra yang secara fisiologis buah dan daunnya ini dilindungi bulu dan lapisan lilin (Foto: asiafarming.com)"]
Dimulai dari tahap membangun kesadaran (awareness) terhadap inovasi yang ditawarkan, proses untuk menumbuhkan minat (interest), tingkat kemudahan untuk dicoba atau diaplikasikan (first trial) hingga meyakinkan para petani yang disasar untuk menerima serta menerapkan (adoption). Perlu waktu yang cukup panjang untuk mendifusikan informasi dan inovasi secara praktis.
Dalam laporan Hermas juga disebutkan, 140 petani di Gambia (Afrika Barat) tergabung dalam Asosiasi Petani Yampi (Yayasan Amal Masyarakat Pertanian Indonesia). Â Selain itu, pemagangan petani Gambia di Indonesia untuk belajar teknik budidaya merupakan salah satu langkah agar proses difusi inovasi Sowel ini dapat berhasil.
Tanaman Sowel yang secara fisiologis buah dan daunnya dilindungi bulu dan lapisan lilin ini tampak cocok untuk diterapkan pada kondisi lahan pertanian di Afrika. Menurut Siemonsma (1994) dalam studi agrometeorologi, Awaludin  menyebutkan Genus Abelmoschus merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Sebarannya pun pada wilayah tropik dan sub tropik, sehingga sesuai sebagai salah satu komoditas dalam budidaya pertanian di Gambia.
Tanaman sowel yang mengandung antioksidan ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif peningkatan kualitas kesehatan dan gizi masyarakat Afrika. Pengembangan lebih lanjut olahan berbasis sowel diharapkan dapat lebih variatif, selain digunakan sebagai bahan konsumsi harian dan penambah sedap masakan. Terlepas dari proses panjang perwujudan solidaritas para petani Indonesia pada insan di negara yang didera bencana kelaparan, harapan baru telah melahirkan petani-petani Afrika yang berdaya dan mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H